Farmakologi Artesunate
Farmakologi artesunate adalah antimalaria yang bekerja dengan bereaksi dengan heme. Reaksi tersebut menghasilkan radikal bebas yang menghambat sintesis protein dan asam nukleat parasit Plasmodium selama semua tahap eritrositik.[1,2]
Farmakodinamik
Artesunate merupakan molekul semisintetik dari peroxide-bridged sesquiterpene lactone. Senyawa ini diketahui merupakan zat bioaktif dari Artemisia annua. Seperti obat-obat golongan artemisinin, artesunate mampu menghambat polimerisasi heme, menginduksi pembentukan molekul reactive oxygene species (ROS) yang bereaksi dengan molekul sekitar dan memicu destabilisasi membran parasit.[3,4]
Pemberian artesunate akan menyebabkan perubahan struktural eritrosit sehingga menurunkan kemampuan parasit aseksual yang berada pada fase eritrosit dan gametosit untuk bertahan hidup. Perbedaan artesunate dengan obat antimalaria lain adalah kemampuannya dalam membunuh parasit malaria yang berada dalam fase eritrosit.[4,8,9]
Farmakokinetik
Setelah pemberian 2,4 mg/kg artesunate secara injeksi, artesunate dengan cepat diubah menjadi DHA oleh esterase darah.[2]
Absorpsi
Segera setelah injeksi, artesunate akan dikonversikan menjadi dihidroartemisinin (DHA) oleh enzim esterase yang terdapat di darah yang memiliki waktu paruh sekitar 1 jam. Kadar plasma puncak artesunate adalah 3,3 µg/ml.[2,3]
Distribusi
Setelah proses absorpsi, 93% molekul dihidroartemisin maupun artesunate ditemukan terikat pada protein. Volume distribusi artesunate adalah 68,5 L.[2,3]
Metabolisme
Artesunate dimetabolisme via hidrolisis esterase-catalysed menjadi dihidroartemisinin (DHA). DHA merupakan bentuk metabolit aktif artesunate dan memiliki aktivitas antimalaria.[1,3]
Setelah artesunate terhidrolisis dengan enzim esterase plasma, DHA akan dimetabolisme di liver melalui proses glukoronidasi.[8,9]
Eliminasi
DHA diekskresikan ke urin dalam bentuk alfa dihidroartemisinin beta glukoronida. Waktu paruh artesunate adalah 0,3 jam. Klirens artesunate adalah sebesar 180 L/jam.[1-3,8,9]
Resistensi
Waktu paruh yang singkat menyebabkan injeksi artesunate harus dilakukan beberapa kali untuk menghasilkan luaran klinis yang baik. Namun demikian, hal tersebut berpotensi memicu terjadinya resistensi.[4]
Mutasi genetik yang melibatkan beberapa gen, seperti multidrug resistant 1 (pfmdr1), chloroquine resistance transporter (pfcrt), dan kelch13 (K13) adalah beberapa mekanisme resistensi artemisinin yang ditemukan pada daerah endemik. Beberapa studi pada hewan melaporkan adanya risiko resistensi silang yang melibatkan obat-obatan golongan kuinin, halofterine, dan amodiaquine.[2,4,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan