Diagnosis Cedera Hamstring
Diagnosis cedera hamstring atau hamstring injury ditegakkan dari anamnesis untuk mengetahui berat-ringan gejala, mekanisme cedera, dan menyingkirkan diagnosis banding. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan kekuatan otot, range of motion, dan palpasi untuk mengetahui lokasi robekan. Pemeriksaan penunjang dapat berupa rontgen untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur patologis, ultrasonografi, dan MRI.
Anamnesis
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien dengan cedera hamstring adalah nyeri paha belakang. Karena nyeri yang ditimbulkan akan tampak perubahan gait pasien.
Onset nyeri dan kelemahan paha belakang yang muncul pada cedera hamstring terjadi saat melakukan gerakan eksplosif. Pasien kadang mendengar suara khas “pop” saat kejadian. Pasien dapat merasakan nyeri saat duduk, berjalan menanjak, atau naik tangga. Keluhan nyeri lebih dirasakan saat berdiri sempurna, dan saat menekuk sendi lutut dan sendi pinggul bersamaan.
Pasien tidak mampu mengontrol tungkai secara penuh. Pasien kadang mengeluhkan muncul bengkak dan memar kebiruan pada area yang sakit. Pada beberapa pasien juga bisa mengeluhkan rasa gatal dan terbakar paha belakang.[3,13,14]
Pemeriksaan Fisik
Dari inspeksi bisa terlihat perubahan gait karena menahan sakit, sehingga tampak ketegangan pada tungkai yang sakit. Pasien biasanya mencegah tungkainya melakukan fleksi pada sendi lutut dan pinggul. Selain itu, pada inspeksi juga bisa tampak bengkak dan ekimosis.
Pada palpasi sangat jelas keluhan nyeri saat perabaan. Pada ruptur total, bisa teraba celah atau gap pada otot hamstring yang robek. Selain palpasi, pada area yang sakit perlu dilakukan pemeriksaan ruang lingkup sendi (range of motion/ROM) dan kekuatan otot.
Idealnya pemeriksaan ruang lingkup sendi dilakukan pada posisi pronasi. Pinggul pasien diposisikan pada ekstensi 0° kemudian fleksi lutut dinilai dengan pemberian resistensi pada tumit sisi yang sama, lalu diarahkan untuk melakukan fleksi sampai 90°. Pada pasien yang mengalami cedera hamstring, biasanya pasien hanya mampu melakukan fleksi lutut sekitar 15°.
Selain menilai ruang lingkup sendi pada posisi tersebut juga bisa dinilai kekuatan otot saat gerakan. Kelemahan akan dirasakan jika dibandingkan dengan tungkai sisi yang tidak sakit.[3,13,14]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding cedera hamstring yang perlu dipertimbangkan antara lain lumbosacral facet syndrome, radikulopati lumbosakral, dan cedera sakroiliaka.
Lumbosacral Facet Syndrome
Lumbosacral facet syndrome lebih sering terjadi pada pasien usia tua. Berbeda dengan cedera hamstring, mayoritas kasus tidak disertai nyeri tungkai dan tidak disertai spasme otot.[16]
Radikulopati Lumbosakral
Pada radikulopati lumbosakral, nyeri pada tungkai biasanya didahului nyeri pinggang. Berbeda dengan cedera hamstring, nyeri terus menjalar hingga mencapai pergelangan kaki atau telapak kaki.[17]
Cedera Sakroiliaka
Cedera sakroiliaka biasanya lebih terasa di pinggang dibandingkan di tungkai. Pada inspeksi, bisa didapatkan tinggi pelvis yang asimetris.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Pada cedera hamstring pemeriksaan penunjang yang utama adalah pencitraan.
USG dan MRI
USG dan MRI adalah modalitas diagnostik pilihan utama. Untuk membuktikan edema dan perdarahan pada area cedera, USG akan menunjukkan gambaran echotexture. Sementara itu, pada pemeriksaan MRI akan tampak intensitas sinyal tinggi pada gambar T2.
USG memungkinkan penilaian dinamis otot hamstring yang cedera, tetapi sensitivitasnya kurang baik pada tahap cedera yang sudah lebih lanjut. MRI masih merupakan pilihan utama untuk menilai cedera otot hamstring yang lebih dalam, mengevaluasi cedera berulang, dan membedakan cedera baru dengan cedera berulang. Hasil MRI juga bisa memperkirakan lama rehabilitasi yang diperlukan.[3,13,14]
Rontgen
Evaluasi radiografi merupakan aspek penting untuk penilaian keparahan cedera yang melibatkan organ lain. Radiografi polos berguna untuk menyingkirkan fraktur tulang, terutama fraktur apofiseal.[3,13,14]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan