Patofisiologi Ankilostomiasis
Patofisiologi ankilostomiasis atau yang dikenal dengan infeksi cacing tambang, berupa transmisi, siklus hidup dan dampaknya pada hospes manusia. Ancylostoma merupakan salah satu jenis soil-transmitted helminth (STH).
Ancylostoma duodenale, Ancylostoma brasiliensis, dan Ancylostoma ceylanicum adalah jenis yang paling sering menginfeksi manusia. Ancylostoma caninum juga dapat menginfeksi manusia, namun tidak dapat tumbuh menjadi matur untuk reproduksi dalam tubuh manusia.[1,2,12]
Morfologi Ancylostoma
Ancylostoma merupakan cacing jenis nematoda yang umumnya hidup dalam usus manusia. Ancylostoma merupakan cacing tambang atau hookworm yang hampir serupa dengan Necator americanus, baik dalam morfologi maupun siklus hidupnya. Ancylostoma memiliki 3 morfologi dalam siklus hidupnya, yaitu telur, larva, dan cacing dewasa.[1,8,13]
Telur
Telur Ancylostoma berbentuk lonjong dengan ukuran 60-75 µm x 35-40 µm. Dinding telur Ancylostoma umumnya tipis, berlapis hialin, dan tidak berwarna. Telur Ancylostoma dapat berisi ovum, morula, blastula, atau larva.[1,8,13]
Gambar 1. Telur Ancylostoma sp. Sumber: Openi, 2016.
Larva
Terdapat dua jenis larva Ancylostoma, yaitu larva rhabditiform dan filariform. Larva rhabditiform merupakan fase awal setelah telur pecah. Larva ini memiliki ukuran panjang 250-300 µm dan lebar 15-20 µm, dengan kanalis bukal panjang, dan primordial genitalia tidak jelas. Larva rhabditiform Ancylostoma merupakan larva non-infektif, tidak terdeteksi dalam feses, dan sering kali tidak dapat dibedakan dari larva Necator.[1,8,13]
Larva filariform merupakan larva infektif. Larva filariform berukuran 500-700 µm, berselubung, memiliki ekor tajam, dengan rasio panjang esofagus:intestinal, yaitu 1:2. Larva filariform Ancylostoma umumnya terdapat garis-garis pada selubungnya, sedangkan larva filariform Necator tidak; dapat dilihat pada Gambar 2.[1,8,13]
Gambar 2. Larva filariform Ancylostoma ceylanicum. Sumber: Openi, 2015.
Cacing Dewasa
Cacing dewasa Ancylostoma merupakan jenis nematode yang hidup dalam usus dan umumnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan cacing dewasa Necator. Cacing dewasa Ancylostoma umumnya memiliki 2 pasang gigi tajam pada kavitas bukal, sedangkan Necator memiliki plat (cutting plate). Spikula pada Ancylostoma juga tidak berfusi pada ujungnya.
Gambar 3. Mulut Ancylostoma duodenale. Sumber: Dr. Melvin, WikimediaCommons, 2019.
Cacing dewasa Ancylostoma betina umumnya lebih besar dengan ukuran 10-15 mm, dibandingkan cacing dewasa jantan yang berukuran 8-12 mm. Cacing dewasa betina dapat mengeluarkan 25000-30000 telur per hari. Cacing dewasa Ancylostoma dapat bertahan hidup dalam usus manusia sekitar 1-3 tahun hingga 18 tahun.[1,5,8,13]
Siklus Hidup Ancylostoma
Telur Ancylostoma yang berada di dalam feses dapat berkembang menjadi larva rhabditiform dalam 1-2 hari jika berada pada tanah yang hangat, lembab, dan tidak terkena matahari langsung. Dalam 5-10 hari, larva rhabditiform berkembang menjadi larva filariform, yang merupakan stadium infektif. Larva filariform kemudian dapat bertahan dalam tanah selama 3-4 minggu.[1,5,14]
Terdapat 3 fase infeksi cacing Ancylostoma dalam hospes manusia, yaitu :
- Invasi melalui kulit
- Migrasi melalui aliran limfatik
- Infeksi usus[1,2]
Fase invasi adalah fase penetrasi kulit. Kontak langsung kulit kaki manusia dengan tanah yang mengandung larva filariform, terutama jika beraktivitas tanpa alas kaki, dapat menyebabkan penetrasi larva ke dalam kulit melalui folikel rambut. Pada fase ini, dapat terjadi gatal-gatal dan iritasi (ground itch) ataupun cutaneous larva migrans (CLM). CLM terjadi ketika cacing Ancylostoma yang menginfeksi tidak dapat bertahan hidup dalam tubuh manusia, yaitu A. caninum dan A. brasiliensis.[1,2]
Fase Invasi Melalui Kulit dan Migrasi Melalui Aliran Limfatik
Fase migrasi dimulai melalui larva A. duodenale yang berhasil penetrasi ke dalam hospes manusia, kemudian menyebar dalam tubuh ke paru, jantung, dan usus melalui aliran limfatik. Apabila larva mencapai paru, dapat terjadi penetrasi ke dalam alveolus, kemudian dapat naik ke bronkus dan faring, sehingga menyebabkan gejala respiratorik, seperti batuk. Sindrom Loeffler juga dapat terjadi ketika larva masuk dalam jaringan paru. Apabila larva dalam faring kemudian tertelan ke dalam traktus gastrointestinal, larva kemudian dapat masuk ke dalam usus halus, berkembang menjadi usus dewasa, dan menetap di bagian distal jejunum.[1,2,5,14]
Fase Infeksi Usus
Fase infeksi usus terjadi ketika larva infektif mencapai usus dan berkembang menjadi cacing dewasa A. duodenale. Gigi tajam dan kapsul bukal cacing dewasa A. duodenale membuat mudah menempel pada mukosa dinding usus dan menyerap darah hospes. Kehilangan darah akibat A. duodenale dapat mencapai 0.14-0.25 ml per cacing per hari, hal ini dapat menyebabkan anemia dan malnutrisi akibat defisiensi protein.
Cacing dewasa yang sampai ke dalam usus dapat bertahan selama 1-2 tahun atau lebih lama. Bila terjadi infeksi kronik, maka dapat terjadi gangguan kognitif dan fisik. Apabila cacing dewasa berkembang biak, A. duodenale betina dapat menghasilkan 25.000 - 30.000 telur per ekor per hari yang kemudian dapat dikeluarkan kembali ke tanah bersama feses.[1,2,5,14]
Dalam beberapa kasus, ingesti telur A. duodenale langsung melalui rute oral dapat menyebabkan sindrom Wakana, yang ditandai keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, anoreksia yang disertai juga dengan keluhan saluran napas, seperti sesak, suara serak, dan faringitis. A. duodenale dalam beberapa kasus jarang juga dapat dorman dalam otot. Larva dorman kemudian dapat aktif kembali dan dapat menyebabkan infeksi melalui laktasi atau transplasenta.[1,2,5,14]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja