Indikasi dan Dosis Naltrexone
Indikasi naltrexone berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) adalah sebagai terapi pada ketergantungan alkohol dan opioid. Kombinasi naltrexone dan bupropion juga digunakan sebagai terapi obesitas. Naltrexone tidak memiliki efek yang bekerja cepat, sehingga tidak diberikan dalam kondisi overdosis.[1,9]
Berdasarkan rekomendasi American Psychological Association (APA), naltrexone dapat diberikan pada pasien dengan ketergantungan alkohol yang ingin mengurangi konsumsi alkohol, mencapai abstinentia, dan tidak merespon terhadap terapi nonfarmakologi. Naltrexone tidak diberikan pada pasien yang menggunakan opioid bersamaan dengan alkohol atau pasien yang mungkin akan membutuhkan opioid di masa depan.[15]
Dosis Oral
Dosis naltrexone oral pada gangguan penggunaan opioid dimulai dari dosis rendah 25 mg sekali sehari. Jika tidak ada gejala putus zat pada pasien, dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg sekali sehari. Naltrexone oral juga dapat diberikan dalam dosis alternatif:
- 50 mg setiap hari biasa dan 100 mg pada hari Sabtu
- 100 mg setiap 2 hari
- 150 mg setiap 3 hari
Kekurangan dari dosis alternatif ini adalah peningkatan risiko kerusakan hati dan penurunan efektivitas obat dalam dosis interval panjang. Dosis pemeliharaan naltrexone adalah 350 mg setiap minggu.[6,9]
Dosis injeksi
Dosis intramuskular adalah 380 mg setiap 4 minggu. Dosis 380 mg ini setara dengan dosis oral 50 mg.[10]
Modifikasi Dosis
Naltrexone dimetabolisme di hati dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat atau gangguan fungsi ginjal berat, naltrexone sebaiknya digunakan secara hati-hati.[11]
Gangguan Fungsi Hati
Naltrexone dimetabolisme di hati. Pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat, jumlah naltrexone terakumulasi dalam tubuh meningkat hingga 5–10 kali lipat. Studi mengenai penggunaan naltrexone pada pasien dengan gangguan hati berat atau sirosis hepatis yang memadai belum cukup. Oleh karena itu, naltrexone sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien ini.[2,9]
Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan fungsi ginjal tidak berpengaruh terhadap farmakokinetik dari naltrexone. Namun, pada gangguan ginjal berat, naltrexone sebaiknya tetap diberikan dengan hati-hati.[4,9]
Uji Naloxone
Untuk dapat menjalani terapi naltrexone, pasien disarankan melakukan uji naloxone terlebih dahulu. Pasien dengan ketergantungan opioid memerlukan periode detoksifikasi sebelum memulai naltrexone untuk mencegah gejala putus zat. Pasien harus terbebas dari opioid dalam jenis apapun selama 7–10 hari. Pasien dengan ketergantungan alkohol tidak membutuhkan uji naloxone dan bisa langsung mendapat terapi naltrexone.[1,11]
Naloxone adalah antagonis opioid yang bekerja dengan cepat sehingga dapat diberikan dalam kondisi overdosis. Uji naloxone dilakukan dengan cara menginjeksi 0,2 mg naloxone secara intravena dan mengamati pasien selama 30 detik untuk melihat adanya tanda gejala putus zat opioid. Jika tidak ada gejala, injeksi diulang dengan dosis 0,6 mg dan observasi selama 20 menit. Cara lain adalah dengan menginjeksikan naloxone subkutan dengan dosis 0,8 mg dan mengamati gejala putus zat selama 20 menit.[1,6]
Beberapa gejala putus zat meliputi mual muntah, berkeringat, disforia, dilatasi pupil, rinorea, piloereksi, nyeri sendi dan otot, serta ketidakstabilan tanda-tanda vital. Pemberian naloxone ulangan tidak perlu dilakukan jika sudah terdapat gejala putus zat sejak injeksi pertama. Hasil dari uji ini adalah:
- Adanya gejala putus zat menandakan tes positif dan pasien tidak disarankan untuk diberikan naltrexone
- Apabila tidak ditemukan gejala putus zat, naltrexone dapat diberikan selama tidak ada kontraindikasi
- Apabila hasil tes meragukan, ulangi dalam 24 jam[1,6]