Penatalaksanaan Neurofibromatosis Tipe 1
Prinsip utama penatalaksanaan neurofibromatosis tipe 1 (NF1) meliputi manajemen gejala dan pemantauan komplikasi potensial. Intervensi tidak selalu diperlukan, sehingga pada beberapa kasus pasien hanya menjalani observasi saja.
Tindakan yang mungkin dilakukan termasuk pengobatan simtomatik untuk mengurangi nyeri atau ketidaknyamanan, intervensi medis untuk mengelola tumor atau komplikasi lainnya, intervensi bedah untuk mengangkat tumor yang mengganggu atau berpotensi menjadi ganas, serta pemantauan teratur untuk mendeteksi perkembangan komplikasi seperti glioma optik atau pembesaran tumor.[1-3]
Medikamentosa
Seperti telah disebutkan di atas, tidak semua kasus neurofibromatosis tipe 1 memerlukan intervensi. Oleh sebab itu, terapi medikamentosa biasanya hanya diberikan sebatas terapi simptomatik. Pada beberapa kasus, obat seperti selumetinib dan kemoterapi dapat bermanfaat.[2,3,6]
Terapi Simptomatik
Pasien dengan neurofibroma kutan dapat mengalami keluhan gatal. Pasien dapat diresepkan obat diphenhydramine untuk mengurangi rasa gatal.[2]
Pengobatan dengan metilfenidat diberikan pada pasien dengan gangguan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Sementara itu, keluhan nyeri pada neurofibromatosis tipe 1 dapat diobati dengan pilihan terapi yang sama dengan pasien tanpa neurofibromatosis.[3]
Selumetinib
Selumetinib merupakan suatu inhibitor kinase oral yang dapat menghasilkan pengecilan tumor. Selumetinib disetujui sebagai pengobatan neurofibroma pleksiformis simtomatik, yang tidak dapat dioperasi, pada pasien berusia di atas 2 tahun. Penelitian menunjukkan pengecilan volume tumor ≥20% pada MRI dalam 3-6 bulan.
Selumetinib direkomendasikan pada dosis 25 mg/m2 per oral 2 kali sehari, diberikan hingga penyakit membaik atau dihentikan akibat adanya toksisitas. Efek samping paling sering yaitu muntah, ruam, nyeri perut, diare, mual, kulit kering, lemah, nyeri otot, demam, jerawat, stomatitis, nyeri kepala, paronikia, dan pruritus.[2,6]
Kemoterapi
Kemoterapi biasanya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pasien dengan glioma optik. Meski begitu, kemoterapi hanya diperlukan pada sebagian kecil pasien yang mengalami tumor bergejala dengan pertumbuhan signifikan secara klinis dan kehilangan penglihatan progresif.
Berbagai agen kemoterapi telah berhasil digunakan untuk glioma optik pada pasien neurofibromatosis tipe 1, termasuk carboplatin dengan atau tanpa vincristine, inblastine, irinotecan, dan avastin. Regimen kemoterapi tersebut telah dilaporkan menghasilkan regresi tumor secara radiologis, tetapi uji klinis lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan mana regimen yang lebih unggul.[2,7]
Suplementasi Vitamin
Suplementasi vitamin D, kalsium, serta bifosfonat dapat bermanfaat menurunkan risiko osteoporosis serta fraktur patologis.[3]
Pembedahan
Prosedur bedah minor seperti eksisi neurofibroma kutan merupakan satu-satunya tata laksana definitif yang dapat dilakukan dan merupakan tindakan bedah yang paling sering didapatkan oleh pasien dengan neurofibromatosis tipe 1. Perlu diketahui bahwa neurofibroma pleksiformis sering mengalami kekambuhan setelah reseksi akibat sel tumor residual di jaringan dalam.
Teknologi laser dapat dilakukan untuk menghilangkan neurofibroma kutan berukuran kecil, namun belum terbukti dapat menghilangkan makula café-au-lait.
Reseksi merupakan pilihan terapi untuk feokromositoma. Prosedur bedah terhadap tumor saraf tepi dan tumor sumsum tulang belakang memberikan risiko besar, namun terkadang harus dilakukan untuk mencegah perburukan.[2]
Pilihan Penanganan Manifestasi Neurofibroma Kutaneus
Pilihan penanganan manifestasi neurofibroma kutaneus bergantung pada jumlah lesi dan lokasinya. Perawatan lini pertama biasanya meliputi eksisi bedah atau ablasi laser CO2. Ablasi laser lebih disukai pada lesi kecil di wajah dan leher.
Perawatan lini kedua meliputi ablasi frekuensi radio dan elektrodessikasi. Elektrodessikasi disukai karena memungkinkan pengobatan ratusan neurofibroma dalam satu tindakan dengan anestesi umum, tingkat komplikasi yang rendah, dan hasil klinis yang baik.[7]
Pilihan Penanganan Neurofibroma Pleksiform
Neurofibroma pleksiform bisa tidak bergejala, tetapi juga dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan seperti defisit neurologis, kecacatan, dan nyeri. Manifestasi ini memiliki risiko transformasi ganas yang tinggi.
Penatalaksanaan lesi neurofibroma pleksiform rumit dan sangat direkomendasikan jika terjadi morbiditas atau ketidaknyamanan estetika yang berdampak psikologis. Eksisi bedah adalah pengobatan lini pertama, tetapi disarankan untuk dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman karena eksisi seringkali sangat menantang karena tumor menempel pada saraf dan struktur yang berdekatan serta karakteristik vaskularisasinya yang luas yang dapat mengakibatkan perdarahan yang mengancam jiwa.
Eksisi dini lebih disarankan pada neurofibromatosis pleksiform yang berpotensi menyebabkan morbiditas. Hal ini dilakukan untuk membatasi dampak fungsional dan estetika, termasuk mencegah risiko transformasi menjadi keganasan. Eksisi dini pada lesi lebih kecil menawarkan keuntungan berupa risiko yang lebih rendah dan pendekatan bedah yang lebih aman. Radioterapi dikontraindikasikan pada neurofibroma pleksiform.[7]
Pilihan Penanganan Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumors (MPNST)
MPNST harus dicurigai pada neurofibroma yang keras dan progresif, yang menyebabkan nyeri persisten atau di malam hari, atau defisit neurologis. MRI dapat membantu menentukan ukuran dan lokasi lesi, tetapi kurang bermanfaat dalam membedakan antara tumor jinak dan ganas. Biopsi harus dipandu oleh MRI atau PET scan karena biopsi buta dapat menyebabkan area transformasi ganas terlewatkan.
Pengobatan pilihan adalah reseksi bedah lengkap dengan batas bebas tumor 3 cm jika memungkinkan. Radioterapi dapat diberikan setelahnya untuk memberikan kontrol lokal dan menunda timbulnya kekambuhan. Radioterapi paliatif dapat dipilih pada pasien dengan reseksi tidak lengkap atau tumor yang tidak dapat direseksi.
Agen kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan MPNST adalah sama dengan yang digunakan untuk mengobati sarcoma, seperti doxorubicin, trabectedin, ifosfamide, dacarbazine, dan pazopanib. Kemoterapi neoadjuvan dengan ifosfamide dan anthracycline dapat diberikan untuk menurunkan stadium tumor dan memfasilitasi pengangkatan melalui pembedahan. Anthracycline agen tunggal sering digunakan untuk perawatan paliatif pada pasien dengan penyakit metastasis.[7]
Pilihan Penanganan pada Glioma Optik
Pengobatan hanya diperlukan pada sebagian kecil pasien yang simptomatik, dengan pertumbuhan tumor signifikan secara klinis dan kehilangan penglihatan progresif. Agen kemoterapi yang menjadi pilihan adalah carboplatin dengan atau tanpa vincristine, vinblastine, irinotecan, dan avastin.
Pembedahan memiliki manfaat terbatas pada kasus glioma optik karena dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen. Pembedahan dapat dipilih pada kasus tumor orbital besar, atau untuk melakukan dekompresi bedah glioma kiasma, terutama dalam konteks kompresi ventrikel dengan hidrosefalus sekunder.[7]
Terapi Suportif
Terapi suportif mungkin diperlukan pada kondisi gangguan sistem tulang, seperti pendekatan nonbedah terhadap skoliosis dengan menggunakan brace khusus. Selain itu, dapat dilakukan penggunaan brace dan cast pada pasien dengan pseudoarthrosis.[2]
Follow-up
Penyakit neurofibromatosis tipe 1 memerlukan pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi kondisi pasien secara menyeluruh dan mempercepat deteksi defek yang terjadi, sehingga intervensi dapat cepat dilakukan. Pemeriksaan tahunan fokus pada kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien, terutama pada sistem saraf, kulit dan tulang.
Pemeriksaan rutin tahunan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan lesi kulit, pemeriksaan tulang belakang dan ektremitas. Pemeriksaan neurologis meliputi riwayat nyeri kepala, gejala sensorik dan motorik. Pemeriksaan oftalmologi meliputi pemeriksaan saraf optik, visus, lapang pandang, dan nodul Lisch.[2]
Pemeriksaan MRI mungkin diperlukan untuk identifikasi dan follow-up tumor intrakranial atau lainnya yang tidak tampak pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali.
Mamografi dapat dimulai pada usia 30 tahun pada pasien wanita, dilakukan setiap tahun. Pertimbangkan perlunya melanjutkan dengan MRI payudara pada usia 30-50 tahun, sesuai dengan kondisi klinisnya.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Sandy S Sopandi