Penatalaksanaan Leukemia
Penatalaksanaan leukemia pada umumnya meliputi kemoterapi, antibodi monoklonal, dan transplantasi stem sel hematopoietik. Namun, penatalaksanaan leukemia sangat bervariasi berdasarkan pada progresivitas, jenis atau subtipe leukemia, dan faktor risiko pasien seperti usia, kondisi infeksi, dan komorbiditas. Pasien dengan leukemia akut maupun kronis harus dirujuk ke ahli hematologi-onkologi untuk memulai terapi.[1,2,5,8]
Kemoterapi
Kemoterapi induksi pilihan untuk leukemia akut umumnya adalah regimen sitarabin dan daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m² yang diberikan secara infus kontinu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m²/hari intravena selama 3 hari. Sekitar 60% pasien dengan leukemia akut jenis myeloid dilaporkan mengalami remisi komplit dengan kemoterapi regimen sitarabin dan daunorubisin.[18,28]
Sementara itu, beberapa kemoterapi kombinasi yang direkomendasikan untuk pasien dengan leukemia kronis, yaitu:
Siklofosfamid, vinkristin, dan prednisone (CVP)
- Siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, dan prednisone (CHOP)
- Siklofosfamid, vinkristin, fludarabine, siklofosfamid (FC)
- Fludarabine, siklofosfamid, mitoxantrone (FCM)[26,28-30]
Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal seperti imatinib merupakan terapi pilihan untuk Chronic Myeloid Leukemia (CML) karena imatinib dapat menginduksi respons hematologi lengkap pada hampir semua pasien dan menyebabkan respons sitogenetik yang tinggi.[28,29]
Dosis imatinib untuk terapi primer yang direkomendasikan adalah 400 mg/hari secara oral, khususnya pada pasien dengan CML Ph1-positif yang baru didiagnosis pada fase kronis.[28,29]
Tingkat respons sitogenetik lengkap pada imatinib adalah sebesar 70% dan perkiraan tingkat kelangsungan hidup 3 tahun pada pasien CML yang menerima terapi imatinib adalah sebesar 94%.[28-30]
Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang alogenik diindikasikan pada pasien leukemia dengan tipe ALL yang memiliki risiko tinggi relapse. Tidak hanya pada ALL, pada jenis leukemia dengan risiko tinggi yang relapse seperti adanya kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL, hiperleukositosis, dan kegagalan dalam mencapai remisi komplit, transplantasi sumsum tulang juga diindikasikan.[29-31]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada leukemia diperlukan bagi pasien dengan komplikasi kritis ataupun tanda kegawatdaruratan pada leukemia seperti adanya distress ataupun insufisiensi respirasi. Kondisi tersebut dapat menyebabkan gagal napas dan adanya fokus infeksi yang dapat menyebabkan sepsis maupun leukositosis.[28,31]
Pasien leukemia dengan komplikasi kritis umumnya membutuhkan perawatan di ruang Intensive Care Unit (ICU). Manajemen suportif berupa pemberian cairan dan elektrolit, penggunaan ventilator, pemberian antibiotik, obat antiaritmia, maupun vasopressor bila dibutuhkan.[28,31]
Follow-Up
Pasien leukemia yang telah menjalani terapi awal dan menunjukkan respons komplit maupun parsial terhadap pengobatan yang telah diberikan akan menjalani pemeriksaan berkala setiap 6 bulan atau lebih sering selama 1 tahun pertama. Kemudian pasien dapat menjalani pemeriksaan berkala kembali setiap 3–6 bulan selama 4 tahun berikutnya.[31,32]
Follow-up meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi apus darah tepi. Tujuan dari follow-up pasien leukemia untuk mendeteksi kemungkinan kambuhnya kembali leukemia yang paling besar terjadi pada beberapa tahun pertama setelah pengobatan berakhir.[31,32]
Penulisan pertama oleh: dr. Tanessa Audrey Wihardji