Penatalaksanaan Glioblastoma
Penatalaksanaan standar untuk glioblastoma adalah reseksi bedah maksimal, sehingga dapat dilakukan diagnosis histologi akurat, penentuan genotip tumor, dan pengurangan volume tumor. Reseksi bedah maksimal dilanjutkan kemoradioterapi selama 6 minggu, dan kemoterapi rumatan selama 6 minggu. Sementara, pilihan terapi pada kasus relaps atau rekuren perlu dilihat kasus per kasus.
Pembedahan
Prinsip pembedahan glioblastoma adalah reseksi bedah maksimal atau gross total resection (GTR). Studi retrospektif menunjukkan GTR dapat meningkatkan kesintasan. Dalam 48 jam pascabedah, dianjurkan untuk melakukan MRI otak dengan kontras, untuk menentukan sejauh mana reseksi telah dilakukan dan intervensi terapi berikutnya.[7,11]
Jika pembedahan tidak memungkinkan, alternatifnya adalah biopsi terbuka atau stereotaktik, untuk menegakkan diagnosis histologi dan pemeriksaan molekuler lebih lanjut yang dapat menentukan terapi selanjutnya.[7,11]
Pada kasus rekuren, GTR tetap perlu dipertimbangkan jika memungkinkan, khususnya jika interval waktu dari pembedahan sebelumnya >6 bulan dan pasien usia muda dengan status performa baik.[7,11]
Radioterapi
Radioterapi berperan mengendalikan tumor dan meningkatkan kesintasan. Saat ini, radioterapi konvensional pascabedah diberikan dengan dosis total 60 Gy, dengan 2 Gy dalam satu kali pemberian selama 6 minggu, dikombinasikan dengan temozolomide (TMZ).
Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian radioterapi adalah risiko nekrosis, volume otak yang terpapar, dan dosis untuk struktur otak yang penting, seperti batang otak.[7,11]
Radioterapi Pasien Lansia
Pasien lansia ≥70 tahun memiliki prognosis lebih buruk dan merupakan golongan yang perlu diwaspadai dalam memberikan terapi. Salah satu alternatif pendekatan terapi pada kelompok usia ini adalah radioterapi hypofractionated, dengan dosis total 40 Gy, 2,67 Gy dalam satu kali pemberian selama 3 minggu.
Radioterapi hypofractionated dan kombinasi dan adjuvant temozolomide dapat lebih meningkatkan kesintasan daripada radioterapi saja. Pada pasien lansia dengan O6-methylguanine-DNA methyltransferase (MGMT) promoter methylation, dapat dipertimbangkan pemberian temozolomide saja tanpa radioterapi.
Pada kasus rekuren, radioterapi ulang dapat dilakukan pada kasus tertentu, umumnya pada pasien usia muda dengan status performa baik.[7,11]
Kemoterapi
Kemoterapi lini pertama untuk glioblastoma adalah temozolomide (75 mg/m2/hari) bersamaan dengan radioterapi, diikuti adjuvant 6 siklus temozolomide (150–200 mg/m2/hari, pada hari ke-1-5 setiap 28 hari).
Efek samping temozolomide lebih sering terjadi pada periode adjuvan, meliputi mual dan supresi sumsum tulang. Temozolomide lebih menguntungkan pada pasien dengan MGMT promoter methylation, sehingga pada pasien lansia dengan status performa baik dan MGMT promoter methyltion, kemoradiasi dilanjutkan temozolomide adjuvan adalah terapi pilihan.
Setelah kemoradiasi dan kemoterapi adjuvan, mayoritas pasien mengalami relaps dalam 6 bulan. Belum ada kemoterapi standar untuk kasus rekuren. Lomustine, carmustine, dan pengulangan temozolomide merupakan beberapa pilihan terapi.[7,11]
Terapi Suportif
Terapi suportif berperan sangat penting dalam tata laksana glioblastoma. Pasien glioblastoma mengalami gejala neurologis yang signifikan dan progresif selama perjalanan penyakit, sehingga bisa sangat mengganggu kualitas hidup.
Antikejang
Kejang dapat terjadi pada 80% pasien. Prinsip terapi antiepilepsi adalah dosis seminimal mungkin, yang dapat mengendalikan kejang serta menghindari efek samping dan interaksi antar obat. Obat antiepilepsi yang umum digunakan dan aman adalah levetiracetam. Profilaksis antiepilepsi rutin tidak dianjurkan pada pasien tanpa riwayat kejang.[7,11]
Kortikosteroid
Kortikosteroid seringkali digunakan untuk mengurangi edema vasogenik sekitar tumor. Deksametason lebih sering digunakan, karena efek mineralokortikoid minimal. Prinsip pemberian kortikosteroid pada glioblastoma adalah dosis terendah dengan periode sesingkat mungkin.[7,11]
Antikoagulan
Glioblastoma meningkatkan risiko tromboemboli vena (VTE) melalui berbagai faktor, seperti peningkatan aktivasi trombin, peningkatan faktor pembekuan darah, dan penurunan aktivitas fisik. Pemberian low-molecular-weight heparin (LMWH) sebagai profilaksis VTE direkomendasikan dalam 24 jam pascabedah. Jika terjadi VTE, pemberian terapi LMWH umumnya seumur hidup, kecuali jika ada kontraindikasi.[7,11]
Antibiotik Profilaksis
Kortikosteroid, kemoterapi, dan radioterapi menimbulkan limfopenia dan meningkatkan risiko infeksi oportunistik. Pada glioblastoma yang baru terdiagnosis dan dalam periode kemoradiasi, direkomendasikan untuk mendapat antibiotik untuk profilaksis pneumonia Pneumocystis jirovecii.[7,11]
Terapi Paliatif
Terapi paliatif sangat penting dilakukan sejak dini, mengingat kebutuhan pasien yang kompleks. Manajemen gejala, seperti fatigue, gangguan mood, dan penurunan kognitif, merupakan komponen penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.[7,11]