Pendahuluan Iritis
Iritis adalah penyakit oftalmologi akibat inflamasi yang terjadi pada iris dengan manifestasi klinis mata merah dan nyeri. Berdasarkan klasifikasi The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN), iritis dimasukkan ke dalam kelompok uveitis anterior, bersama dengan peradangan pada badan siliar (siklitis) dan peradangan badan siliar dan iris (iridosiklitis).
Iritis dapat dibagi menjadi iritis akut, rekuren, dan kronis. Iritis akut ditandai dengan onset gejala tiba-tiba dan durasi penyakit yang terbatas < 3 bulan. Apabila gejala iritis persisten >3 bulan, maka disebut sebagai iritis kronis. Pasien yang mengalami gejala iritis kembali setelah ≥3 bulan penghentian terapi, termasuk dalam iritis rekuren.
Etiologi iritis dibedakan menjadi infeksi, non-infeksi, dan sindroma masquerade. Etiologi infeksi yang paling sering adalah infeksi virus herpes simpleks, varicella zoster, tuberkulosis, dan sifilis. Trauma pada mata, efek samping obat (drug-induced iritis), reaksi pasca operasi, serta penyakit sistemik noninfeksi juga dapat menyebabkan iritis.
Iritis akut menimbulkan gejala nyeri pada mata, mata merah, fotofobia, dan hiperlakrimasi yang muncul dan memburuk dengan cepat. Iritis kronis memberikan gejala utama penglihatan kabur, namun dengan gejala mata merah yang lebih ringan. Diagnosis iritis akut dapat ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan pada iritis bilateral, iritis rekuren atau kronis, dan iritis dengan gejala berat. Jenis pemeriksaan penunjang tergantung penyakit yang dicurigai sebagai etiologi iritis.
Terapi lini pertama iritis adalah pemberian antiinflamasi berupa kortikosteroid topikal, serta pemberian siklopegik untuk mengurangi nyeri mata dan fotofobia. [1-3]