Epidemiologi Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
Secara epidemiologi, angka kejadian Duchenne muscular dystrophy atau DMD di dunia diperkirakan mencapai 15,9 sampai 19,5 per 100.000 kelahiran hidup. Pada laki-laki, prevalensi DMD diperkirakan berkisar antara 0,1–1,8 per 10.000 individu. Penyakit ini tidak memiliki predileksi terhadap ras atau etnis tertentu.[4,5]
Global
Duchenne muscular dystrophy merupakan gangguan distrofi otot yang paling umum terjadi. Penyakit ini terjadi pada 15,9 hingga 19,5 kelahiran per 100.000 kelahiran hidup. Di seluruh dunia, prevalensi DMD berkisar antara 0,1–1,8 per 10.000 individu laki-laki. Penelitian per 10.000 individu laki-laki menunjukan perkiraan prevalensi sebesar 0,1 di Afrika Selatan, 0,5–1,0 di Asia, 0,7–1,0 di Amerika Utara, dan 0,2–2,8 di Eropa.[4,5]
Indonesia
Data epidemiologi DMD di Indonesia masih terbatas, tetapi sebuah penelitian di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, selama tahun 2017 melaporkan ada 179 pasien yang dicurigai mengalami kelainan neuromuskular.
Setelah menjalani pemeriksaan elektromiografi (EMG), terdapat 130 pasien yang memenuhi kriteria kelainan neuromuskular. Sebanyak 16 dari 130 pasien tersebut (12,3%) didiagnosis dengan DMD. Prevalensi dilaporkan lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan.[6]
Mortalitas
Dari tiga penelitian kohort retrospektif jangka panjang di Eropa (Italia, Perancis dan Jerman) yang telah melacak pasien selama minimal 30 tahun, dilaporkan bahwa kelangsungan hidup rata-rata pasien DMD adalah 24–26 tahun. Mortalitas pada kasus DMD sering disebabkan oleh komplikasi pernapasan dan kardiovaskular.
Kemajuan teknologi kedokteran dan bantuan alat seperti ventilator telah meningkatkan kualitas penanganan pasien DMD, tetapi kematian umumnya masih terjadi di sekitar usia 20 tahun. Hal ini dikarenakan belum ada terapi kuratif untuk DMD.[1,4,7]