Penatalaksanaan Acne Vulgaris
Penatalaksanaan acne vulgaris atau jerawat bertujuan untuk mengatasi faktor-faktor patogenesis jerawat, yakni hiperproliferasi folikel, produksi sebum berlebih, infeksi Cutibacterium acnes, dan inflamasi. Terapi jerawat meliputi obat topikal dan sistemik, yang ditentukan berdasarkan derajat keparahan jerawat.[2,5]
Pembahasan mengenai derajat keparahan jerawat dapat ditinjau kembali di halaman diagnosis. Di Indonesia, penentuan tata laksana jerawat biasanya didasarkan pada klasifikasi keparahan jerawat menurut Lehmann et al. seperti pada tabel di bawah.[5]
Tabel 2. Pengobatan Acne Vulgaris berdasarkan Derajat Keparahan
Penatalaksanaan | Derajat ringan | Derajat sedang | Derajat berat |
Lini pertama | Retinoid topikal atau kombinasi* | Retinoid topikal + antimikroba topikal atau kombinasi* | Antibiotik oral + retinoid topikal ± benzoyl peroxide atau kombinasi* |
Lini kedua | Dapsone topikal atau azelaic acid atau salicylic acid | Dapsone topikal atau azelaic acid atau salicylic acid | Antibiotik oral + retinoid topikal ± benzoyl peroxide atau kombinasi* |
Terapi lain | Ekstraksi komedo | Laser atau light therapy atau photodynamic therapy | Ekstraksi komedo, laser atau light therapy atau photodynamic therapy |
Terapi pemeliharaan | Retinoid topikal ± benzoyl peroxide atau kombinasi* | Retinoid topikal ± benzoyl peroxide atau kombinasi* | Retinoid topikal ± benzoyl peroxide atau kombinasi* |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2021[5]
*Obat kombinasi dapat berupa benzoyl peroxide dan eritromisin, benzoyl peroxide dan clindamycin, benzoyl peroxide dan adapalene, atau tretinoin dan clindamycin.
Terapi Topikal untuk Acne Vulgaris
Terapi topikal pada jerawat meliputi pemberian retinoid topikal dan antibiotik topikal, termasuk benzoyl peroxide.
Retinoid Topikal
Retinoid topikal bersifat komedolitik dan antiinflamasi, sehingga dapat menghambat hiperproliferasi folikel dan hiperkeratinisasi, serta mengurangi lesi inflamasi. Retinoid topikal sebaiknya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk lesi jerawat komedo maupun lesi inflamasi, lalu diteruskan sebagai terapi pemeliharaan untuk menghambat pembentukan mikrokomedo di kemudian hari.[2,6]
Retinoid topikal lainnya yang sering diresepkan adalah adapalene, tazarotene, dan tretinoin. Umumnya, retinoid diaplikasikan sekali sehari tetapi dosis bisa dikurangi jika terjadi iritasi. Iritasi kulit akibat retinoid topikal dapat berupa pengelupasan dan kemerahan, yang sering terjadi di awal penggunaan tetapi umumnya sembuh sendiri setelah beberapa minggu.
Retinoid topikal juga membuat stratum corneum menipis. Hal ini dihubungkan dengan sensitivitas terhadap sinar matahari. Pasien perlu diedukasi untuk menggunakan tabir surya ketika menggunakan retinoid topikal.[2,4]
Antibiotik Topikal
Antibiotik topikal terutama digunakan untuk mengatasi C. acnes dan dapat bersifat antiinflamasi. Semua antibiotik topikal berisiko menimbulkan resistensi bakteri. Antibiotik topikal yang sering digunakan pada jerawat adalah clindamycin, eritromisin, dapsone, dan minosiklin.[2]
Dapsone topikal adalah antibiotik yang lebih bar. Obat ini memiliki sediaan 5% untuk penggunaan dua kali sehari dan 7,5% untuk penggunaan sekali sehari. Dapsone topikal terbukti efektif untuk tata laksana jerawat derajat ringan hingga sedang.[2]
Resistensi antibiotik umum dijumpai dan dapat mengancam keberhasilan terapi. Karena itu, pemberian antibiotik topikal sebaiknya dikombinasi dengan retinoid topikal untuk mengatasi lebih banyak lesi dan mengurangi durasi terapi antibiotik. Antibiotik topikal juga sebaiknya dikombinasi dengan antibakteri benzoyl peroxide untuk mengurangi kemungkinan resistensi.[2,4]
Terapi Sistemik untuk Acne Vulgaris
Terapi sistemik pada jerawat meliputi antibiotik oral, terapi hormonal, dan isotretinoin.
Antibiotik Oral
Antibiotik sistemik adalah terapi utama untuk jerawat inflamasi derajat sedang hingga berat. Antibiotik yang umum diresepkan untuk jerawat adalah kelompok tetrasiklin, seperti doksisiklin dan minosiklin. Antibiotik lainnya seperti cotrimoxazole, eritromisin, dan azithromycin dilaporkan efektif juga mengatasi jerawat.[2]
Namun, resistensi C. acnes semakin sering dijumpai seiring beragamnya kelompok antibiotik yang digunakan. Efek samping yang dapat terjadi akibat antibiotik oral adalah kandidiasis vaginal, fotosensitivitas (doksisiklin), serta deposit pigmen pada kulit, gigi, dan membran mukosa (minosiklin).[2]
Terapi Hormonal
Beberapa terapi hormonal dapat mengatasi jerawat. Estrogen menghambat produksi androgen di ovarium dengan menekan pelepasan gonadotropin, sehingga produksi sebum berkurang. Kontrasepsi oral juga meningkatkan sintesis globulin yang berikatan dengan hormon seks di hepar, sehingga mengurangi kadar testosteron bebas dalam darah.[2]
Spironolakton juga dapat digunakan untuk manajemen jerawat meskipun tidak mengandung hormon. Spironolakton (25 mg/hari) mengikat reseptor androgen dan mengurangi produksi androgen yang dapat memicu jerawat. Namun, spironolakton memiliki efek samping seperti pusing, breast tenderness, dan dysmenorrhea. Spironolakton tidak dianjurkan pada kehamilan karena berisiko menimbulkan feminisasi janin laki-laki.[2,6]
Isotretinoin
Isotretinoin adalah retinoid sistemik yang sangat efektif mengatasi jerawat derajat berat yang rekalsitran. Isotretinoin bekerja dengan cara menormalkan diferensiasi epidermis, mengurangi ekskresi sebum hingga 70%, memberi efek antiinflamasi, dan mengurangi populasi C. acnes.[2]
Terapi isotretinoin dimulai dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 4 minggu dan bisa ditingkatkan sesuai toleransi pasien hingga dosis kumulatif 120–150 mg/kgBB. Sebagian pasien hanya memerlukan satu siklus terapi isotretinoin oral untuk mencapai remisi penuh, sementara sebagian pasien memerlukan siklus tambahan. Pemberian isotretinoin yang dipadukan dengan steroid di awal terapi dapat bermanfaat pada kasus derajat berat untuk mencegah jerawat bertambah parah.[2]
Isotretinoin bersifat teratogenik, sehingga tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Pasien wanita usia subur wajib menjalani konseling kontrasepsi dan menunjukkan dua hasil tes kehamilan negatif sebelum memulai terapi. Sebelum terapi, lakukan pemeriksaan profil lipid, transaminase hepar, dan darah lengkap. Profil lipid, tes kehamilan, dan tes fungsi hepar perlu diulang setiap bulan selama dosis isotretinoin masih berubah.[2]
Efek samping isotretinoin meliputi kulit kering, mata kering, nyeri otot, nyeri kepala, dan efek samping psikiatri seperti perubahan suasana hati. Selama konsumsi isotretinoin, pasien berisiko mengalami penyembuhan luka abnormal dan pertumbuhan jaringan granulasi berlebih setelah tindakan seperti dermabrasi atau laser resurfacing.[2]
Prosedur Bedah untuk Acne Vulgaris
Beberapa prosedur untuk mengatasi jerawat adalah injeksi steroid intralesi (untuk lesi inflamasi besar), ekstraksi komedo, peeling superfisial menggunakan salicylic acid, glycolic acid, asam mandelat, dan terapi laser. Saat ini diperlukan studi lebih lanjut dalam membandingkan efektivitas salicylic acid dengan asam mandelat. Adapun, salah satu bentuk terapi laser adalah photodynamic therapy (PDT).[2]
Namun, menurut rekomendasi American Academy of Dermatology, belum ada cukup bukti untuk merekomendasikan penggunaan prosedur-prosedur tersebut (laser, peeling) sebagai tata laksana rutin jerawat.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari