Diagnosis Peripheral Artery Disease
Diagnosis peripheral artery disease (PAD) atau penyakit arteri perifer perlu dicurigai pada pasien yang mengalami gejala klaudikasio intermiten. Meski demikian, pada kebanyakan kasus, PAD bersifat asimtomatik atau menunjukkan gejala nonspesifik seperti ketidaknyamanan pada area tungkai, kaki, bokong, ataupun pinggang. Pemeriksaan ankle-brachial index (ABI) dapat membantu penegakan diagnosis, selanjutnya diperlukan angiografi untuk konfirmasi.[1-3,9]
Anamnesis
Sebagian besar kasus PAD bersifat asimtomatik. Pada kasus simtomatik, dapat terjadi klaudikasio, critical limb ischemia, atau acute limb ischemia.[2,3]
Nyeri Ekstremitas
Klaudikasio adalah rasa nyeri atau terbakar di otot tungkai yang muncul setelah berjalan beberapa saat dan berkurang saat istirahat. Nyeri tidak pernah muncul saat istirahat dan tidak memberat pada posisi tertentu. Lokasi nyeri dapat mengindikasikan lokasi lesi.
Klaudikasio timbul akibat kurangnya aliran darah ke otot relatif terhadap metabolismenya, yang mengakibatkan rasa sakit pada kelompok otot yang terkena. Klaudikasio intermiten lebih sering terjadi di betis, dan lebih jarang pada paha dan bokong, dicetuskan oleh aktivitas dan berkurang dengan istirahat.[2,3]
Tabel 1. Lokasi Lesi Peripheral Artery Disease dan Lokasi Nyeri
Lokasi Stenosis/Oklusi | Lokasi Nyeri |
Aorta | Gluteus bilateral, paha, betis |
Arteri iliaka komunis | Gluteus unilateral |
Femoral komunis | Paha unilateral |
Femoral superfisial | Betis unilateral |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, Alomedika, 2024.[2]
Lokasi nyeri dapat mengindikasikan lokasi lesi. Stenosis atau oklusi aorta umumnya menyebabkan klaudikasio gluteus bilateral, paha, dan betis. Oklusi arteri iliaka komunis, femoral komunis, dan femoral superfisial.[2]
Critical Limb Ischemia
Pada critical limb ischemia, dapat dijumpai ulserasi, gangren, atau nyeri kaki saat istirahat yang sudah berlangsung >2 minggu. Nyeri kaki seringkali resisten terhadap analgesik opioid dan umumnya pasien membiarkan kaki tergantung di ujung tempat tidur untuk meredakan nyeri.[2,3]
Acute Limb Ischemia
Pada acute limb ischemia, pasien mengeluhkan salah satu atau lebih gejala berikut yang terjadi mendadak: pain, pallor, pulseless, paraesthesia, paralysis, “perishingly” cold, dan klaudikasio yang memburuk tiba-tiba.[2,3]
Faktor Risiko
Evaluasi faktor risiko juga merupakan aspek yang penting. Faktor risiko umumnya mencakup diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, merokok dan usia di atas 65 tahun.[1-3]
Pemeriksaan Fisik
Beberapa temuan pemeriksaan fisik pada PAD adalah menghilangnya pulsasi ekstremitas bawah dan adanya bruit vaskular. Pada pasien dengan PAD ekstremitas bawah juga dapat ditemukan hilangnya rambut, kulit yang mengkilap, dan atrofi otot. Pada kasus yang lebih parah ditemukan adanya dependent rubor dan elevation pallor akibat gangguan autoregulasi arteriol dan kapiler kulit.
Pada beberapa kasus juga ditemukan luka yang sulit membaik atau gangren. Ulkus arterial ditandai dengan lesi punched-out dengan batas yang tegas. Pemeriksaan neurologis juga perlu dilakukan, khususnya untuk mengidentifikasi neuropati perifer, karena pasien PAD sering memiliki diabetes.[2,3]
Ankle Brachial Index
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan pada pasien suspek PAD adalah ankle brachial pressure index (ABI), yakni rasio tekanan darah pada kaki terhadap tekanan darah pada lengan. Nilai ABI ≤0,9 bersifat diagnostik untuk PAD. Namun, peningkatan palsu (>1,2) dan hasil yang unreliable dapat dijumpai pada pasien dengan diabetes dan gagal ginjal akibat kalsifikasi arteri. Perlu diingat bahwa nilai ABI normal pada kaki dengan tissue loss tidak dapat menyingkirkan critical limb ischemia.[2,3]
Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding untuk kasus nyeri ekstremitas bawah yang berhubungan dengan aktivitas, yakni lumbar spinal stenosis dan osteoarthritis.
Lumbar Spinal Stenosis
Lumbar spinal stenosis (LSS) merupakan penyempitan kanal spinal yang bersifat progresif. Gejala klinis klasik LSS adalah klaudikasio neurogenik (neurogenic claudication/NC) bilateral. Pada pasien dengan stenosis berat, dapat dijumpai kelemahan ekstremitas bawah dan anestesi regional.
Berbeda dengan klaudikasio vaskular pada PAD, nyeri NC memberat saat berdiri tegak dan berjalan menurun, serta berkurang saat berbaring telentang. Nyeri NC juga tidak memberat dengan bersepeda, berjalan mendaki, dan fleksi lumbal. Pasien LSS berusaha mengkompensasi gejala nyeri dengan memperlambat jalan, berpostur membungkuk, bersandar pada objek lain, atau membatasi jarak berjalan.[2,7]
Osteoarthritis
Gejala utama osteoarthritis adalah nyeri sendi yang memberat dengan aktivitas. Berbeda dengan klaudikasio pada PAD, nyeri pada osteoarthritis tidak segera menghilang dengan istirahat. Pada osteoarthritis juga ditemukan penurunan range of motion, krepitus, dan kaku sendi saat istirahat.[2,8]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa modalitas pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis PAD adalah USG dupleks (DUS), magnetic resonance angiography (MRA), digital subtraction angiography (DSA), dan computed tomography angiography (CTA).[1-3,9]
USG Dupleks (DUS)
USG dupleks (DUS) adalah pemeriksaan penunjang vaskular yang hemat biaya dan tidak memiliki komplikasi terkait kontras yodium dan radiasi ion, khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal. DUS dapat mendeteksi plak lipid, stenosis luminal, ketebalan dinding arteri, dan stenosis fokal intra-stent. DUS memiliki parameter peak systolic velocity (PSV) yang digunakan untuk menilai stenosis. PSV >2,4 merupakan indikator stenosis berat.[1,4]
Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Magnetic resonance angiography (MRA) dapat digunakan untuk memvisualisasi dan menilai derajat stenosis arteri. Namun, MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan stent intravaskular, alat pacu jantung, benda asing metalik, implan koklea, klip vaskular metalik, dan kawat gigi. Kontras dan radiasi ion yang digunakan pada MRA juga dapat mengakibatkan gangguan ginjal.
MRA memiliki sensitivitas 87,5-100% dan spesifisitas 76,5-98,5% pada arteri dengan stenosis >50%.[1,4]
Digital Subtraction Angiography (DSA)
Digital subtraction angiography (DSA) adalah pemeriksaan standar baku emas untuk memvisualisasi gangguan arteri yang lebih superior dibandingkan CTA dan MRA. Namun, DSA memerlukan waktu fluoroskopi yang lebih lama, serta dosis kontras dan radiasi yang lebih tinggi, dan seringkali dilakukan sebagai pemeriksaan lini kedua ketika MRA atau DUS menunjukkan hasil inkonklusif.
Terdapat dua teknik DSA, yakni proximal radial (PR-DSA) dan distal radial (DR-DSA). PR-DSA memerlukan dua akses dan memiliki insidensi komplikasi vaskular minor lebih tinggi, tetapi komplikasi perdarahan lebih rendah, biaya lebih murah, dan lebih mudah untuk melakukan kanulasi sebagai prosedur follow-up untuk menilai patensi lumen arteri. DR-DSA menggunakan pendekatan jaringan subkutan superfisial yang lebih kurang invasif, tetapi dapat mengakibatkan pseudoaneurisma dan hematom.[1,4]
Computed Tomography Angiography (CTA)
Computed tomography angiography (CTA) dapat memberikan hasil pencitraan resolusi tinggi untuk gangguan vaskular. Seperti DSA, CTA menggunakan kontras iodium, tetapi lebih kurang invasif, dengan risiko gangguan ginjal akibat kontras dan radiasi lebih rendah. CTA tetap dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal bila manfaat melebihi risiko.
Pada segmen aorta iliaca, CTA dapat diandalkan, tidak begitu invasif, dan sama efektifnya dengan DSA. Pada arteri dengan kalsifikasi, CTA kurang superior dibandingkan MRA untuk menggambarkan hasil pencitraan yang jelas tanpa artefak. Pada arteri popliteal, CTA dapat mengatasi keterbatasan anatomis fossa popliteal, seperti pada DUS dan MRA. Pada arteri tibialis, CTA dapat memberikan gambaran anatomi tiga dimensi beresolusi tinggi, tetapi kurang baik dalam memvisualisasi parameter hemodinamik.[1,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Imanuel Natanael Tarigan