Penatalaksanaan Tension Type Headache
Penatalaksanaan tension type headache atau TTH dapat berupa tata laksana untuk meredakan TTH akut, misalnya dengan ibuprofen atau paracetamol. Tata laksana pada TTH kronis juga meliputi terapi preventif, misalnya dengan amitriptyline.
Tata Laksana Tension Type Headache Akut
Pada TTH episodik, tata laksana terutama bersifat simtomatik untuk meredakan nyeri kepala. Obat-obatan, seperti kombinasi ibuprofen dan paracetamol, dapat diberikan untuk nyeri kepala intensitas ringan hingga sedang, atau jika nyeri kepala mengganggu aktivitas pasien. Paracetamol tidak disarankan untuk digunakan secara tunggal, karena memiliki efikasi yang rendah.[3,20]
Terapi Medikamentosa
Tinjauan sistematis dan metaanalisis dari Cochrane tahun 2015 menyatakan terapi farmakologis terbaik untuk nyeri akut adalah ibuprofen 400 mg dan paracetamol 1000 mg. Penggunaan kedua obat ini bersamaan memberikan efek sinergistik yang meningkatkan efektivitasnya, dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan plasebo.[21]
Penggunaan ibuprofen kerja cepat dengan dosis 200 mg dan 400 mg, ibuprofen 200 mg dan kafein 100 mg, serta natrium diklofenak 50 mg juga memiliki efektivitas yang baik. Obat antiinflamasi nonsteroid lain (OAINS), misalnya naproxen 385–550 mg atau ketoprofen 25–50 mg terbukti lebih efektif dibandingkan plasebo.[21]
Paracetamol 1000 mg yang digunakan secara tunggal memiliki efikasi yang lebih rendah, sehingga hanya disarankan bagi pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap OAINS.[20]
Medikamentosa yang Perlu Dihindari
Terdapat beberapa obat-obatan yang tidak direkomendasikan dalam tata laksana TTH episodik. Golongan opioid, termasuk kodein dan dihidrokodein, tidak efektif untuk mengatasi sakit kepala, berisiko menimbulkan ketergantungan, serta sering dihubungkan dengan medication overuse headache.
Golongan barbiturat, seperti fenobarbital, metamizol, dan golongan triptan, seperti sumatriptan juga sebaiknya tidak digunakan pada TTH episodik. Dokter juga perlu memberitahu pasien agar tidak menggunakan analgesik secara berlebihan untuk mencegah timbulnya medication overuse headache.[1,20]
Tata Laksana Profilaksis
TTH kronis dan TTH episodik yang terjadi >2 kali/minggu merupakan indikasi pemberian terapi profilaksis. Tata laksana profilaksis dapat berupa medikamentosa maupun nonmedikamentosa. Obat profilaksis mungkin perlu diberikan selama 2–3 bulan sampai efikasinya terlihat. Penghentian obat profilaksis secara bertahap (tapered withdrawal) dapat dilakukan jika gejala TTH telah terkontrol selama 6 bulan.[1,20]
Tata Laksana Medikamentosa
Obat lini pertama untuk terapi profilaksis TTH adalah amitriptyline 10–100 mg yang diberikan pada malam hari. Nortriptyline dengan dosis yang sama juga dapat digunakan apabila pasien tidak dapat mentoleransi efek samping amitriptyline. Terapi lini kedua dan ketiga adalah menggunakan mirtazapine 15–30 mg/hari dan venlafaxine 75–150 mg/hari.[4,20]
Tata Laksana Nonmedikamentosa
Tata laksana nonmedikamentosa terutama dapat diberikan bagi pasien geriatri. Terapi perilaku, seperti biofeedback, cognitive-behavioral therapy (CBT), dan terapi relaksasi telah terbukti efektif dalam menangani TTH. Terapi fisik, dengan paparan stimulus panas dan dingin, peregangan, dan masase dapat meringankan kontraski otot dan rasa nyeri. Penggunaan ultrasound, serta transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) juga direkomendasikan.[6]
Selain itu, manajemen tidur, konsumsi pola makan bergizi, dan berolahraga rutin turut direkomendasikan dalam tata laksana TTH. Pengobatan alternatif, misalnya akupuntur, telah banyak diteliti.[3,4]
Tinjauan sistematis dan metaanalisis pada tahun 2021 menilai efektivitas akupuntur pada TTH. Studi ini melibatkan 557 peserta. Hasilnya, akupuntur terbukti dapat mengurangi intensitas nyeri kepala yang diukur menggunakan visual analog scale (VAS), dan frekuensi nyeri kepala dalam jangka panjang, dibandingkan kelompok plasebo yang menerima sham acupuncture.[22]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra