Etiologi Alergi Makanan
Etiologi alergi makanan disebabkan oleh respon sistem imun terhadap protein makanan. Reaksi alergi makanan akibat kandungan makanan non-protein lebih jarang dijumpai. Alergen makanan berupa glikoprotein larut air yang tidak dapat dipecah dan mudah bergerak melewati permukaan mukosa usus.
Seharusnya, setelah konsumsi makanan terjadi reaksi non-inflamasi yang dikenal sebagai toleransi oral. Namun, proses toleransi dapat terganggu sehingga muncul respon imun. Gangguan proses toleransi diduga disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik.
Terdapat lebih dari 170 bahan makanan yang dilaporkan dapat menyebabkan alergi, terutama golongan protein. Pada bayi dan anak kecil, bahan makanan yang sering menyebabkan alergi, antara lain susu, kedelai, telur, kacang, dan tepung. Pada remaja dan dewasa bahan makanan yang sering menyebabkan alergi adalah kacang, makanan laut bercangkang, dan seafood.[1,4]
Reaksi Silang
Reaksi silang atau cross reactivity terjadi akibat kemiripan bentuk protein antar jenis makanan. Misalnya, jika seseorang alergi terhadap susu sapi, kemungkinan juga alergi terhadap susu kambing. Beberapa jenis makanan yang sering menimbulkan reaksi silang, antara lain:
- Susu sapi dan susu kambing, lebih dari 90%
- Antar jenis ikan, lebih dari 50%
- Tepung dan produk tepung, 25%
- Susu sapi dan daging sapi sekitar 10%
- Telur dan daging ayam, kurang dari 5%
- Kedelai dan kacang-kacangan lainnya, kurang dari 5% [5]
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya alergi makanan terbagi menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi, seperti genetik, dan faktor yang dapat dimodifikasi, misalnya pola makan dan gaya hidup.
Faktor Risiko Tidak Dapat Dimodifikasi
Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain:
- Faktor genetik, misalnya memiliki lokus gen spesifik alergi kacang pada regio gen HLA-DR dan HLA-DQ
- Riwayat atopik, seperti asma atau dermatitis atopik, baik pada keluarga maupun pada pasien sendiri
- Jenis kelamin, yaitu anak laki-laki lebih berisiko mengalami alergi makanan. Namun pada populasi dewasa, perempuan lebih berisiko mengalami alergi makanan
- Ras, yaitu bahwa reaksi alergi lebih banyak ditemukan pada orang Asia dan kulit hitam dibanding kulit putih[12]
Faktor Risiko Dapat Dimofifikasi
Faktor risiko dapat dimodifikasi yang berperan dalam terjadinya alergi, antara lain:
- Pola makan, seperti kurang konsumsi antioksidan yang berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan, serta konsumsi vitamin D yang kurang atau berlebihan
Obesitas, yang menyebabkan keadaan inflamasi pada tubuh
- Gaya hidup, seperti higienitas yang kurang baik
- Waktu paparan terhadap makanan yang lebih lambat, sehingga meningkatkan risiko sensitisasi dan alergi[1,3]
Faktor yang Berhubungan dengan Keparahan Alergi
Tidak semua orang yang pemeriksaan IgE antibodi spesifik makanannya positif akan mengalami reaksi alergi setelah mengonsumsi makanan tertentu. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya gejala, antara lain jumlah dan sensitivitas sel mast yang ada pada saluran pencernaan, serta ambang aktivasi IgE dan sensitivitas jaringan target terhadap mediator sel mast.[1]
Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh, di antaranya penurunan ambang terhadap sel mast dan basofil, yang menyebabkan reaksi semakin berat, serta konsumsi alkohol, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), misalnya aspirin atau ibuprofen, siklus menstruasi, olahraga, dan infeksi virus. Sedangkan faktor risiko terjadinya reaksi alergi berat, seperti anafilaksis, di antaranya riwayat asma, riwayat anafilaksis, dan pemberian epinefrin yang terlambat.[1,6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra