Teknik Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Operasi bypass jantung atau coronary artery bypass graft / CABG dapat dilakukan dengan teknik off pump dan on pump. Teknik off pump dilakukan dengan menstabilisasi area di sekitar arteri koroner yang mengalami blokade dan mencangkok pembuluh darah pada jantung yang masih memompa. Sedangkan pada teknik on pump, kerja jantung dihentikan dan digantikan oleh mesin coronary artery bypass.[1-4]
Persiapan Pasien
Angiografi koroner digunakan untuk mengidentifikasi penyakit arteri koroner. Kemudian, pasien perlu menjalani pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi komorbiditas dan mengukur tingkat risiko komplikasi pasca prosedur. Hal-hal yang meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi setelah tindakan CABG antara lain:
- Riwayat operasi jantung dan radiasi dada
- Kondisi yang meningkatkan risiko perdarahan
- Disfungsi renal
- Gangguan elektrolit yang menimbulkan disritmia
-
Infeksi pada saluran kemih, kulit, dan abses gigi
- Adanya gangguan respirasi, seperti penyakit paru obstruktif kronis
Pemeriksaan yang diperlukan mencakup complete blood count (CBC), parameter fungsi hepar, panel koagulasi, dan HbA1c. Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah elektrokardiogram (EKG), echocardiogram, ultrasound karotis, rontgen toraks, dan jika memungkinkan CT scan toraks atau pemetaan vena pada ekstremitas bawah.
Jika terdeteksi penyakit karotis atau subklavia, maka pasien perlu melakukan CT aortogram 4 pembuluh darah untuk menilai lengkungan pembuluh darah dan Circle of Willis. Kecocokan dari arteri radialis dinilai dengan tes Allen. Pada kasus yang borderline, pulse oximeter digunakan untuk melakukan tes Allen dan jika terdapat denyut waveform maka arteri dapat dicangkok. Jika tidak, maka harus menggunakan conduit alternatif.[3,7]
Premedikasi
Pasien yang menjalani CABG umumnya mengonsumsi obat untuk penyakit arteri koroner seperti penghambat beta-adrenoseptor dan antagonis saluran kalsium atau nitrat. Obat-obat ini tidak dianjurkan untuk dihentikan sebelum prosedur CABG, karena penghentian mendadak dapat menyebabkan takikardia, hipertensi rebound, dan hilangnya vasodilatasi koroner.
Pemberian temazepam segera sebelum CABG dapat menurunkan risiko takikardia dan hipertensi akibat kecemasan. Di ruang operasi, pasien dapat diberikan midazolam dosis kecil intravena (IV) untuk mengurangi kecemasan, takikardia, dan hipertensi.
Pasien yang mendapat aspirin sebaiknya melanjutkan konsumsi sampai saat operasi, terutama pada pasien dengan sindrom koroner akut. Pada pasien yang mengonsumsi clopidogrel atau prasugrel yang akan menjalani CABG elektif, obat harus dihentikan selama 5 hari untuk clopidogrel atau 7 hari untuk prasugrel jika memungkinkan.[11]
Persiapan Transfusi Darah
Sebelum prosedur, siapkan 2 unit darah untuk kasus sederhana atau 6 unit darah, fresh frozen plasma, dan platelet untuk kasus kompleks. Asam traneksamat bolus 1 g sebelum insisi bedah diikuti dengan infus 400 mg/jam selama pembedahan dapat dipertimbangkan untuk mengurangi jumlah perdarahan.[11]
Posisi Pasien
Tindakan CABG menggunakan prosedur standar sternotomi. Pasien ditempatkan dalam posisi supinasi, dan untuk mendapatkan akses sternum yang lebih baik dapat dilakukan ekstensi leher. Untuk tindakan sternotomi yang menggunakan pembuluh darah vena saphena, sterilisasi lapangan operasi dilakukan mulai dari dagu sampai telapak kaki. Sementara itu, jika digunakan pembuluh darah arteri radialis, tindakan sterilisasi dilakukan pada seluruh lengan.[3,7]
Prosedural
Prosedur dimulai setelah pasien berada pada kamar operasi dan terhubung dengan monitor standard. Anestesiologis dapat memasang monitoring invasif pada arteri untuk memantau tekanan darah pasien sebelum induksi anestesi general. Setelah induksi anestesi general dan pasien terintubasi, akses vena sentral dan kateter arteri pulmonal dapat dipasang serta diikuti insersi transesophageal echocardiography transducer. Selanjutnya, prosedur dapat dilakukan secara on pump atau off pump.
Teknik On Pump
Teknik on pump dilakukan dengan cara:
- Setelah pasien selesai dipersiapkan dan ditutupi, dilakukan time-out sebelum insisi pertama
- Sternotomi median dilakukan oleh dokter bedah untuk persiapan pengambilan arteri toraks internal (ITA) kiri jika dipilih sebagai conduit. Asisten yang terlatih umumnya mengambil vena safena dari salah satu tungkai secara bersamaan
- Setelah conduit yang sesuai telah didapatkan, dokter bedah menginstruksikan pemberian antikoagulan, umumnya heparin, diberikan saat persiapan untuk cardiopulmonary bypass (CPB)
- Jantung dan aorta pasien dikanulasi secara sentral, dan tubing dihubungkan ke sirkuit CPB
- Setelah memulai CPB, jantung diistirahatkan menggunakan kalium dosis tinggi yang memiliki sifat kardioplegia agar dokter bedah dapat melakukan anastomosis conduit yang sudah dicangkok ke distal dari arteri koroner yang mengalami blokade
- Kemudian, conduit dihubungkan ke ostium baru yang dibuat pada aorta proksimal
- Agen kardioplegia dibersihkan dari sirkulasi tubuh, jantung mulai kontraksi kembali, dan dokter bedah dapat memeriksa graft pada kedua aliran darah serta memeriksa perdarahan dari anastomosis
- Dada ditutup menggunakan sternal wires dan pasien ditransfer ke intensive care unit (ICU) untuk memantau stabilitas hemodinamik[3]
Teknik Off Pump
Prosedur CABG dengan teknik off pump dijalankan pada jantung yang tetap berdenyut disertai dengan alat yang dapat mengurangi pergerakan jantung agar risiko iskemia otot jantung dan gangguan hemodinamik dapat dicegah. Selanjutnya tindakan penjahitan pembuluh darah yang digunakan untuk bypass dilakukan dengan membuat sayatan kecil pada aorta.
- Arteri ITA diambil sebagai skeletonized graft menggunakan skalpel harmonik untuk mengurangi cedera sternum Fascia endotorasik dapat dipotong menggunakan hook blade dan cabang pembuluh darah dapat dikoagulasikan dengan cara mengisolasikan secara lembut tepi skalpel yang lebar terhadap cabang pembuluh darah
- Arteri radial diambil sebagai pedikel melalui endoskopi. Jika kedua arteri radial akan diambil, maka tekanan darah harus diukur secara invasif pada arteri femoralis
- Dilakukan retraksi perikardial dengan menggunakan perikardiotomi lebar
- Pasien diposisikan dalam posisi Trendelenburg untuk menjaga cardiac filling selama jantung dipindahkan, kemudian jantung dikeluarkan dari rongga dada dan arteri koroner target distabilkan
- Arteri koroner target kemudian dipaparkan sambil memastikan stabilitas hemodinamik
- Sebelum memulai membuat anastomosis, pastikan tekanan darah stabil di atas 90 mmHg
- Lakukan arteriotomi, kemudian buat anastomosis[12]
Follow Up
Pemantauan pasca CABG dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas penyakit, menjaga patensi graft, mengenali kegagalan graft, dan mengatur revaskularisasi ulang dengan segera jika diperlukan.[8]
Gejala Awal Kegagalan Graft
Kegagalan awal graft memiliki gejala seperti angina atau sindrom koroner akut dalam waktu 6 bulan setelah CABG dan seringkali disebabkan oleh teknik bedah.[8]
Terapi Antiplatelet
Jika tidak terdapat kontraindikasi absolut, semua pasien yang menjalani CABG merupakan kandidat untuk terapi aspirin jangka panjang. Dual antiplatelet therapy (DAPT) menghasilkan efek sinergis antitrombotik yang poten. Penggunaan awal DAPT setelah CABG berhubungan dengan penurunan risiko kematian. Namun, DAPT tidak menunjukkan manfaat dalam menurunkan angka kejadian iskemik, infark miokard rekuren, kematian kardiovaskular, atau perlunya revaskularisasi ulang.[8]
Profil Lipid
Peningkatan kadar low-density lipoprotein (LDL) dan trigliserida berkontribusi pada perkembangan penyakit saphenous vein graft (SVG). Hal ini dapat dicegah menggunakan statin, seperti atorvastatin 80 mg.
Penelitian pasca CABG menunjukkan penurunan kolesterol yang agresif dapat menurunkan insidensi oklusi SVG. Kadar LDL kurang dari 100 mg/dL berhubungan secara signifikan dengan patensi graft dalam 1 tahun dibandingkan kadar LDL di atas 100 mg/dL.[8,13]
Pemantauan Hipertensi
Hipertensi terjadi pada hampir 80% pasien sebelum tindakan CABG. Pasca CABG, penggunaan ACE inhibitor, seperti enalapril, berhubungan dengan peningkatan luaran pasien. Angiotensin II receptor blockers, seperti losartan, dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien yang tidak dapat menoleransi ACE inhibitor.[8]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan