Pada pasien penyakit ginjal kronis, terdapat perubahan-perubahan metabolisme yang dapat menimbulkan masalah nutrisi yaitu cachexia atau kaheksia. Kondisi ini juga disebut sebagai protein energy wasting. Protein energy wasting adalah kondisi menurunnya cadangan protein dan energi dalam tubuh. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penurunan kapasitas fungsional tubuh, kualitas hidup, dan peningkatan morbiditas serta mortalitas pasien.[1-4]
Prevalensi protein energy wasting pada pasien penyakit ginjal kronis berkisar antara 20-30% dan prevalensinya lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu sebanyak 30-70%. Salah ciri yang dapat ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami protein energy wasting adalah penurunan berat badan, yang merupakan prediktor mortalitas pada penyakit ginjal kronis.[3,4]
Masalah Nutrisi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Faktor yang berperan pada proses terjadinya protein energy wasting antara lain berkurangnya asupan protein dan energi akibat anoreksia, peningkatan katabolisme protein, penurunan anabolisme, adanya inflamasi kronis, asidosis metabolik, dan ketidakseimbangan hormon.[2,5]
Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis juga mengalami peningkatan kehilangan protein (sebagian besar berupa asam amino) saat hemodialisis. Selain itu, saat hemodialisis pengeluaran energi meningkat sebesar 12-20% sehingga kebutuhan energi pasien lebih tinggi dari individu sehat. Oleh karena itu, terdapat panduan klinis diet untuk orang dengan penyakit ginjal kronis.[2,5]
Umumnya pasien dengan penyakit ginjal kronis mengonsumsi protein dan energi lebih rendah dari jumlah yang direkomendasikan, terutama pada hari dilaksanakan hemodialisis. Pasien yang menjalani hemodialisis seharusnya mengonsumsi protein sebanyak 1,1-1,4 g/kgBB/hari dan energi sebesar 30-40 kkal/kgBB/hari.[6,7]
Tata laksana gizi disarankan untuk dilakukan segera apabila asupan energi <30 kkal/kgBB/hari dan protein <1.0 g/kgBB/hari. Konseling gizi merupakan tata laksana awal yang murah untuk mencegah dan mengatasi protein energi wasting. Namun apabila konseling gizi tidak mampu meningkatkan asupan protein dan energi maka diberikan suplementasi nutrisi oral.[8]
Panduan Tatalaksana Suplementasi Nutrisi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis derajat 3-5 disertai atau berisiko mengalami protein energy wasting untuk mendapatkan suplementasi nutrisi oral selama minimal 3 bulan untuk memperbaiki status gizi bila dengan konseling gizi, asupan energi dan protein yang sesuai dengan kebutuhan pasien belum tercapai.[9]
KDOQI juga merekomendasikan suplementasi nutrisi oral sebaiknya diberikan 2-3 kali sehari dan pasien disarankan untuk mengonsumsi suplemen lebih baik 1 jam setelah makan daripada mengonsumsinya sebagai pengganti makanan untuk mengoptimalkan manfaat yang ingin didapatkan.[9]
Suplementasi nutrisi oral standar dapat menyediakan asupan energi mencapai 10 kkal/kgBB/hari dan protein 0,3-0,4 g/kgBB/hari apabila dikonsumsi 2 kali sehari. Sedangkan suplementasi nutrisi oral spesifik untuk penyakit ginjal memiliki kandungan kalori dan protein lebih tinggi yaitu 1.8-2.0 kkal/ml dan 70-81 g/L serta kandungan potassium, sodium, dan fosfor lebih rendah.[6]
Suplementasi Nutrisi Oral pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis
Terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang efikasi dan keamanan pemberian suplementasi nutrisi oral pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
Studi Retrospektif 2017
Penelitian retrospektif oleh Benner et al. pada tahun 2017 melibatkan 6748 pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan hipoalbuminemia (≤3,5 g/dL). Pasien terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan minimal 1 dosis suplementasi nutrisi oral dan kelompok tanpa suplementasi. Penelitian ini membandingkan luaran klinis berupa kematian pasien dan jumlah jadwal hemodialisis yang dilewatkan antara kedua kelompok.[10]
Setelah 8 bulan ditemukan bahwa angka kematian pada kelompok yang mendapatkan suplementasi yaitu sebesar 10,9 kematian per tahun. Angka kematian pada kelompok intervensi secara signifikan lebih rendah daripada angka kematian pada kelompok tanpa suplementasi yaitu 29,1 kematian per tahun, dengan hazard ratio (HR) = 0,31, 95% confidence interval (CI) [0.25; 0.39]; P <0,001.[10]
Selain itu, jumlah jadwal hemodialisis yang dilewatkan oleh kelompok yang mendapatkan suplementasi yaitu 1,35 per bulan. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan kelompok tanpa suplementasi yaitu 1.69 per bulan, dengan incidence rate ratio = 0,77, 95% CI [0.73; 0.82]; P<0,001.[10]
Tinjauan Sistematis Cochrane tahun 2020
Tinjauan sistematis Cochrane yang dilakukan pada tahun 2020 bertujuan untuk mengetahui manfaat dan bahaya pemberian suplementasi nutrisi oral berbasis protein untuk memperbaiki status nutrisi pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Tinjauan sistematis ini melibatkan 1278 pasien dari 22 penelitian yang membandingkan antara kelompok yang mendapatkan suplementasi nutrisi oral dengan kelompok yang mendapatkan plasebo atau tanpa perlakuan.[11]
Luaran klinis kadar albumin:
Hasil tinjauan sistematis tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan kadar albumin pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok placebo dengan hasil mean of difference (MD) 0,19 g/dL (95% CI 0,05-0,33; bukti dengan kekuatan moderat), tetapi ditemukan heterogenitas pada analisis gabungan (I2 = 84%). Perubahan kadar albumin didapatkan lebih tinggi terutama pada pasien hemodialisis (MD 0,28 g/dL, 95% CI 0,11-0,46; P = 0.001) dan malnutrisi (MD 0,31 g/dL, 95% CI 0,10-0,52; P = 0.003).[11]
Pada akhir intervensi, didapatkan peningkatan kadar albumin dengan MD 0,14 g/dL, 95% CI 0-0,27; bukti dengan kekuatan moderat), tetapi heterogenitas tinggi (I2 = 80%). Peningkatan albumin ini juga terutama lebih tinggi pada pasien hemodialisis (MD 0,21 g/dL, 95% CI 0,03-0,38; P = 0,02) dan malnutrisi (MD 0,25 g/dL, 95% CI 0,02-0,47; P = 0,03).[11]
Luaran klinis lainnya:
Pada luaran klinis lain seperti kadar prealbumin, lingkar lengan, berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan massa otot murni (lean mass) ditemukan perubahan/peningkatan, tetapi berdasarkan bukti dengan kekuatan yang lemah.[11]
Pengaruh suplementasi nutrisi oral berbasis protein terhadap kadar kalium, fosfat, protein C-reaktif, interleukin 6 juga tidak dapat ditentukan akibat bukti dengan kekuatan yang sangat lemah.[11]
Untuk luaran mengenai kualitas hidup dan mortalitas tidak dapat ditentukan karena tidak terdapat pada studi-studi yang dilibatkan dalam tinjauan sistematis.[11]
Profil keamanan:
Perbedaan risiko untuk terjadi intoleransi gastrointestinal antara kelompok intervensi dan kontrol ditemukan rendah atau tidak ada, dengan risk ratio (RR) 2,81 (95% CI 0,58-13,65; bukti dengan kekuatan rendah).[11]
Uji Acak Terkontrol 2021
Uji acak terkontrol oleh Limwannata et al. tahun 2021 membandingkan antara pasien yang mendapatkan suplementasi nutrisi oral khusus penyakit ginjal dan pasien yang hanya mendapat konseling gizi.[6]
Penelitian tersebut melibatkan 86 pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin 3 kali seminggu selama lebih dari 3 bulan dengan malnutrisi (kadar albumin serum <3,8 g/dL, asupan energi <25 kkal/kgBB/hari, asupan protein <1 g/kgBB/hari).[6]
Pasien dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pertama mendapatkan suplementasi nutrisi oral mengandung 370 kkal dengan 16,98 g protein (protein whey isolat 29,45%), kelompok kedua mendapatkan suplementasi nutrisi oral mengandung 370 kkal dengan 16,63 g protein (protein susu 27,34%), dan kelompok ketiga tidak diberikan suplementasi. Ketiga kelompok sama-sama mendapatkan konseling gizi.[6]
Hasil penelitian menunjukkan pemberian suplementasi nutrisi oral dapat memperbaiki status gizi serta asupan energi, protein, lemak, serat, dan magnesium tanpa mempengaruhi elektrolit serum secara signifikan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.[6]
Selain itu, kadar albumin dan prealbumin meningkat signifikan pada kelompok yang mendapatkan suplementasi nutrisi oral dengan kandungan protein 16,98g/370 kkal dan protein whey 29,45%.[6]
Studi oleh Patel et al tahun 2020
Suatu studi randomized cross over trial oleh Patel et al. pada tahun 2020 membandingkan rerata incremental area under the curve (iAUC) kadar glukosa darah pasien setelah diberikan tiga jenis suplementasi nutrisi oral, yaitu suplementasi nutrisi oral spesifik untuk penyakit ginjal, suplementasi nutrisi oral macronutrient-matched, dan suplementasi nutrisi oral standar. Pasien yang terlibat dalam penelitian adalah 16 pasien diabetes dengan status gizi normal yang menjalani hemodialisis 3 kali seminggu.[12]
Hasil penelitian menunjukkan rerata iAUC setelah diberikan suplementasi nutrisi oral spesifik untuk penyakit ginjal paling rendah rendah yaitu 87,9 ± 169,0 mmol/L per 3 jam, diikuti oleh suplementasi nutrisi oral macronutrient-matched 188,0 ± 127,5 mmol/L per 3 jam, kemudian suplementasi nutrisi oral standar yaitu 199,5 ± 169,2 mmol/L per 3 jam (F2,30 = 5,115, P = 0,012, partial n2 = 0,254).[12]
Hal tersebut dikarenakan kandungan karbohidrat yang telah dimodifikasi dalam suplementasi nutrisi oral spesifik untuk penyakit ginjal menjadi lebih resisten terhadap pencernaan enzim amilase menyebabkan pengeluaran glukosa yang lebih lambat.[12]
Selain itu juga terdapat kandungan serat berupa FOS yang tidak dicerna saat mencapai kolon namun terfermentasi membentuk asam lemak rantai pendek seperti asetat dan propionat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lemak.[12]
Kesimpulan
Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis berisiko tinggi mengalami protein energy wasting akibat ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan.
Berdasarkan beberapa penelitian yang ada, suplementasi nutrisi oral mungkin bermanfaat dalam memperbaiki status nutrisi dan aman bagi pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Meski demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut karena didapatkan beberapa studi memiliki risiko bias dan/atau tingkat bukti yang rendah-sedang.
Dalam praktik klinis, KDOQi merekomendasikan pemberian suplementasi nutrisi oral pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis derajat 3-5 bila capaian nutrisi belum terpenuhi setelah konseling gizi. Suplementasi nutrisi oral disarankan diberikan 2-3 kali sehari dan dikonsumsi 1 jam setelah makan.
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania Sutisna