Pendahuluan Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang kedap di dalam tubuh dengan gas atau cairan yang berada di lingkungan sekitarnya. Kerusakan yang timbul pada kasus barotrauma disebabkan oleh peregangan berlebihan ataupun robekan jaringan. Organ tubuh yang berisiko mengalami barotrauma yaitu telinga bagian tengah, sinus paranasal, dan paru-paru.[1,2]
Terdapat berbagai jenis barotrauma, seperti penyakit dekompresi (decompression sickness), penyakit ketinggian (altitude sickness), barotrauma yang diinduksi tindakan medis, cedera ledakan primer, dan barotrauma yang sengaja ditimbulkan sendiri. Barotrauma merupakan kondisi yang cukup sering terjadi di Indonesia karena tingginya volume kegiatan scuba-diving, baik di dunia profesional maupun di kalangan wisatawan. Barotrauma adalah cedera okupasi bagi penyelam profesional di industri minyak & gas dan konstruksi kapal, nelayan tradisional, termasuk penyelam mutiara dan tiram.[1]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah kunci diagnosis. Barotrauma bisa terjadi sebagai komplikasi ventilasi mekanik, perubahan tekanan di dalam dan di luar telinga, kavitas abses akibat infeksi gigi, scuba diving atau menyelam, perawatan hiperbarik, maupun kegiatan di ketinggian seperti bepergian dengan pesawat terbang. Pada barotrauma telinga dan sinus, yang terjadi pada 80% kasus barotrauma, gejala yang paling sering muncul adalah telinga terasa penuh, nyeri, dan pusing.[3,4]
Studi laboratorium umumnya tidak bermanfaat untuk menegakkan diagnosis barotrauma. Peningkatan kadar kreatin fosfokinase (CPK) dan troponin-I dapat mengindikasikan adanya kerusakan jaringan akibat mikroemboli dalam sirkulasi koroner. EKG dapat mengonfirmasi iskemia miokard, aritmia jantung, atau efusi perikardial. Rontgen toraks diperlukan jika dicurigai terdapat pneumothorax, pneumomediastinum, atau pneumoperikardium. Echocardiography perlu dilakukan jika dicurigai terdapat pneumoperikardium.[5]
Penatalaksanaan barotrauma bergantung pada organ mana yang terpengaruh, kondisi hemodinamik, dan keparahan manifestasi klinis. Kebanyakan kasus barotrauma hanya memerlukan pengobatan simtomatik dan tindak lanjut rawat jalan. Sebagai contoh, barotrauma telinga, bahkan yang disertai dengan ruptur membran timpani tanpa komplikasi, dapat sembuh tanpa intervensi. Pada beberapa kasus, barotrauma bisa menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa. Kedaruratan barotrauma yang berpotensi mengancam nyawa umumnya melibatkan pneumothorax atau ruptur gastrointestinal.[6]
Pencegahan dapat dilakukan dengan manuver Valsalva, mengisap permen saat bepergian dengan pesawat terbang, ataupun menguap. Pada pasien yang pernah terkena COVID-19 simptomatik, menyelam akan meningkatkan risiko barotrauma karena adanya gejala sisa jangka panjang pada paru dan jantung.[21,22]