Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan bedak talc meningkatkan risiko kanker ovarium. Talc merupakan bedak bubuk yang banyak ditemukan pada produk bayi, tetapi sering digunakan oleh orang dewasa, khususnya pada daerah kewanitaan yang sering berkeringat.[1-6]
Pemakaian talc biasanya dilakukan dengan cara menaburkan langsung pada daerah kewanitaan, atau menaburkan pada pakaian dalam, pembalut, dan tampon untuk daerah genital. Tujuan pemakaian talc ini untuk kulit tetap kering, sehingga dapat mengurangi gesekan, mengurangi bau, dan mencegah ruam. Akan tetapi, talc seringkali mengandung mineral yang diduga berefek karsinogenik.[1-6]
Peningkatan Kekhawatiran Kanker Ovarium akibat Penggunaan Talc
Sebelumnya, berbagai studi tentang kanker ovarium dan penggunaan talc pada daerah genital wanita hanya mengarah pada kesimpulan adanya kemungkinan talc bersifat karsinogenik. Namun, pada tahun 2018, terjadi gugatan pengadilan terhadap perusahaan multinasional Amerika yang menjadi produsen talc.[1,2,6-8]
Dalam kasus ini, gugatan menyatakan bahwa talc dari perusahaan tersebut mengandung asbestos yang bersifat karsinogenik, sehingga menyebabkan kanker ovarium pada salah satu konsumennya. Kasus di atas dimenangkan oleh penggugat dan menyebabkan kerugian besar terhadap produsen.[1,2,8]
Asbestos merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik dan menyebabkan kanker paru dan mesothelioma. Selain itu, senyawa ini dapat menyebabkan kondisi asbestosis. Beberapa teori menyatakan bahwa asbestos yang terkandung pada talc dan masuk ke dalam vagina dapat naik ke rahim dan melewati tuba falopi, sehingga memengaruhi ovarium dan menyebabkan kanker.[2,3,7,9]
Bukti Ilmiah Terkait Risiko Kanker Ovarium dan Penggunaan Talc
Telah banyak penelitian yang mempelajari hubungan penggunaan talc genital dengan peningkatan risiko kanker ovarium.
Studi Meta Analisis
Pada tahun 2018, meta analisis dilakukan terhadap 24 studi kasus kontrol dan 3 studi kohort untuk mengetahui hubungan antara penggunaan talc dan risiko kanker ovarium. Studi ini menemukan peningkatan risiko kanker ovarium sebesar 1,22 kali pada pasien yang menggunakan talc genital. Namun, heterogenitas data menyebabkan hubungan kausal antara keduanya tidak dapat disimpulkan.[5]
Pada tahun 2020, studi analisis dilakukan terhadap 4 kohort besar di Amerika Serikat. Total subjek yang dianalisis adalah 252.745 orang, di mana 38% subjek melakukan self-reporting mengenai penggunaan talc di area genital (10% menggunakan jangka panjang dan 22% menggunakan sering). Dalam median 11,2 tahun pemantauan, dilaporkan 2.168 sujek terdiagnosa kanker ovarium.[1]
Insidensi kanker ovarium ditemukan 61 kasus/100.000 orang per tahun pada pasien yang menggunakan talc, sedangkan pada kontrol memiliki insidensi 55 kasus/100.000 orang per tahun. Studi ini menemukan peningkatan risiko 1,09 kali pada pasien pengguna talc sering daripada kontrol, serta peningkatan 1,01 kali pada pasien pengguna jangka panjang. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemakaian talc dengan risiko kanker ovarium.[1]
Studi Epidemiologi
Studi epidemiologi pada tahun 2021 melaporkan bahwa secara keseluruhan, baik dari studi kasus-kontrol maupun studi kohort, mungkin ada hubungan positif yang kecil antara penggunaan talc genital dan kanker ovarium. Namun, faktor penyebab pasti yang mendasari hubungan ini belum jelas, tetapi diduga karena tercemar asbes atau kuarsa yang dikenal karsinogen, serta bahan bubuk lain yang dapat menyebabkan inflamasi saluran reproduksi.[6]
Oleh karena insidensi kanker ovarium yang kecil pada populasi umum, maka peningkatan risiko relatif yang kecil akibat penggunaan talc berarti peningkatan risiko absolut yang sangat rendah.[6]
Studi Ukuran Partikel Talc
Johnson et al pada tahun 2020 mempelajari ukuran dan bentuk partikel bedak dalam talc, kemudian membandingkannya dengan ukuran dan bentuk partikel bedak yang ditemukan pada jaringan yang direseksi dari penderita kanker ovarium. Hasil penelitian menemukan bahwa ukuran dan bentuk partikel bedak yang ditemukan dalam jaringan kanker ovarium serupa dengan morfologi partikel yang paling banyak dalam kandungan talc.[10]
Hasil ini, jika dikombinasikan dengan studi epidemiologi sebelumnya, memberikan bukti lebih lanjut bahwa partikel isodiametrik kecil yang mendominasi kandungan talc dapat bermigrasi dari perineum dan menetap di struktur distal saluran reproduksi wanita. Partikel yang menetap tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi dan berkembang menjadi kanker ovarium.[10]
Implikasi Klinis
CDC belum mencantumkan talc sebagai faktor risiko kanker ovarium. Sementara itu, IARC (International Agency for Research on Cancer) yang merupakan bagian dari WHO, menyatakan bahwa penggunaan talc pada daerah genital bisa jadi bersifat karsinogenik pada manusia.[1,2,11]
Penggunaan talc pada daerah genital kewanitaan memang belum terbukti aman. Namun, studi kekuatan bukti yang baik menunjukkan tidak ada peningkatan risiko signifikan terkait kanker ovarium pada penggunaan bedak talc. Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan dalam penggunaan talc pada daerah kewanitaan.
Jika pasien mempunyai kecenderungan untuk berkeringat pada daerah genital, beberapa hal lain bisa dicoba untuk menggantikan penggunaan talc, misalnya menggunakan pakaian dalam berbahan katun, sering mengganti pakaian dalam, dan menghindari penggunaan celana yang ketat.
Kesimpulan
Berbagai studi observasional terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan bedak talc di area genital meningkatkan risiko kanker ovarium. Hal ini diduga akibat kandungan mineral, terutama asbestos, yang ada di dalam talc dan bersifat karsinogenik.
Sebuah studi analisis dengan jumlah sampel yang besar menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemakaian talc dengan risiko kanker ovarium. Studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa penggunaan talc memiliki peningkatan risiko kanker ovarium secara absolut yang sangat rendah. Namun, suatu penelitian memberikan bukti bahwa partikel kecil yang mendominasi kandungan talc dapat bermigrasi dari perineum dan menetap di struktur distal saluran reproduksi wanita, sehingga meningkatkan risiko inflamasi dan kanker ovarium.
Oleh karena itu, penggunaan talc pada daerah kewanitaan perlu diwaspadai. Terdapat beberapa cara lain untuk menangani daerah genital yang banyak berkeringat, misalnya menggunakan pakaian dalam berbahan katun, sering mengganti pakaian dalam, dan menghindari penggunaan celana yang ketat.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini