Penatalaksanaan Polyhidramnion
Tata laksana polyhidramnion bertujuan untuk mengurangi volume cairan amnion, sehingga dapat memperpanjang kehamilan dan menjamin kenyamanan ibu hamil. Metode yang bisa dilakukan adalah dengan amnioreduksi (amniosentesis terapetik) serta pengobatan medikamentosa. Alur persalinan dengan polyhidramnion adalah tidak dianjurkan untuk induksi dan diharapkan dapat persalinan normal pervaginal dengan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan distosia dan komplikasi postpartum.[1,5]
Amnioreduksi
Indikasi Amnioreduction / amniodrainage / therapeutic amniocentesis hanya untuk polyhidramnion berat dengan gejala ketidaknyamanan berat pada ibu hamil, seperti sesak dan rasa tegang uterus. Metode ini juga perlu dilakukan bila terjadi ancaman persalinan preterm karena overdistensi uterus.[1,5,13]
Amnioreduksi bisa dengan teknik yang lambat dengan spuit 50 ml atau lebih cepat dengan bantuan vakum drainase. Tetapi belum ada konsensus baku tentang berapa banyak volume yang perlu diaspirasi, kecepatan aspirasi dan pedoman penggunaan tokolitik atau antibiotik. Tokolitik biasanya rutin diberikan untuk mencegah persalinan preterm. Setelah tindakan, perlu dimonitor volume cairan amnion setiap 1-3 minggu. Komplikasi yang bisa terjadi adalah 1-3% menyebabkan kelahiran prematur, solusio plasenta, ketuban pecah dini, hiperproteinemia dan sindrom infeksi amnion. Erfani et al. pada penelitiannya, 2019, menunjukkan tindakan amnioreduksi aman dilakukan pada kasus polyhidramnion kehamilan tunggal.[1,5,13]
Medikamentosa
Prostaglandin synthetase inhibitors seperti indomethacin (COX‐1 dan ‐2 inhibitor) dan sulindac (COX‐2 inhibitor) menstimulasi sekresi vasopresin arginin pada fetus, sehingga mengurangi produksi urin dan meningkatkan reabsorbsi cairan paru pada fetus. Efek samping obat yang signifikan bagi fetus seperti konstriksi ductus arteriosus dan gangguan fungsi ginjal. Sehingga penggunaannya harus dalam pengawasan ketat spesialis.[1,5]
Kebanyakan kasus polyhidramnion sudah memberi respons dengan terapi indomethacin dalam minggu pertama pengobatan. Sulindac memiliki efek samping yang lebih ringan dan dengan dosis 200 mg tiap 12 jam, terbukti paling efektif pada polyhidramnion idiopatik dan polyhidramnion yang berhubungan dengan obstruksi distal traktus gastrointestinal.[1,5,11]
Saat ini sedang diteliti pemberian arginine vasopressin secara intraamniotik (V2 receptor agonist, deamino (DArg8 -vasopressin). Arginine vasopressin yang diabsorbsi ke dalam plasma fetus dari cairan amnion, diharapkan akan bersifat antidiuresis persisten tanpa efek samping kardiovaskular yang berarti, serta diobservasi juga perubahan proses penelanan cairan amnion.[1]
Alur Tata Laksana Persalinan
Polyhidramnion ringan biasanya tidak memerlukan intervensi apa pun, namun perlu dijadwalkan kunjungan antenatal 1-2 kali seminggu untuk pemeriksaan USG serial dan pemeriksaan serviks. USG serial dilakukan untuk memantau volume cairan dan pertumbuhan janin, sedangkan pemeriksaan serviks untuk memantau pemendekan serviks dan risiko persalinan preterm. Etiologi polyhidramnion bila diketahui harus segera ditangani, seperti pengobatan antimikroba, terapi diabetes mellitus terutama dengan diet (jarang diperlukan terapi insulin), sampai transfusi intravaskular janin dapat memungkinkan perpanjangan kehamilan dan menurunkan angka mortalitas neonatus.[1,5,11]
Insidensi persalinan preterm cenderung tinggi pada ibu hamil dengan polyhidramnion. Tempatkan pasien di tempat tidur untuk mengurangi kemungkinan persalinan prematur dan dipikirkan kebutuhan pemberian steroid untuk meningkatkan kematangan paru janin. Tindakan induksi persalinan tidak dianjurkan pada polyhidramnion yang tidak disertai komplikasi. Induksi persalinan dianjurkan jika polyhidramnion disertai dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol atau ada faktor penyulit lainnya seperti kehamilan postterm dan hipertensi. Induksi menggunakan oksitosin atau prostaglandin harus dengan pengawasan ketat, karena meningkatkan risiko perdarahan atonik dan emboli cairan amnion postpartum.[1,5,11]
Persalinan spontan pervaginal dianjurkan bila janin letak kepala, namun perlu dicek rutin bila posisi janin berubah menjadi lintang atau sungsang. Saat persalinan juga harus dipantau terjadinya distosia bahu akibat makrosomia. Komplikasi perdarahan bisa terjadi karena ruptur spontan membran amnion mengakibatkan dekompresi uterus, prolaps tali pusat dan abrupsio plasenta.[1,5]