Diagnosis Hematoma Subungual
Diagnosis hematoma subungual perlu dicurigai pada pasien dengan keluhan nyeri dan perubahan warna pada kuku, terutama setelah trauma. Pada kebanyakan kasus, diagnosis hematoma subungual mudah dikenali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan pencitraan dapat dilakukan pada kasus tertentu, misalnya jika dicurigai terdapat fraktur falang distal.[1-3]
Anamnesis
Pada kasus akut, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri berdenyut hebat pada jari tangan atau kaki yang terkena. Keluhan mayoritas terjadi setelah trauma pada kuku, misalnya setelah terjepit pintu, terbentur benda keras, atau tertimpa benda berat. Rasa nyeri diikuti dengan perubahan warna di bawah kuku, berupa area berwarna biru kehitaman atau biru keunguan.[1,5,13]
Pasien yang tidak menyadari pencetus terjadinya hematoma subungual biasanya disebabkan karena trauma bersifat ringan dan terjadi secara berulang. Kondisi ini sering ditemukan terutama pada pelari jarak jauh ataupun pada pasien yang memiliki kebiasaan menggunakan sepatu yang sempit.[1,14]
Pemeriksaan Fisik
Hematoma subungual dikategorikan menjadi dua, yaitu hematoma subungual sederhana dan kompleks. Bila lempeng kuku dan lipatan kuku masih utuh, maka kasus disebut sebagai hematoma subungual sederhana. Sementara itu, hematoma subungual kompleks biasanya disertai dengan adanya fraktur falang distal, avulsi kuku, atau avulsi ujung jari.[3,4]
Pemeriksaan fisik dimulai dengan melakukan inspeksi pada jari yang terkena, yaitu penilaian ukuran hematoma atau persentase kuku yang terlibat, serta penilaian terhadap struktur kuku dan kemungkinan cedera lain. Selanjutnya, pemeriksaan fungsi motorik, sensorik, dan vaskular juga perlu dilakukan.
Evaluasi motorik sendi interfalangeal distal (DIP) dilakukan dengan cara menahan falang medial dan meminta pasien melakukan gerakan ekstensi dan fleksi. Pemeriksaan fungsi sensorik dilakukan dengan meminta pasien untuk menutup kedua matanya dan merasakan sentuhan kapas yang diberikan pada kulit secara halus. Fungsi sirkulasi dievaluasi dengan menghitung capillary refill time (CRT) pada jari yang cedera.
Semua pemeriksaan ini harus dibandingkan dengan sisi kontralateralnya. Beberapa pasien mungkin memerlukan blok saraf digital pada pangkal jari yang cedera sebelum dilakukan pemeriksaan.[1,2,4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hematoma subungual mencakup nevus pada kuku, melanonychia, dan melanoma subungual.
Nail Bed Nevus
Nail bed nevus merupakan lesi berpigmen akibat adanya proliferasi melanosit di dermis bantalan kuku. Lesi terlihat sebagai makula kecil berwarna biru tua atau biru kehitaman, namun dapat juga dapat terlihat sebagai papul berbentuk kubah.
Umumnya, lesi ini bersifat jinak dan kongenital, namun bisa juga didapat terutama bila terjadi proses inflamasi yang dapat menginduksi proliferasi melanosit. Berbeda dengan hematoma subungual, lesi ini berkembang secara perlahan dan tidak nyeri.[15]
Longitudinal Melanonychia (LM)
Longitudinal melanonychia merupakan garis hitam pada lempeng kuku yang muncul secara vertikal, dimulai dari matriks kuku dan memanjang di sepanjang kuku. Karakteristik klinisnya yaitu dapat ditemukan pada satu atau beberapa jari, berwarna coklat muda hingga hitam, lebar berkisar 2–4 mm, serta memiliki batas yang jelas ataupun buram.
Longitudinal melanonychia terjadi akibat adanya peningkatan deposit melanin pada lempeng kuku. Kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma kronis, terutama bila ditemukan pada ibu jari kaki, serta beberapa penyakit endokrin seperti Addison disease, Cushing syndrome, dan hipertiroidisme.[16]
Melanoma Subungual
Melanoma subungual merupakan suatu keganasan pada kuku yang terjadi akibat adanya peningkatan produksi melanin oleh melanosit. Melanoma subungual tampak sebagai lesi pigmentasi ireguler berwarna coklat kehitaman pada bantalan kuku. Kondisi ini ditandai dengan perubahan yang cepat pada kuku diikuti rasa nyeri akibat adanya destruksi pada jaringan kuku sekitar.
Salah satu indikator penting dalam menegakkan diagnosis melanoma subungual, yaitu Hutchinson’s sign yang merupakan perubahan warna periungual yang terjadi pada lipatan kuku proksimal atau lateral.[23]
Splinter Hemorrhage
Splinter hemorrhage merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Kondisi ini tampak sebagai garis-garis tipis yang memanjang, biasanya 1–3 mm, berwarna coklat kemerahan bila perdarahan masih segar dan berwarna hitam bila perdarahan sudah terjadi selama beberapa hari.
Penyebabnya sangat bervariasi, mulai dari trauma, psoriasis kuku, ataupun penyakit infeksi. Pada kasus trauma, umumnya perdarahan terjadi pada 1 jari saja, namun bila terjadi pada beberapa jari biasanya disebabkan karena adanya kondisi sistemik yang menyertai.[18,19]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Meski begitu, pemeriksaan penunjang bisa bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding atau mengevaluasi kondisi lain yang menyertai seperti adanya fraktur.
Prosedur Haneke
Prosedur Haneke dilakukan untuk membantu membedakan hematoma subungual dan melanoma subungual secara klinis. Prosedur ini dilakukan dengan cara merendam kuku pada air hangat selama 20–30 menit. Setelah itu, dilakukan penusukan sedalam 3 mm pada kuku yang telah melunak dan dilakukan pengambilan sampel pada kuku yang menjalani trepinasi.
Sampel diletakkan pada gelas objek dan dicampur dengan air. Ketika terjadi perubahan warna pada hemoccult stick yang dicelupkan pada sampel, hal ini mengindikasikan adanya hematoma. Namun, penegakkan diagnosis tidak boleh dilakukan secara terburu-buru karena melanoma subungual dapat berdarah apabila terjadi invasi pada bantalan kuku.[20]
Dermoskopi
Dermoskopi merupakan alat diagnostik non-invasif yang sering digunakan dalam praktik dermatologi sehari-hari. Hematoma subungual pada pemeriksaan dermoskopi terlihat sebagai area berwarna ungu kehitaman, memiliki pola homogen, pola globular, pola goresan, peripheral fading, dan perdarahan periungual.[21,22]
Ultrasound
Point of Care Ultrasound (POCUS) terutama digunakan bila dicurigai adanya cedera jaringan lunak yang signifikan dan fraktur falang distal.[1,4]
Rontgen
Jika mekanisme cedera dan gambaran klinis menunjukkan adanya kemungkinan fraktur falang distal, maka pemeriksaan penunjang seperti rontgen anteroposterior, lateral, dan oblik dapat digunakan untuk evaluasi lebih lanjut.[4,5]