Diagnosis Barotrauma
Diagnosis barotrauma perlu dicurigai pada semua pasien yang mengalami keluhan dan memiliki faktor risiko, misalnya setelah scuba diving atau menyelam atau mendaki gunung. Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mendiagnosis barotrauma. Sebagai contoh, pasien dengan barotrauma telinga dan sinus umumnya mengeluhkan telinga terasa penuh, nyeri, dan pusing.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi manifestasi klinis dan organ yang terlibat. Contohnya, pada pasien yang dicurigai mengalami pneumothorax akibat barotrauma, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen toraks.
Anamnesis
Barotrauma terjadi pada kondisi khusus, misalnya pada pasien dengan riwayat menyelam, mendaki, terkena ledakan tinggi, bepergian dengan pesawat terbang, ataupun menjalani ventilasi mekanik. Barotrauma umumnya mengenai telinga tengah, namun juga bisa terjadi pada sinus dan paru. Barotrauma juga dapat terjadi sebagai cedera okupasi pada individu yang melakukan aktivitas bawah air, misalnya nelayan.
Faktor risiko terjadinya barotrauma perlu digali dalam anamnesis, misalnya asthma, sinusitis, abses gigi, karies, penyakit paru obstruktif kronis, kejang, gangguan telinga, sinkop, gangguan panik, vertigo, dan disfungsi tuba Eustachius. Manifestasi klinis yang muncul akan tergantung pada organ yang terkena.[7]
Barotrauma Telinga dan Sinus
Keluhan yang bisa muncul yaitu nyeri di wajah, mual, vertigo, sakit kepala, gangguan pendengaran, dan perdarahan telinga akibat ruptur membran timpani. Kondisi lain yang dapat memperberat adalah infeksi pernapasan, rhinitis alergi, polip nasal, dan riwayat operasi sinus.[10]
Barotrauma Pulmonal
Gejala yang dapat timbul pada barotrauma pulmonal yaitu :
Pneumothorax: sesak, nyeri dada, dan penurunan bunyi pernapasan secara unilateral
- Pneumomediastinum: nyeri di leher, dada yang terasa penuh, nyeri dada pleuritik yang menjalar, suara serak, dan nyeri menelan
Tension pneumothorax: jarang terjadi akibat barotrauma, apabila terjadi, gejala yang muncul yaitu sesak berat disertai pergeseran trakea
- Emboli udara di arteri: ruptur alveoli dapat menyebabkan udara masuk ke sirkulasi. Kondisi ini berbahaya karena dapat menyebabkan emboli di organ lain seperti otak, jantung, dan ginjal[7,8]
Decompression Sickness
Pasien dengan decompression sickness (DCS) datang dengan riwayat scuba diving atau menyelam, umumnya dalam waktu 24 jam sebelum timbulnya gejala. Pasien mungkin juga memiliki riwayat occupational pressurization atau depressurization, misalnya yang dialami oleh mekanik pesawat yang harus menguji jendela pesawat dengan bekerja dalam pesawat bertekanan. Terdapat 2 tipe DCS, yaitu:
- DCS tipe 1: sering terjadi pada penyelam atau penerbangan. Keluhan yang muncul yaitu nyeri yang semakin bertambah secara perlahan, ataupun rasa kebas pada kedua kaki atau punggung. Keluhan disertai nyeri sendi yang semakin parah. Pasien biasanya memiliki riwayat menyelam berulang dalam satu hari dan tidak mengikuti instruksi atau aturan menyelam dengan baik
- DCS tipe 2: biasanya muncul lebih cepat dari DCS tipe I. Pasien bisa datang dengan sesak napas, nyeri dada, sakit kepala berat, penurunan kesadaran, dan syok. Pasien dapat memburuk dengan cepat tanpa intervensi darurat[7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada barotrauma dilakukan pada organ yang dapat dipengaruhi oleh barotrauma. Pemeriksaan fisik dapat meliputi pemeriksaan telinga, sinus, leher, fungi paru, fungsi jantung, dan pemeriksaan neurologis.
Barotrauma Telinga
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui barotrauma telinga yaitu inspeksi pada membran timpani, dimana penilaian dilakukan pada:
- Adanya kongesti di sekitar umbo
- Membran timpani intak atau tidak
- Apakah terdapat perdarahan telinga tengah
Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan patensi tuba Eustachius dan fungsi pendengaran.[1]
Barotrauma Sinus
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada barotrauma sinus yaitu inspeksi nasal untuk menilai faktor risiko seperti polip, menilai adanya perdarahan, serta adanya lesi. Pemeriksaan palpasi dan transiluminasi sinus dapat bermanfaat untuk menilai adanya perdarahan. Selain itu, lakukan perkusi pada bagian gigi atas dengan spatula lidah untuk menilai adanya nyeri tekan pada sinus.[1]
Barotrauma Pulmonal
Temuan pemeriksaan fisik pada barotrauma pulmonal antara lain:
- Pneumothorax: takipnea dan penurunan suara napas pada satu sisi paru
- Pneumomediastinum: takipnea, dapat ditemukan adanya krepitasi di leher akibat emfisema subkutis, dan suara crackling pada fase sistol (tanda Hamman)
Tension pneumothorax: jarang terjadi akibat barotrauma, apabila terjadi, gejala yang muncul adalah hipotensi, distensi vena leher, hiperesonans saat perkusi, dan deviasi trakea
- DCS tipe 1: pembengkakan atau efusi pada sendi yang terkena, gangguan range of motion aktif maupun pasif, krepitasi, dan gangguan neurologi (motorik, sensorik, fungsi serebelum, dan status mental
- DCS II: distensi vena leher, petekie pada kepala-leher, dan krepitasi. Pada asukultasi bisa didapatkan penurunan suara napas, suara jantung teredam, atau murmur jantung. Evaluasi status neurologis (motorik kasar, sensorik, dan fungsi serebelum) misalnya dengan melakukan pemeriksaan berjalan tandem, GCS, dan Mini Mental State Examination[1,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding barotrauma mencakup tenggelam, nyaris tenggelam, infark miokard, dan emboli paru.
Tenggelam
Drowning atau tenggelam didefinisikan sebagai kematian yang diakibatkan oleh asfiksia saat sedang berada dalam air.[15]
Near Drowning
Near drowning atau nyaris tenggelam, merupakan kondisi di bawah air yang menyebabkan hipoksia. Beda dengan drowning, pasien near drowning dapat diselamatkan. Pada kondisi near drowning, 10-20% surfaktan dalam paru terbilas oleh air yang menyebabkan atelektasis dan shunting. Pasien ditemukan tidak bernapas dan sianosis, namun dapat membaik dengan cepat apabila dilakukan resusitasi.[16]
Infark Miokard
Infark miokard dapat menyebabkan nyeri dada, gejala yang juga dapat muncul pada barotrauma. Berbeda dengan kondisi infark miokard akibat proses aterosklerosis, barotrauma dapat menyebabkan emboli udara yang masuk ke arteri koroner yang menimbulkan iskemia miokardium dengan manifestasi berupa nyeri dada yang menjalar ke leher, bahu, dan punggung.[10,17]
Emboli Paru
Emboli paru terjadi apabila ada thrombus yang menghambat arteri di paru. Emboli paru biasanya berasal dari thrombus yang terbentuk pada sistem vena dalam di ekstremitas bawah. Thrombus ini naik ke paru-paru dan menyebabkan obstruksi.[17,18]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis barotrauma utamanya ditegakkan secara klinis. Pencitraan terkadang diperlukan untuk mengonfirmasi barotrauma. Evaluasi dengan pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan untuk mengeksklusi diagnosis banding atau disfungsi organ.
Pencitraan
Rontgen toraks dapat membantu deteksi pneumothorax, pneumomediastinum, dan pneumoperikardium. Pada pasien yang dicurigai mengalami pneumoperikardium atau udara dalam jantung, echocardiography bedside harus dilakukan untuk mengonfirmasi ataupun mengeksklusi.
Jika pasien mengalami gejala seperti stroke atau koma, pemeriksaan CT angiografi atau MR angiografi mungkin diperlukan.[5]
EKG
EKG dapat mengonfirmasi adanya iskemia miokard, aritmia jantung, ataupun efusi perikardium.[5]
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis gas darah dapat bermanfaat untuk menilai gradien a-a pada pasien yang dicurigai mengalami emboli udara. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat bermanfaat adalah pemeriksaan kadar kreatinin fosfokinase dan troponin-I yang dapat menunjukkan adanya kerusakan jaringan akibat mikroemboli udara pada sirkulasi koroner.[5,7]