Elagolix for Heavy Menstrual Bleeding in Women with Uterine Fibroids
Schlaff WD, Ackerman RT, Al-Hendy A, et al. Elagolix for Heavy Menstrual Bleeding in Women with Uterine Fibroids. New England Journal of Medicine. 2020; 382(4):328-340. doi:10.1056/NEJMoa1904351
Abstrak
Latar Belakang: Fibroid uterus merupakan neoplasma yang responsif terhadap hormon dan sering kali berkaitan dengan keluhan perdarahan menstruasi yang hebat atau menorrhagia. Elagolix adalah obat golongan antagonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang tersedia dalam sediaan peroral. Obat ini memiliki efek supresi yang cepat dan bersifat reversibel terhadap hormone seks yang diproduksi oleh ovarium, sehingga dapat mengurangi keluhan perdarahan akibat fibroid uterus.
Desain: Jurnal ini mencakup 2 uji klinis fase 3 yang menggunakan metode randomisasi, penyamaran ganda, dan terkontrol plasebo (Elaris Uterine Fibroids 1 dan 2 [UF-1 dan UF-2]). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan dari elagolix dengan dosis 300 mg dua kali sehari yang diberikan secara ko-administrasi dengan terapi hormon estradiol 1 mg dan norethindrone asetat 0,5 mg satu kali sehari pada pasien dengan menorrhagia akibat fibroid uterus.
Penambahan terapi hormonal bertujuan untuk mengompensasi efek hipoestrogen dari elagolix. Terdapat tiga kelompok intervensi, yaitu elagolix + hormon, elgaolix saja, dan plasebo. Kelompok yang mendapat terapi elagolix beserta suplementasi hormonal akan dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapat elagolix untuk menilai manfaat dari suplementasi hormonal pada pemberian elagolix.
Luaran utama dari penelitian ini adalah jumlah perdarahan menstruasi kurang dari 80 ml pada bulan terakhir terapi dan terdapat penurunan jumlah perdarahan minimal 50% dari sebelum intervensi sampai bulan terakhir terapi. Data-data yang hilang dimasukkan menggunakan imputasi ganda.
Hasil: Sebanyak 412 wanita dari UF-1 dan 378 wanita dari UF-2 dirandomisasi ke dalam kelompok elagolix atau plasebo. Luaran utama tercapai pada 68,5% dari 206 wanita pada UF-1 dan 76,5% dari 189 wanita pada UF-2 yang mendapat elagolix beserta suplementasi hormonal. Pada kelompok yang hanya mendapat elagolix, luaran utama tercapai pada 84,1% dari 104 pasien pada UF-1 dan 77% dari 95 wanita pada UF-2. Sementara, pada kelompok plasebo luaran utama tercapai pada 8,7% dari 102 wanita pada UF-1 dan 10% dari 94 wanita pada UF-2.
Keluhan hot flushes (pada kedua penelitian) dan metrorrhagia (pada UF-1) lebih banyak ditemukan pada kelompok elagolix dengan suplementasi hormonal dibandingkan kelompok plasebo. Efek hipoestrogenik dari elagolix, khususnya terhadap penurunan densitas tulang, menurun dengan ko-administrasi dengan terapi hormon.
Kesimpulan: Elagolix dengan terapi hormon tambahan efektif untuk mengurangi perdarahan menstruasi hebat pada pasien dengan fibroid uterus.
Ulasan Alomedika
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi dan profil keamanan elagolix sebagai obat yang dianggap dapat mengatasi perdarahan menstruasi yang hebat akibat fibroid uterus. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara kelompok yang mendapat ko-administrasi elagolix dan terapi hormon tambahan dengan kelompok plasebo dalam hal penurunan jumlah perdarahan menstruasi.
Selain itu, juga dilakukan perbandingan efek hipoestrogenik dari elagolix antara kelompok yang hanya mendapat elagolix dengan kelompok yang mendapat ko-administrasi elagolix dan terapi hormonal.
Penelitian ini dilakukan karena bukti ilmiah yang ada saat ini menunjukkan bahwa alternatif terapi fibroid uterus, seperti kontrasepsi oral, progestin, asam traneksamat, dan tindakan embolisasi arteri memiliki efektivitas yang terbatas dalam kasus fibroid uterus simtomatik. Selain itu, antagonis GnRH dalam bentuk sediaan injeksi menyebabkan supresi gonadal jangka panjang yang berujung pada efek hipoestrogenik yang merugikan.
Oleh karena itu, uji klinis ini meneliti kombinasi elagolix sebagai antagonis GnRH peroral yang dikombinasikan dengan terapi hormon sebagai regimen yang diproyeksikan efektif untuk mengatasi perdarahan pada fibroid uterus sekaligus memiliki profil keamanan jangka panjang yang lebih baik.
Ulasan Metode Penelitian
Jurnal ini meliputi 2 uji klinis fase 3 dengan metode penelitian yang identik, yaitu uji acak dengan kontrol plasebo dan penyamaran ganda. Kedua uji klinis tersebut dilakukan secara multisenter, di mana uji klinis pertama (UF-1) dilakukan di 76 lokasi sementara uji klinis kedua (UF-2) dilakukan di 77 lokasi.
Masing-masing uji klinis terdiri dari 4 fase, yang pertama adalah periode washout di mana subjek tidak boleh mengonsumsi obat hormonal sebelum dilakukan intervensi, kemudian periode skrining selama 2,5–3,5 bulan, periode intervensi selama 6 bulan, dan periode follow-up selama 12 bulan. Adanya periode washout menyingkirkan kemungkinan bias hasil penelitian akibat efek dari terapi hormonal di luar intervensi penelitian.
Subjek penelitian adalah wanita premenopause berusia 18–51 tahun dengan fibroid uterus yang dibuktikan melalui pemeriksaan ultrasonografi dan riwayat perdarahan menstruasi >80 mL pada satu siklus menstruasi selama minimal 2 siklus berbeda. Wanita yang sedang hamil, memiliki kista ovarium persisten, keganasan, penyakit radang panggul, serta riwayat osteoporosis atau skor T < -1,5 dieksklusi dari penelitian ini. Subjek yang memenuhi kriteria kemudian menjalani randomisasi dengan rasio 2:1:1, sehingga subjek terbagi menjadi:
- Kelompok ko-administrasi elagolix dengan dosis 300 mg 2 kali sehari dan terapi hormon (estradiol 1 mg + norethindrone asetat 0,5 mg) 1 kali sehari.
- Kelompok yang hanya mendapat elagolix dengan dosis 300 mg 2 kali sehari
- Kelompok kontrol (plasebo)
Volume perdarahan dihitung dengan metode hematin alkali pada periode skrining, selama periode intervensi, dan pada akhir penelitian. Jika subjek tidak mengumpulkan sanitary pads, maka akan akan dilakukan konfirmasi pada subjek apakah terjadi perdarahan atau spotting selama periode intervensi.
Untuk parameter keamanan, dilakukan evaluasi terhadap efek samping elagolix, yaitu: densitas tulang, profil lipid dan fungsi liver, pengukuran ketebalan dan biopsi endometrium, serta insidensi kista ovarium atau kehamilan. Pasien yang menghentikan konsumsi obat akibat efek samping atau pemburukan gejala, serta subjek yang menjalani terapi invasif selama periode terapi dinyatakan tidak mencapai luaran utama.
Endpoint primer dianalisis menggunakan uji statistik regresi logistik. Analisis statistik dilakukan pada seluruh subjek yang menjalani randomisasi dan setidaknya mendapat satu dosis terapi intervensi. Pasien yang menghentikan terapi atau mengundurkan diri dari uji klinis juga termasuk dalam analisis. Perbandingan efikasi dilakukan antara kelompok ko-administrasi elagolix dan terapi hormon dengan plasebo. Sementara, perbandingan antara kelompok ko-administrasi dengan kelompok yang hanya mendapat elagolix bertujuan untuk menilai efek elagolix terhadap densitas tulang.
Ulasan Hasil Penelitian
Endpoint primer pada penelitian ini adalah penurunan volume perdarahan menstruasi yang didefinisikan sebagai volume perdarahan < 80 ml pada bulan terakhir penelitian dan penurunan volume perdarahan setidaknya 50% pada bulan terakhir penelitian jika dibandingkan dengan saat skrining.
Kriteria endpoint primer secara signifikan tercapai lebih banyak pada kelompok yang mendapat ko-administrasi elagolix dan terapi hormon tambahan (68,5% dari 206 wanita pada UF-1 dan 76,5% dari 189 wanita pada UF-2) dibandingkan dengan kelompok plasebo (8,7% dari 102 wanita pada UF-1 dan 10% dari 94 wanita pada UF-2).
Penelitian ini tidak hanya membahas efikasi elagolix dalam mengatasi menorrhagia pada fibroid uterus, tapi juga mempertimbangkan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Lebih dari 60% wanita masing-masing kelompok melaporkan mengalami efek samping. Insidensi efek samping dilaporkan lebih tinggi pada kelompok yang mendapat elagolix saja pada uji klinis UF-1 ( P<0.001) dan pada kelompok ko-administrasi elagolix dan terapi hormon pada uji klinis UF-2 (P<0.05).
Salah satu efek hipoestrogenik yang dinilai paling penting adalah densitas tulang. Tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan terkait denistas tulang pada kelompok ko-administrasi elagolix dan terapi hormon dengan kelompok plasebo. Penurunan densitas tulang ditemukan lebih rendah pada kelompok ko-administrasi elagolix dengan terapi hormon dibandingkan dengan kelompok elagolix saja pada UF-2.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini adalah metode penelitian yang dilakukan secara multisenter, acak, dengan kontrol plasebo dan penyamaran ganda sehingga memberikan hasil yang objektif. Penelitian ini tidak hanya menguji efikasi elagolix, tapi juga menilai efek samping yang terjadi pada subjek penelitian.
Penelitian ini memiliki kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas. Penelitian ini juga mengeksklusi wanita dengan densitas tulang skor T < -1,5 untuk menghindari risiko terjadinya osteoporosis. Luaran yang dinilai pada penelitian ini juga sudah baik untuk menjawab tujuan penelitian. Luaran penelitian berupa penurunan volume perdarahan memiliki definisi operasional yang jelas dan dinilai secara objektif menggunakan metode hematin-alkali.
Limitasi Penelitian
Penggunaan plasebo sebagai kontrol dan bukan menggunakan komparator aktif agak mengurangi dampak hasil efektifitas obat yang diteliti. Selain itu, pengukuran volume perdarahan pada subjek yang tidak membawa sanitary pads ditentukan dengan mengajukan pertanyaan apakah masih mengalami perdarahan selama periode penelitian. Terdapat risiko bias jika mengandalkan jawaban pasien tanpa melakukan validasi secara objektif.
Penelitian ini disponsori, didesain, dan dianalisis bersama dengan AbbVie, sebuah perusahaan biofarmasi yang memproduksi elagolix, sehingga mungkin terdapat konflik kepentingan dalam penelitian ini.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Penelitian ini belum dapat diaplikasikan di Indonesia karena elagolix saat ini belum tersedia di Indonesia. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa elagolix secara signifikan menurunkan jumlah perdarahan menstruasi pada pasien dengan fibroid uterus ini cukup menjanjikan untuk diterapkan di Indonesia apabila elagolix sudah tersedia.
Namun, masih diperlukan studi lanjutan yang membandingkan elagolix dengan terapi medikamentosa lain atau dengan intervensi histerektomi jika ingin merekomendasikan elagolix sebagai terapi standar dalam penatalaksanaan menorrhagia pada fibroid uterus.
Penggunaan elagolix yang berpotensi menurunkan densitas tulang, perlu diberikan secara hati-hati di Indonesia mengingat ras Asia merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis. Perlu dilakukan penelitian lanjut yang melibatkan populasi Asia.