Komplikasi Sectio Caesarea
Komplikasi operasi sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean section, dapat dibedakan menjadi komplikasi pasca operasi jangka pendek dan jangka panjang. Teknik operasi dan indikasi operasi yang baik dapat mengurangi komplikasi akibat SC.[6,7,16]
Komplikasi SC dapat menyebabkan mortalitas ibu, sehingga perlu menjadi perhatian. Tidak hanya pada maternal, SC juga dapat menyebabkan komplikasi pada neonatus, seperti transient tachypnea of the newborn.[6,7,18]
Komplikasi Jangka Pendek
Komplikasi jangka pendek akibat sectio caesarea (SC) dapat terjadi intraoperatif maupun pasca operasi. Beberapa komplikasi yang sering terjadi, antara lain perdarahan, infeksi luka operasi, gangguan traktus urinarius, dan kejadian tromboemboli.
Perdarahan
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi SC yang paling sering terjadi. Perdarahan dapat terjadi secara langsung ataupun lambat/delayed. Faktor risiko perdarahan pasca SC, antara lain plasenta previa, distosia, perdarahan antepartum, fibroid uterus, obesitas, dan pemakaian anestesi umum.[6,7]
Perdarahan umumnya disebabkan karena atonia uteri, trauma jaringan, trauma kandung kemih, gangguan koagulasi, atau masalah plasenta. Apabila terjadi atonia uteri, dapat dilakukan masase uterus, pemberian oksitosin, dan bila diperlukan dapat dilakukan histerektomi.[6,7]
Infeksi
Infeksi pasca operasi SC paling sering disebabkan oleh endometritis, infeksi luka bekas operasi, dan tromboflebitis akibat akses intravena. Pemberian profilaksis antibiotik, serta teknik operasi yang baik dapat mengurangi infeksi postpartum pada SC.[6,7,18]
Sepsis
Pasien yang mengalami infeksi pasca SC juga berisiko mengalami sepsis. Sepsis terjadi pada 6,8–9,7% pasien dengan luka operasi terinfeksi dan 3,9–18,4% pada pasien endometritis pasca operasi. Pemberian antibiotik, drainase, laparotomi ulang, serta eksplorasi luka dapat dilakukan untuk menangani sepsis pasca SC.[6,7,18]
Gangguan Traktus Urinarius
Masalah traktus urinarius yang paling sering terjadi adalah trauma kandung kemih atau trauma ureter. Hal ini cukup jarang terjadi, tetapi dapat berakibat fatal. Teknik operasi yang baik dapat mengurangi insidensi terjadinya gangguan traktus urinarius pasca SC. Pemasangan kateter juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti inkontinensia urin, retensio urin, infeksi saluran kemih, dan hematuria.[6,7]
Gangguan Traktus Gastrointestinal
Ileus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi, yaitu sekitar 12%. Ileus pasca SC umumnya berhubungan dengan sindrom Ogilvie. Trauma usus juga dapat terjadi, akan tetapi cukup jarang dan lebih sering terjadi intra operasi karena teknik operatif yang kurang baik.[6,7]
Tromboemboli
Tromboemboli, terutama deep vein thrombosis (DVT), dapat terjadi pasca SC. Risiko TVD lebih tinggi 4 kali lipat pada SC dibandingkan persalinan per vaginam.[6,7]
Disrupsi Luka
Disrupsi luka/ gagal menutup dapat terjadi pasca SC, terutama pada wanita dengan obesitas, diabetes, insisi vertikal, dan riwayat disrupsi luka. Disrupsi luka juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka operasi. Operasi ulang untuk menutup luka dapat dilakukan.[7]
Komplikasi Anestesi
Komplikasi anestesi yang terjadi berbeda-beda tergantung teknik anestesi yang dipilih. Anestesi regional merupakan pilihan yang lebih baik, tetapi tetap dapat menyebabkan komplikasi seperti hematoma, nyeri kepala, nyeri punggung, dan sebagainya.[19,20]
Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang sectio caesarea (SC) adalah :
Komplikasi luka
Salah satu komplikasi luka yang dapat terjadi adalah terbentuknya keloid pada bekas insisi.[7]
Adhesi
Adhesi merupakan komplikasi SC yang paling sering terjadi. Risiko seorang wanita mengalami adhesi meningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi operasi SC. Prevalensi adhesi pada SC kedua adalah 12–46% dan pada SC ketiga adalah 26–75%.[7]
Ruptur Uteri
Ruptur uteri cukup jarang terjadi pasca SC. Risiko ruptur uteri pada wanita-wanita yang menjalani trial of labor after cesarean (TOLAC) adalah sekitar 1%.[7,21]
Plasentasi Abnormal
Wanita yang menjalani SC memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami plasenta previa, plasenta akreta, dan solusio plasenta pada kehamilan berikutnya. Plasenta previa merupakan komplikasi yang paling sering dengan peningkatan risiko sekitar 3–4 kali lebih sering.[7]
Lainnya
Beberapa komplikasi lain, seperti subfertilitas dan kematian janin dalam rahim yang tidak dapat dijelaskan, juga dapat terjadi. Akan tetapi, risikonya cukup kecil.[6,7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra