Epidemiologi Alergi Makanan
Epidemiologi alergi makanan di dunia adalah sekitar 10%, dan terus meningkat. Anak-anak lebih sering mengalami alergi makanan daripada orang dewasa. Alergi makanan yang paling sering dijumlah adalah terhadap susu sapi, yaitu sekitar 2,5%. Biasanya, alergi terhadap susu dan telur akan hilang pada usia sekolah, tetapi alergi terhadap kacang-kacangan dan makanan laut tetap menetap seumur hidup.
Global
Alergi makanan merupakan masalah kesehatan serius yang cukup sering terjadi, terutama di negara maju. Prevalensi alergi makanan secara global diperkirakan mencapai 10%, dan terus meningkat dalam 2–3 dekade terakhir.[1]
Prevalensi alergi makanan sesungguhnya sulit untuk diketahui secara pasti, sebab baku emas pemeriksaan alergi makanan adalah dengan controlled food challenge, yang hanya dapat dikerjakan pada pusat kesehatan khusus. Makanan tersering yang menyebabkan alergi berat, antara lain kacang tanah, kacang pohon (tree nuts), ikan, makanan laut bercangkang, seafood, telur, susu, gandum, kedelai, dan biji-bijian.[1]
Anak-anak lebih sering mengalami alergi makanan dibandingkan orang dewasa, dengan prevalensi 8% dan 3,7%. Anak laki-laki lima kali lebih rentan mengalami alergi makanan dibandingkan anak perempuan. Sementara pada dewasa, perempuan justru lebih sering mengalami alergi dengan rasio 2:1. Pada anak-anak alergi yang paling ditemukan adalah terhadap susu sapi, yaitu 2,5%.[3,5]
Pada anak-anak, alergi terhadap susu dan telur dapat hilang di usia sekolah. Namun, jika menderita alergi terhadap kacang tanah, kacang-kacangan lain, atau makanan laut, biasanya alergi akan bertahan seumur hidup.[5,6]
Indonesia
Epidemiologi alergi makanan di Indonesia secara nasional belum ada. Namun, sebuah studi epidemiologi di Surabaya mendapatkan prevalensi atopik pada anak-anak usia sekolah sebesar 61%.[14]
Riwayat atopik, terutama dermatitis atopik merupakan faktor risiko terjadinya alergi. Hal ini diakibatkan oleh gangguan fungsi sawar kulit pada penderita dermatitis atopik. Alergen makanan yang masuk melalui kulit yang luka atau digaruk dapat menyebabkan gangguan toleransi makanan di saluran pencernaan.[1,14]
Mortalitas
Alergi makanan merupakan penyebab reaksi anafilaksis yang paling sering. Studi tahun 2020 di Inggris mendapatkan angka perawatan di rumah sakit akibat anafilaksis karena alergi makanan adalah 4,04 per 10.000 populasi per tahun. Kematian akibat anafilaksis terkait alergi makanan berkisar antara 0,2–0,3%. Reaksi anafilaksis berpotensi menyebabkan kematian, akibat edema laring, bronkospasme irreversible, hipotensi refrakter, atau kombinasi gejala.[5,15]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra