Diagnosis Melioidosis
Diagnosis melioidosis ditegakkan melalui identifikasi Burkholderia pseudomallei pada pemeriksaan laboratorium. Tanda dan gejala klinis melioidosis umumnya tidak spesifik, tetapi anamnesis bisa membantu mengarahkan diagnosis, terutama anamnesis yang terkait dengan faktor risiko.[1,3,4]
Anamnesis
Melioidosis memiliki spektrum klinis yang luas, sehingga saat anamnesis penting untuk menanyakan riwayat bepergian atau tinggal di daerah endemik, riwayat paparan terhadap air ataupun tanah yang terkontaminasi, dan riwayat pekerjaan tertentu seperti teknisi laboratorium.[1,2]
Dengan didukung adanya faktor risiko, melioidosis bisa dicurigai pada pasien yang menunjukkan gejala yang luas tanpa diagnosis lain yang lebih mungkin, terutama bila disertai demam, batuk atau gejala pernapasan lain, lesi kulit, abses organ dalam, atau gejala neurologis, yang tidak membaik dengan terapi empiris standar.[1,2]
Presentasi klinis melioidosis dapat bervariasi dari infeksi lokal, manifestasi pulmonal (paling sering), infeksi diseminata, hingga sepsis. Infeksi lokal biasanya berupa ulkus, nodul, atau abses kutaneus, disertai gejala demam dan myalgia. Manifestasi pulmonal dapat bervariasi dari bronkitis ringan hingga pneumonia berat. Gejala pulmonal yang sering muncul yaitu batuk (produktif maupun non-produktif) disertai demam tinggi, nyeri dada, sakit kepala, atau myalgia.[2,3]
Gejala infeksi diseminata yang bisa muncul antara lain demam, nyeri kepala, gangguan pernapasan, nyeri dada, nyeri perut, myalgia, disorientasi, dan kejang. Infeksi yang diseminata lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes atau insufisiensi ginjal.[1,4]
Manifestasi melioidosis kronis umumnya berupa keluhan respirasi dengan temuan radiologi yang menyerupai tuberkulosis, atau berupa luka kulit kronis yang tidak kunjung sembuh.[2,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam (>38°C), penurunan berat badan, dan/atau disorientasi. Pada manifestasi lokal dapat ditemukan ulkus, nodul, atau abses kutaneus. Pada manifestasi pulmonal dapat ditemukan tanda-tanda bronkitis ringan hingga pneumonia berat, disertai demam tinggi dan/atau anoreksia. Hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan, sedangkan abses viseral pada infeksi diseminata umumnya sulit ditemukan dengan pemeriksaan fisik.[1,5]
Diagnosis Banding
Melioidosis merupakan penyakit dengan spektrum klinis yang sangat luas dan tidak spesifik, sehingga menjadikannya salah satu great imitators dalam praktik klinis. Karena heterogenitas klinisnya, melioidosis sering sulit dibedakan dari infeksi akut lainnya, contohnya malaria, demam tifoid, leptospirosis, fasciitis nekrotikan, bakteremia gram negatif, bakteremia stafilokokus, pneumokokus invasif, dan meningococcemia.[2-4]
Petunjuk diagnosis yang dapat membedakan adalah keterkaitan musiman dengan curah hujan tinggi, riwayat pajanan terhadap tanah atau air, kecepatan progresi ke arah kematian, dan adanya wabah melioidosis. Anamnesis faktor risiko dapat membantu mengarahkan ke diagnosis melioidosis. Diagnosis pasti melioidosis ditegakkan jika teridentifikasi Burkholderia pseudomallei pada pemeriksaan kultur.[2-4]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah kultur, polymerase chain reaction (PCR), pemeriksaan serologi, pemeriksaan darah lengkap, dan radiologi.[1,2]
Kultur
Kultur merupakan standar baku emas untuk identifikasi B. pseudomallei. Bakteri ini bisa tumbuh pada media kultur konvensional, tetapi diperlukan keterampilan interpretasi laboratorium karena koloni B. pseudomallei dapat secara keliru diidentifikasi sebagai kontaminan atau sebagai Pseudomonas spp. Media pertumbuhan spesifik untuk B. pseudomallei belum tersedia luas, sehingga keterampilan interpretasi laboratorium sangat dibutuhkan.[2-4]
Sampel dapat diambil dari darah, urine, sputum, lesi kulit, abses, cairan serebrospinal, swab orofaring, maupun swab rektal. Dokter disarankan untuk mengambil sampel dari sebanyak mungkin lokasi, baik yang menunjukkan kelainan klinis maupun yang tidak, mengingat kemampuan patogen untuk menyebar secara hematogen ke berbagai organ. Temuan satu kultur positif sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.[1,2]
Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan PCR juga dapat digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis. PCR dapat mendeteksi DNA patogen kausal dari sampel darah, urine, sputum, lesi kulit, abses, cairan serebrospinal, swab orofaring, maupun swab rektal.[1,2]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi (indirect hemagglutination assay) dapat mendeteksi respons antibodi terhadap B. pseudomallei, tetapi interpretasinya membutuhkan keterampilan dan pemahaman mikrobiologis yang baik. Temuan serologi harus dihubungkan dengan konteks klinis dan konteks epidemiologis.[1-3]
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap bisa menunjukkan hasil yang tidak spesifik, seperti anemia dan peningkatan C-reactive protein (CRP). Berbeda dengan kondisi bakteremia gram negatif lainnya, leukositosis neutrofilik bisa minimal atau tidak ditemukan.[2,8]
Beberapa parameter yang dihubungkan dengan prognosis buruk adalah leukopenia (terutama limfopenia), kadar CRP normal atau hanya sedikit meningkat, peningkatan enzim transaminase, peningkatan bilirubin, peningkatan kadar ureum dan kreatinin, hipoglikemia, dan asidosis metabolik.[2,8]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat membantu mengarahkan diagnosis, menentukan luasnya keterlibatan organ, dan memantau respons terapi. Temuan khas yang dapat membantu identifikasi adalah konsolidasi paru multipel dengan kavitasi, abses hepatosplenik, dan abses otot psoas.[1,2]
Pada kasus suspek melioidosis, pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan mengingat manifestasi paru paling sering ditemukan. Pada kasus confirmed, lakukan computed tomography (CT) kontras atau ultrasonografi abdomen dan pelvis untuk mendeteksi abses internal. Ultrasonografi lebih disarankan pada pasien anak dan wanita yang tidak sakit berat secara sistemik, guna meminimalkan paparan radiasi.[1,3]
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan kriteria klinis, bukti laboratorium, dan keterkaitan epidemiologis, diagnosis melioidosis terbagi menjadi kasus suspect, probable, dan confirmed.[1,3,9]
Kriteria klinis yang dimaksud adalah pasien mempunyai minimal satu dari tanda/gejala berikut, tanpa ada kecurigaan diagnosis lain yang lebih mungkin: demam suhu >38°C, myalgia, ulkus, nodul, abses kulit, pneumonia, nyeri kepala, nyeri dada, anoreksia, sesak napas, nyeri abdomen, nyeri sendi, disorientasi, penurunan berat badan, kejang, abses organ (hati, paru, limpa, prostat, atau otak), encephalomyelitis, meningitis, atau penyakit ekstra-meningeal lainnya.[1,9]
Keterkaitan epidemiologis yang dimaksud adalah pasien memiliki minimal satu dari kondisi berikut: riwayat perjalanan atau tinggal di daerah endemik melioidosis, paparan Burkholderia pseudomallei dari sumber atau produk yang terkontaminasi, atau paparan akibat risiko kerja, seperti pajanan laboratorium.[1,9]
Kasus Suspect
Melioidosis dikatakan kasus suspect jika memenuhi kriteria klinis atau tanda vital atau kriteria lain, DAN memiliki keterkaitan epidemiologis, DAN memenuhi bukti laboratorium pendukung (titer total antibodi B. pseudomallei ≥1:40 pada ≥1 spesimen serum).[1,9]
Kasus Probable
Melioidosis dikatakan kasus probable jika memenuhi kriteria klinis atau tanda vital atau kriteria lain, DAN memiliki keterkaitan epidemiologis, DAN memenuhi bukti laboratorium presumtif yaitu:
- Bukti peningkatan titer antibodi pseudomallei ≥4 kali lipat pada pemeriksaan indirect hemagglutination assay, pada serum fase akut dan konvalesen yang diambil minimal 2 minggu terpisah
- Terdeteksi DNA pseudomallei pada pemeriksaan PCR[1,9]
Kasus Confirmed
Melioidosis dikatakan kasus confirmed jika memenuhi bukti laboratorium konfirmasi, yaitu bukti isolasi B. pseudomallei dari spesimen klinis.[1,9]
Perbedaan Infeksi Baru dan Rekuren
Infeksi baru dapat dibedakan dari infeksi rekuren dengan informasi epidemiologis, riwayat pajanan, dan analisis whole genome sequencing. Melioidosis dikatakan sebagai kasus baru apabila didapatkan kultur positif Burkholderia pseudomallei dalam 18 bulan dengan isolat yang berbeda secara genom dari infeksi sebelumnya.[1,3,9]
Melioidosis dikatakan sebagai kasus rekuren jika penyakit klinis dengan kultur positif B. pseudomallei muncul kembali dalam 18 bulan setelah diagnosis awal dan setelah selesai terapi (intravena/oral) pada episode infeksi sebelumnya, terlepas dari kepatuhan pasien terhadap pengobatan atau lost to follow-up. Untuk keperluan surveilans, kasus rekuren tidak dihitung sebagai kasus baru.[1,3,9]