Efikasi Diet Ketogenik dalam Tata Laksana Epilepsi

Oleh :
dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S

Diet ketogenik adalah salah satu terapi nonfarmakologi untuk kasus epilepsi yang intractable dan tidak dalam pertimbangan tindakan pembedahan. Studi-studi yang ada menunjukkan bahwa pasien epilepsi, baik anak maupun dewasa, yang mendapat terapi diet ketogenik memiliki luaran yang baik. Meskipun demikian, banyak pasien yang tidak patuh karena jenis diet ini sangat restriktif.

Tinjauan Singkat Diet Ketogenik

Diet ketogenik adalah diet yang tinggi lemak, rendah karbohidrat, dan cukup protein yang merupakan terapi nonfarmakologi untuk epilepsi. Diet ini diindikasikan pada penderita epilepsi yang intractable dan dalam terapi dengan 3 atau lebih jenis obat antiepilepsi. Diet ketogenik juga diindikasikan pada penderita epilepsi yang bukan merupakan kandidat untuk terapi pembedahan.[1]

DietKetogenikEpilepsi

Efek samping yang dapat ditemui pada pasien yang menjalani diet ketogenik terdiri dari efek gastrointestinal, penurunan berat badan, dan peningkatan lemak darah yang sementara. Efek gastrointestinal dapat berupa konstipasi, diare, dan mual muntah.[2]

Selain itu, diet dengan karbohidrat yang terbatas dan ketonemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan defisiensi vitamin dan mineral, termasuk terjadinya osteopenia dan osteoporosis. Pengaruh jangka panjang diet ketogenik pada profil aterogenesis vaskular dan profil lipid darah masih dalam penelitian.[2]

Kontraindikasi penggunaan diet ketogenik terdiri dari kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut adalah pada berbagai kelainan metabolik, seperti defisiensi karnitin primer dan defisiensi enzim metabolisme karnitin, defek dalam oksidasi beta, defisiensi dehidrogenase lemak dan rantai hidroksiasil-CoA, defisiensi karboksilase piruvat, dan porfiria.[3]

Sementara itu, kontraindikasi relatif diet ketogenik adalah ketidakmampuan untuk menjaga nutrisi yang adekuat, fokus tata laksana untuk pembedahan, ketidakpatuhan, dan penggunaan bersamaan dengan propofol.[3]

Kontrol Kejang pada Diet Ketogenik

Cara kerja diet ketogenik dalam mengontrol kejang meliputi beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme antikejang yang diketahui adalah diet ketogenik dapat mengurangi kondisi hipereksitabilitas neuron dengan mengurangi kadar neurotransmiter eksitatorik glutamat dan meningkatkan neurotransmiter inhibitorik GABA dan neuropeptida Y.[4,5,6]

Efek neuroprotektif diet ketogenik dimediasi dengan meningkatkan ambang kejang dan meningkatkan kapasitas pembentukan energi neuron. Sehingga, saat kejang terjadi neuron dapat menjadi lebih tahan terhadap dampak habisnya energi. Diet ketogenik juga diduga memiliki fungsi antioksidan dan efek antiinflamasi.[4,5,6]

Badan keton diduga memiliki banyak peran dalam fungsi antikejang. Badan keton dapat mengurangi cetusan neuron dengan mengatur pembukaan kanal kalium. Badan keton dapat juga mengaktivasi respons stress dan jaras antiinflamasi. Di dalam sel, badan keton dapat mempengaruhi kondisi epigenetik sel yang menyebabkan perubahan metabolisme sel dan daya tahan terhadap radikal bebas.[7,8]

Studi Terkait Penggunaan Diet Ketogenik pada Epilepsi

Diet ketogenik banyak diteliti dalam perannya menangani epilepsi terutama pada kasus epilepsi intractable.

Studi oleh Thakur et al.

Thakur et al melakukan penelitian mengenai penggunaan diet ketogenik pada pasien dewasa yang dirawat di ICU dengan status epileptikus super refrakter. Total pasien pada studi ini hanya 10. Hasil studi mengindikasikan manfaat diet ketogenik dalam menghentikan status epileptikus semua pasien. Median jumlah obat antiepilepsi yang digunakan adalah 7 dan durasi status epileptikus sebelum inisiasi diet ketogenik adalah 21,5 hari.[10]

Studi oleh Cervenka et al.

Penelitian oleh Thakur et al ini kemudian dikembangkan oleh sebuah studi multisenter. Dalam penelitian fase I/II ini, didapatkan bahwa penggunaan diet ketogenik pada status epileptikus super refrakter dapat mengakhiri status epileptikus pada 73% pasien dengan rentang durasi diet 2–10 hari. Studi ini menunjukkan bahwa diet ketogenik dapat diaplikasikan pada pasien dalam perawatan intensif dengan profil keamanan yang baik.[11]

Studi oleh Ye et al.

Penggunaan diet ketogenik pada pasien dengan epilepsi intractable dewasa juga ditinjau oleh Ye et al dalam suatu meta analisis. Hasil dari meta analisis tersebut menunjukkan bahwa diet ketogenik klasik memiliki efikasi sebesar 42%.

Dalam perbandingan antara diet ketogenik klasik dan diet modified Atkins, didapatkan hasil bahwa efikasi dalam kontrol kejang lebih tinggi pada diet ketogenik klasik, tetapi kepatuhan dengan diet modified Atkins lebih tinggi. Dalam analisisnya, peneliti menyatakan bahwa efek samping dari diet ketogenik klasik merupakan faktor utama yang menyebabkan rendahnya kepatuhan.[12]

Studi oleh Liu et al.

Pada meta analisis lain, penggunaan diet ketogenik dilaporkan efektif pada pasien dewasa dengan epilepsi intractable. Dalam studi ini didapatkan bahwa sekitar 13% pasien mendapatkan kondisi bebas kejang, 53% mendapatkan penurunan frekuensi kejang >50%, dan 27% mendapatkan penurunan frekuensi kejang <50%. Tolerabilitas terhadap diet yang rendah dan efek samping tetap menjadi faktor utama ketidakpatuhan diet ketogenik.[13]

Studi oleh Martin‐McGill et al.

Sebuah tinjauan Cochrane yang dipublikasikan di akhir tahun 2018, melakukan analisis terhadap 11 uji klinis dengan total partisipan 712 anak dan 66 dewasa. Efek samping jangka pendek diet ketogenik yang didapatkan berupa diare, konstipasi, dan mual. Efek samping jangka panjang tidak diketahui.

Drop out dilaporkan disebabkan oleh toleransi yang buruk dan perbaikan kejang yang tidak adekuat. Hasil analisis menunjukkan bahwa diet ketogenik berpotensi positif dalam tata laksana epilepsi, namun kualitas bukti yang ada rendah atau sangat rendah.[9]

Studi oleh Imdad et al.

Tinjauan pustaka oleh Imdad et al mengevaluasi penggunaan diet ketogenik pada pengelolaan epilepsi, khususnya pada pasien dengan epilepsi resistan obat. Temuan dari berbagai studi menunjukkan bahwa diet ketogenik efektif dalam mengurangi frekuensi kejang pada pasien epilepsi.14]

Selain efek anti-kejang, beberapa studi juga menemukan bahwa diet ketogenik memiliki potensi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dengan epilepsi melalui mekanisme yang masih belum sepenuhnya dipahami.[14]

Namun, tinjauan ini juga mencatat bahwa meskipun hasil awal menunjukkan manfaat yang signifikan, masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami mekanisme kerja KD secara lebih mendalam dan untuk mengidentifikasi profil pasien yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari terapi ini.[14]

Oleh karena itu, studi lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk memperkuat bukti yang ada dan untuk mengembangkan pedoman klinis yang lebih terperinci mengenai penggunaan diet ketogenik pada pengelolaan epilepsi.[14]

Kesimpulan

Diet ketogenik merupakan terapi nonfarmakologi pada kasus epilepsi, terutama kasus yang kronik, intractable, dan status epileptikus super refrakter. Studi yang ada mendukung potensi diet ketogenik dalam menurunkan frekuensi kejang dan mendapatkan kondisi bebas kejang. Namun, ketidakpatuhan cukup banyak dilaporkan dan disebabkan oleh sifat diet yang restriktif dan efek samping yang mengganggu.

 

Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari

Referensi