Epidemiologi Blefaritis
Terdapat data epidemiologi yang menunjukkan bahwa blefaritis mempengaruhi hingga 47% pasien dengan keluhan mata pada praktik klinis. Rosacea merupakan salah satu faktor risiko, yang mana telah dilaporkan ditemukan pada hingga 44% pasien blefaritis.[8]
Global
Sebuah survey yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 37-47% pasien yang berobat ke dokter mata memiliki gejala blefaritis. Sementara itu, di Korea Selatan, angka insiden blefaritis mencapai 1,1 per 100 orang.[1,8,9]
Pada pasien dengan dry eye syndrome dilaporkan bahwa lebih dari sepertiga mengalami blefaritis. Kejadian disfungsi kelenjar meibom dan blefaritis juga dilaporkan meningkat seiring usia, terutama di atas usia 50 tahun.[9]
Indonesia
Data epidemiologi blefaritis di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Blefaritis tidak menyebabkan mortalitas dan kebanyakan kasus bersifat ringan dan jinak. Meski demikian, kasus yang parah dapat menyebabkan deformitas kelopak mata permanen dan kehilangan penglihatan akibat keratopati.
Selain dari itu, pengobatan blefaritis umumnya sulit dilakukan dan belum ada terapi yang memiliki tingkat keberhasilan memuaskan. Oleh karena itu, blefaritis sering menjadi kondisi kronis yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi berulang.[5,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan