Diagnosis Bronkiolitis
Diagnosis bronkiolitis mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, seperti adanya gejala sesak napas, batuk, dan adanya mengi. Pemeriksaan penunjang hanya dipertimbangkan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Anamnesa
Dari hasil anamnesis, tanda yang dapat ditemui berupa sesak nafas, batuk, pilek, anak malas makan atau sulit menyusu. Demam bisa menyertai namun bersifat subfebris. Gejala umumnya akan memuncak dalam 3-5 hari dan sembuh dalam 10 hari. Pada bayi prematur, terkadang terdapat gejala apnea.
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan vital dan tanda dehidrasi. Pastikan pasien tidak mengalami hipotermia dan dehidrasi. Pada pemeriksaan tanda vital juga dapat ditemui adanya takipnea, takikardia, serta demam.
Dari hasil pemeriksaan fisik akan dijumpai:
- Inspeksi: pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, dan supraklavula) ke arah dalam
- Palpasi: hiperinflasi, irama nafas lebih dari 70 kali per menit atau apnea pada bayi yang lebih muda
- Perkusi: hipersonor
- Auskultasi: ekspirasi memanjang/expiratory effort dan dijumpai rales/ronki atau mengi/wheezing
Selain itu, dokter juga harus melihat ada tidaknya otitis media pada pasien.[1,4-6,10,12]
Diagnosis ditegakkan berdasarkan umur, adanya takipnea dan pilek yang berat, serta tanda keterlibatan saluran napas bawah berupa mengi dan/atau ronki pada auskultasi.
Diagnosa juga bisa ditegakkan dengan mengkategorikan penyakit sesuai tingkat keparahannya.
Tabel 1. Klasifikasi Diagnosis Bronkiolitis
Tanda dan gejala | Ringan | Sedang | Berat |
Anamnesa | |||
Kesadaran | Compos mentis | Bayi rewel dan gelisah | Letargi/fatigue, bayi tampak merintih |
Nafsu makan | Normal atau sedikit menurun | Mengalami kesulitan makan, namun porsi makanan yang masuk >50% | Kurang dari 50% porsi makanan yang masuk ke dalam tubuh |
Pemeriksaan Fisik | |||
Irama napas
| Normal sampai sedikit meningkat. Dikatakan takipnoe jika: <2 bulan: >60 kali per menit 2-11 bulan: >50 kali per menit 1-5 tahun: >40 kali per menit >5 tahun : >30 kali per menit | Lebih tinggi dari normal, >60 kali per menit | Sangat cepat (>70 kali per menit) atau malah menurun karena apnoe |
Suara tambahan pernafasan | Tidak ada mengi atau mengi hanya terjadi di sebagian paru | Dijumpai mengi di seluruh lapangan paru | Tidak terdengar mengi karena air trapping |
Penggunaan otot nafas tambahan | Tidak ada namun bisa dijumpai retraksi minimal | Retraksi tampak lebih jelas, terdapat pernafasan cuping atau tracheal tug | Retraksi berat, tampak jelas pernafasan cuping hidung atau tracheal tug |
Apnoe | Tidak terjadi episode apnoe | Terkadang terjadi apnoe | Apnoe memanjang atau rekuren |
Sirkulasi | capillary refill time (CRT) <2 detik | CRT 2-3 detik | CRT >3 detik |
Pemeriksaan Penunjang | |||
Saturasi oksigen | Saturasi oksigen >92% | Saturasi oksigen 90-92% | Saturasi oksigen <90% |
Sumber: dr. Pika, 2019.
Diagnosis Banding
Bronkiolitis bisa didiagnosa banding dengan:
Common cold. Perbedaannya adalah pada bronkiolitis terdapat gejala keterlibatan saluran nafas bawah yakni mengi dan ronki pada auskultasi
Pneumonia. Pada pneumonia akan dijumpai demam dan ronki fokal, pernafasan cuping hidung, grunting atau merintih
Viral-induced wheezing atau early onset asthma. Penyakit ini juga dijumpai pada bayi dan anak-anak. Perbedaannya terletak pada adanya mengi persisten tanpa ronki, mengi episodik, dan berespon baik dengan bronkodilator
- Benda asing. Adanya korpus alienum akan memberikan gejala berupa riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba, wheezing umumnya unilateral, disertai pergeseran mediastinum, atau tanda kolaps paru[8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang misalnya pemeriksaan darah, radiografi, dan serologis tidak rutin dilakukan untuk mendiagnosa bronkiolitis dan justru berisiko menyebabkan misinterpretasi. Namun, pemeriksaan penunjang dapat dipertimbangkan untuk menyingkirkan diagnosis banding jika diagnosa meragukan. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan jika anak yang dirawat tidak menunjukkan perbaikan atau terjadi gagal nafas yang mengancam nyawa.
Di sisi lain, jika memungkinkan pemeriksaan pulse oximetry harus dilakukan pada setiap anak. Pulse oximetry sebaiknya tidak digunakan untuk indikasi rawat inap karena berisiko menyebabkan overdiagnosis dan hanya digunakan untuk monitoring terapi rawat inap.[5]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri