Patofisiologi Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Patofisiologi intrauterine fetal death (IUFD) diduga melibatkan kegagalan mekanisme unit fetomaternal yang bisa berkaitan dengan berbagai penyebab, misalnya sindrom antibodi antifosfolipid, insufisiensi plasenta, solusio plasenta, atau villitis kronik berat. Setelah janin mengalami kematian dalam kandungan, maka akan timbul kaku badan (rigor mortis) yang berlangsung selama 2,5 jam dan kemudian akan lemas kembali.
Selanjutnya, janin akan memasuki tahapan maserasi yang terdiri dari 3 stadium.
- Stadium I yaitu mulai timbulnya lepuh–lepuh pada kulit yang mulanya berisi cairan jernih lalu menjadi merah coklat.
- Stadium II yaitu lepuh–lepuh pada kulit ini mulai pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Stadium maserasi II ini terjadi 48 jam setelah kematian janin.
- Stadium III dimana terjadi 3 minggu setelah kematian janin. Pada tahap akhir ini, badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang longgar disertai edema bawah kulit[3,4]
IUFD yang terjadi pada trimester kedua lebih umum disebabkan oleh sindrom antibodi antifosfolipid, sedangkan pada trimester akhir kematian janin lebih umum disebabkan oleh gangguan pada plasenta, berupa insufisiensi plasenta, solusio plasenta, atau villitis kronik berat.
Selain itu, perdarahan pada plasenta atau endovaskulitis hemoragik (HEV) juga dapat menyebabkan kematian pada janin. HEV dapat berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan dan preeklampsia. Gangguan-gangguan pada plasenta tersebut dapat menyebabkan terhambatnya distribusi nutrisi pada janin sehingga terjadi dekompensasi pada janin serta kematian.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani