Patofisiologi Anemia Sideroblastik
Patofisiologi anemia sideroblastik melibatkan gangguan sintesis heme dari zat besi, sehingga terjadi penumpukan zat besi dan membentuk kompleks abnormal ring sideroblast. Anemia sideroblastik terbagi menjadi dua jenis, yaitu kongenital maupun didapat. Kedua tipe ini sama-sama mengakibatkan gangguan sintesis protein pada mitokondria sel darah merah.[6]
Gangguan Sintesis Heme pada Anemia Sideroblastik
Gangguan sintesis heme pada anemia sideroblastik dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme yang telah diidentifikasi antara lain gangguan sintesis protein sitosolik dan mitokondria yang penting dalam sintesis heme, serta gangguan jalur transpor dan kombinasi pasangan gugus besi-Sulfur (Fe-S) sehingga proses transportasinya terganggu.
Gangguan mekanisme sintesis heme ini akan menyebabkan terbentuknya granul zat besi abnormal yang seharusnya diubah menjadi protoporphyrin IX (PPIX) di mitokondria sel prekursor darah merah, yang selanjutnya akan berujung pada kegagalan sintesis heme. Bahan baku heme, yaitu zat besi akan menumpuk dan membentuk kompleks ring sideroblast.[6,8,9]
Efek Defisiensi Heme Selular
Defisiensi heme selular yang berguna dalam pembentukan hemoglobin mengakibatkan terhentinya maturasi sel darah merah dan terjadi akumulasi sideroblast. Sel darah merah yang matur tanpa hemoglobin adekuat akan beradaptasi dengan cara mengecilkan volumenya (low mean corpuscular volume/ MCV) agar kondisi homeostasis mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) tetap terjaga.
Selanjutnya kondisi hipoksik akibat anemia sideroblastik akan merangsang eritropoietin untuk mempercepat pelepasan retikulosit dari sumsum tulang yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah eritrosit di peredaran darah. Namun, beberapa eritrosit yang terbentuk adalah eritrosit abnormal dengan penampakan makrositik, meskipun juga akan ditemukan bentukan normositik apabila kadar heme terpenuhi.[9]
Anemia Sideroblastik Kongenital Sindromik dan Nonsindromik
Berdasarkan manifestasi klinisnya, anemia sideroblastik kongenital juga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sindromik dan nonsindromik. Anemia sideroblastik kongenital sindromik ditandai dengan adanya gangguan sistemik lainnya selain hematologis, yaitu adanya imunodefisiensi sel B, demam periodik, dan keterlambatan tumbuh kembang pada usia kanak-kanak. Pasien juga dapat mengalami abnormalitas sistem saraf pusat, tuli sensorineural, ataupun kardiomiopati.[6]