Peran Diazepam Per Rektal untuk Kejang pada Bayi

Oleh :
dr. Ferdinand Sukher

Diazepam per rektal sering digunakan dalam penanganan kejang pada bayi, termasuk kejang demam dan kejang akibat ensefalitis atau epilepsi. Diazepam rektal disukai karena pemberiannya yang mudah, terutama pada bayi dan balita.[1,2]

Kejang yang berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia pada jaringan yang berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan otak permanen dan dapat menjadi fokus epilepsi. Terminasi kejang perlu dilakukan dengan segera dan dengan rute yang mudah dilakukan. Oleh karena itulah, sediaan diazepam rektal banyak digunakan.[1-3]

DiazepamPerRektal

Diazepam termasuk dalam golongan benzodiazepine. Obat golongan benzodiazepine bekerja sebagai antikejang dengan aksinya pada reseptor GABA yang menyebabkan inhibisi dari potensial aksi penyebab kejang. Beberapa contoh lain dari obat golongan benzodiazepine adalah lorazepam dan midazolam.[2,4]

Efikasi Diazepam Per Rektal untuk Penanganan Kejang

Dalam sebuah uji klinis, dilakukan perbandingan efikasi antara diazepam per rektal dan midazolam intramuskular pada anak dengan status epileptikus usia 1 bulan hingga 16 tahun. Uji klinis ini menunjukkan bahwa kedua obat setidaknya sama efektifnya dalam menangani kejang pada anak. Pada kelompok yang mendapat diazepam per rektal, 94% kasus kejang teratasi, dengan median waktu hingga berhentinya kejang adalah 130 detik.[5]

Efikasi diazepam per rektal juga diteliti dalam 2 uji klinis acak terdahulu. Kedua studi ini menunjukkan bahwa diazepam efektif menghasilkan penurunan frekuensi kejang per jam dibandingkan plasebo. Dalam salah satu studi, 4 pasien menghentikan pengobatan karena efek samping, yakni lesu dan ruam. Tidak ada kasus depresi napas yang dilaporkan dalam kedua uji klinis tersebut.[6]

Risiko Pemberian Diazepam Per Rektal pada Bayi

Pemberian diazepam per rektal dalam tata laksana kejang juga membawa risiko. Pada bayi, perlu diperhatikan risiko timbulnya efek merugikan yang lebih besar, adanya kemungkinan perbedaan kerja benzodiazepine pada kanal klorida bayi, serta perbedaan farmakokinetik diazepam pada bayi bila dibandingkan pasien dewasa.[4,7-10]

Risiko Efek Samping

Diazepam rektal merupakan sediaan yang paling sering digunakan untuk mengatasi kejang pada bayi. Meski demikian, terdapat beberapa efek samping yang mungkin terjadi akibat pemberian obat golongan benzodiazepine, termasuk diazepam, seperti depresi napas, penurunan kesadaran, serta gangguan hemodinamik seperti bradikardia dan hipotensi.[4,7]

Pengaruh pada Kanal Klorida

Beberapa terapi kejang, seperti diazepam dan phenobarbital, bekerja pada reseptor GABA dan mempengaruhi kanal klorida. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah kanal klorida pada bayi lebih banyak dibandingkan pada dewasa. Selain itu, bayi masih memiliki struktur neuron yang imatur.

Kedua hal tersebut menyebabkan kemungkinan variasi respon terhadap diazepam pada bayi, yang membuat populasi ini lebih rentan mengalami toksisitas dan efek samping bila dibandingkan pasien dewasa. Pada neonatus aterm dan preterm, penggunaan benzodiazepine seperti diazepam juga telah dilaporkan dapat menginduksi kejang, mioklonus, dan gerakan abnormal.[4,7]

Perbedaan Farmakokinetik Diazepam Dibandingkan Dewasa

Secara farmakologis, metabolisme diazepam dilakukan oleh hepar. Pada anak yang berusia di bawah 2 tahun, terutama pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan, fungsi hepar masih belum sempurna. Kondisi ini menyebabkan eliminasi diazepam berlangsung lebih lama. Akibatnya, zat aktif akan bertahan lebih lama dan berisiko memberikan efek yang berkepanjangan.[8-10]

Rekomendasi Penggunaan Diazepam Per Rektal Untuk Penanganan Kejang pada Bayi

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menyarankan penggunaan diazepam rektal sebagai penanganan awal kejang pada bayi dan anak di rumah (pre-hospital). Dosis diazepam per rektal yang disarankan adalah 0,5-0,75 mg/kg; atau hitungan mudahnya 5 mg untuk anak dengan berat badan di bawah 12 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan di atas 12 kg.

Diazepam rektal dapat diberikan ulang setelah 5 menit apabila kejang belum berhenti. Bila setelah pemberian diazepam rektal pasien masih mengalami kejang, maka sebaiknya pasien diberikan diazepam intravena di fasilitas kesehatan.

Sementara itu, untuk penanganan kejang di rumah sakit, sediaan yang disarankan adalah diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/kg. Dosis maksimal 10 mg dan kecepatan pemberian 2 mg/menit.[11-13]

Kesimpulan

Beberapa studi terdahulu telah melaporkan efikasi dari penggunaan diazepam per rektal dalam mengatasi kejang pada bayi dan anak. Meski demikian, aspek keamanan perlu menjadi perhatian, terutama pada populasi neonatus di mana penggunaan benzodiazepine, seperti diazepam, telah dilaporkan dapat menginduksi kejang, mioklonus, dan efek tidak diinginkan lainnya.

Di Indonesia, IDAI masih menyarankan penggunaan diazepam per rektal sebagai rescue medicine, atau obat inisial yang dipakai di rumah (pre-hospital) untuk mengatasi kejang. Dosis yang dianjurkan adalah 5 mg pada anak dengan berat di bawah 12 kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 12 kg. Penggunaan bisa diulang setelah 5 menit, dengan dosis yang sama, apabila kejang belum berhenti. Sementara itu, terapi kejang yang dianjurkan untuk perawatan di rumah sakit adalah diazepam intravena.

Referensi