Patofisiologi Atresia Esofagus
Patofisiologi atresia esofagus sebagai kelainan kongenital berhubungan dengan defek dalam perkembangan foregut menjadi esofagus serta trakea secara sempurna pada usia kehamilan 4–5 minggu.
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital, sehingga untuk mengerti mengenai patofisiologinya, perlu terlebih dahulu mengerti mengenai embriologi pembentukan esofagus dan trakea.
Embriologi Pembentukan Esofagus dan Trakea
Esofagus dan trakea berkembang dari satu struktur embrionik yang sama yaitu anterior foregut tube. Bakal sistem respirasi muncul dan berkembang ketika laryngotracheal groove muncul dari bagian ventral post–pharyngeal foregut. Pemanjangan bagian kaudal dari laryngotracheal groove bersama dengan undivided foregut menghasilkan bakal laring dan trakea.[6]
Percabangan bagian paling posterior primordium respiratorik berkembang menjadi paru dan bronkus. Segera setelah terbentuk percabangan bronkopulmonal, bagian dorsal dari bagian esofagus pada foregut tube mulai berpisah dari bagian ventral, yang merupakan komponen trakea, dengan gelombang morfogenesis yang berjalan dari kaudal ke arah kranial sepanjang foregut.[6]
Patofisiologi Terjadinya Atresia Esofagus
Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula (TEF) adalah kelainan kongenital yang terjadi akibat posisi abnormal septum trakeoesofageal, sehingga tetap terjadi hubungan antara ruang esofagus dan trakea lewat fistula disertai terbentuknya atresia esofagus.
Sekitar setengah dari seluruh bayi yang menderita atresia esofagus dan TEF juga memiliki kelainan kongenital lainnya, dengan kelainan bawaan terbanyak adalah malformasi kardiak. Kelainan atresia esofagus terisolasi tanpa fistula dapat terjadi ketika esofagus tidak berhasil membuat rekanalisasi saat perkembangan janin di minggu ke–8.[7,8]
Patofisiologi Terjadinya Gejala pada Atresia Esofagus
Proses patofisiologi terjadinya atresia esofagus dimulai sejak di dalam kandungan. Adanya saluran esofagus yang tidak paten menyebabkan janin tidak dapat menelan cairan amnion terutama pada keadaan atresia esofagus tanpa fistula. Kondisi ini akan mengakibatkan komplikasi polihidramnion pada ibu.[1]
Polihidramnion dapat meningkatkan risiko persalinan preterm. Selain itu, janin yang tidak dapat menelan cairan amnion dengan baik akan mengalami kekurangan nutrisi untuk tumbuh kembangnya, sehingga janin dapat mengalami intrauterine growth restriction (IUGR).[1]
Setelah bayi dengan atresia esofagus lahir, bayi akan tampak mengeluarkan saliva secara berlebihan karena saluran esofagus yang tidak paten sehingga saliva tidak dapat tertelan. Bila tidak diketahui oleh orang tua kemudian bayi disusui, bayi umumnya akan tersedak karena air susu hanya terkumpul pada pouch atresia. Bila terdapat tracheoesophageal fistula (TEF) pada bayi, maka bayi akan mengalami risiko aspirasi akibat air susu yang mengalir melalui TEF langsung ke paru–paru bayi.[3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli