Penatalaksanaan Tinea Pedis
Penatalaksanaan tinea pedis atau athlete’s foot meliputi pengendalian faktor risiko dan pemberian antifungal seperti terbinafine, miconazole, ketoconazole. Pengendalian faktor risiko sangat penting karena meskipun terapi antifungal sudah tepat dan tuntas, reinfeksi dapat terjadi kembali. Nystatin topikal tidak efektif untuk terapi infeksi dermatofita seperti tinea pedis.[2,23]
Antifungal Topikal
Antifungal topikal merupakan pilihan awal dalam tatalaksana tinea pedis. Pilihan antifungal topikal meliputi golongan allylamine seperti terbinafine dan butenafine, golongan azol seperti miconazole, ketoconazole, clotrimazole, dan luliconazole. Siklopiroksolamin seperti ciclopirox dan golongan thiocarbamic acid seperti tolnaftate dan liranaftate are also used. Pada penelitian, terbinafine dinilai menghasilkan perbaikan klinis absolut sebesar 2-8% lebih tinggi dibandingkan antifungal topikal lainnya.[4,7,12,14]
Golongan Azol dan Golongan Allylamine
Berdasarkan panduan tatalaksana di Jepang, golongan azol selain mempunyai antimikotik spektrum luas, juga mempunyai efek antiinflamasi dan antimikrobial.
Antifungal topikal lini pertama yang dipakai di Indonesia adalah golongan allylamine, sementara golongan azol dipakai sebagai lini pertama pada beberapa negara lain. Beberapa sediaan, dosis, dan durasi pemakaian antifungal topikal untuk tinea pedis yang tersedia di Indonesia telah disebutkan pada Tabel 1.[2-5,8,15]
Tabel 1. Sediaan, Frekuensi dan Durasi Pemakaian Antifungal Topikal.
Sumber: dr. Gabriela, Alomedika.[2-5]
Antifungal topikal dioles melebihi area lesi yang terlihat dan harus tetap digunakan meski terdapat perbaikkan lesi kulit secara klinis dan/atau bila dilakukan pemeriksaan mikroskopik langsung menunjukkan hasil konversi fungi negatif.[2,3]
Menurut panduan tatalaksana tinea pedis di Jepang, pemberian antifungal topikal sebaiknya diteruskan hingga minimal 2 bulan pada tinea pedis interdigital, 3 bulan pada tipe vesikobulosa dan 6 bulan pada tipe hiperkeratotik kronis.[3]
Antifungal Sistemik
Antifungal sistemik dapat diberikan pada pasien yang tidak respons terhadap antifungal topikal (kasus refrakter), dengan tinea pedis tipe hiperkeratotik, atau mengalami dermatitis setelah penggunaan antifungi topikal. Pada kasus tinea pedis dengan lesi ekstensif dapat langsung diberikan antifungal sistemik tanpa menggunakan antifungal topikal dahulu.[2,3,12]
Penggunaan antifungal sistemik dipertimbangkan pada tinea pedis tipe hiperkeratotik karena cenderung resisten terhadap antifungi topikal. Antifungal sistemik juga dipertimbangkan pada kasus tinea pedis dengan lesi erosi berat, maserasi, dermatitis kontak, atau disertai infeksi sekunder.[2,3]
Beberapa antifungal sistemik yang dapat diberikan pada pasien dewasa dan tersedia di Indonesia adalah terbinafine 1x250 mg/hari, selama 2 minggu atau itraconazole 2x200mg/hari selama 3 minggu. Ibu hamil dapat diberika antifungal sistemik pilihan yaitu terbinafine, meski lebih dianjurkan menggunakan antifungal topikal.[2,4]
Meski fluconazole dan griseofulvin tersedia di Indonesia, namun jarang digunakan pada pasien tinea pedis. Fluconazole 150 mg dapat diberikan sekali seminggu dan dikonsumsi selama 2-6 minggu. Pemberian griseofulvin pada dewasa biasanya diberikan selama 4-8 minggu.[2,3,12]
Pilihan dan dosis antifungal sistemik pada anak berbeda dengan dewasa. Terbinafine dapat diberikan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Itraconazole diberikan dalam dosis 3-5mg/kgBB/hari. Durasi pemberian antifungal sistemik anak sama dengan dewasa.[2,4]
Resistensi
Resistensi terhadap pengobatan infeksi jamur dermatofita dapat terjadi akibat adanya mutasi gen tertentu sehingga perbaikan klinis tidak tercapai. Saat ini mayoritas kasus dermatofitosis, terutama akibat infeksi Trichophyton sp., tidak berespon terhadap pemberian terbinafine akibat mutasi gen squalene oxidase sehingga menjadi perhatian penting dalam tatalaksana dermatofitosis.
Dugaan resistensi terhadap terbinafine perlu dipikirkan apabila tidak ada perbaikan klinis selama 2–4 minggu sehingga pemeriksaan kultur disertai resistensi obat antifungal perlu dilakukan. Beberapa pilihan terapi berdasarkan laporan kasus apabila ditemukan infeksi jamur yang resisten terhadap terbinafine adalah itraconazole 100 mg per hari selama 3 minggu.[18]
Kombinasi Antifungal Topikal dan Sistemik
Menurut konsensus di India, terapi kombinasi topikal dan sistemik disarankan pada semua pasien dengan tinea pedis rekuren, persisten, relaps, dan kronis (rekalsitran). Dalam pemberian terapi kombinasi antara topikal dan sistemik, direkomendasikan untuk memilih golongan obat yang berbeda, misalkan golongan azol topikal dan terbinafine oral.[2,23]
Terapi Lainnya
Pemberian antihistamin seperti cetirizine dan loratadine dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi rasa gatal. Pasien dengan tinea pedis hiperkeratosis kronis dapat diberikan gabungan antifungal dan asam salisilat untuk menghancurkan keratosis.[12,2]
Terapi yang Tidak Efektif
Nystatin merupakan terapi yang efektif untuk infeksi kulit oleh Candida sp., namun tidak efektif pada infeksi yang disebabkan oleh dermatofita, contohnya tinea pedis. Kortikosteroid topikal juga tidak direkomendasikan sebagai terapi kombinasi pada tinea pedis karena dinilai tidak bermanfaat.[12,25]
Penggunaan kortikosteroid dengan potensi sedang-tinggi seperti betamethasone tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan atrofi kulit. Kortikosteroid topikal dapat diberikan bila pasien mempunyai lesi kulit inflamatorik dengan pruritus hebat.[25]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah