Komplikasi Pemeriksaan Selaput Dara
Pemeriksaan selaput dara atau himen tidak menimbulkan komplikasi fisik. Jika pemeriksaan dilakukan atas indikasi medis yang jelas, pemeriksaan ini bisa bermanfaat bagi pasien.
Namun, jika pemeriksaan dilakukan tanpa indikasi medis yang jelas atau tanpa mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko, misalnya untuk tujuan pemeriksaan keperawanan, pemeriksaan selaput dara berpotensi memberi efek buruk jangka panjang pada pasien.[5,6]
Efek Negatif Pemeriksaan Keperawanan dengan Pemeriksaan Selaput Dara
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, pemeriksaan selaput dara masih menjadi bagian dari pemeriksaan fisik genitalia wanita untuk menentukan keperawanan. Pada tahun 2018, WHO telah memberikan pernyataan yang merekomendasikan untuk tidak lagi melakukan pemeriksaan keperawanan. Beberapa alasan yang mendasari hal ini adalah:
- Pemeriksaan keperawanan tidak memiliki basis ilmiah yang menunjukan manfaat, akurasi, ataupun reliabilitasnya
- Pemeriksaan keperawanan melanggar hak asasi wanita dan berpotensi menimbulkan efek fisik, psikologis, dan sosial yang buruk bagi pasien, termasuk nyeri, trauma, dan eksaserbasi rasa tidak berdaya[5]
Selain itu, stigma dan diskriminasi mengenai keperawanan dapat menyebabkan trauma sosial dan psikologis. Trauma psikologis jangka pendek antara lain disfungsi seksual, ansietas, panik, depresi, perasaan bersalah, rendah diri, dan penolakan.
Konsekuensi jangka panjang adalah potensi diskriminasi dalam segi pendidikan, pernikahan, dan pekerjaan, serta dikucilkan dari keluarga atau lingkungan. Pasien dapat melakukan perilaku berisiko lain, termasuk bunuh diri.[5,6]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli