Patofisiologi Melioidosis
Patofisiologi melioidosis meliputi masuknya bakteri Burkholderia pseudomallei ke dalam tubuh, interaksi kompleks antara patogen dan respons imun host, dan proses infeksi dengan spektrum manifestasi klinis yang luas.[2,3]
Masuknya Patogen ke Dalam Tubuh
Melioidosis dapat terjadi pada manusia melalui 3 jalur utama, yaitu inokulasi subkutan melalui luka terbuka, inhalasi debu atau droplets yang mengandung bakteri, dan ingesti. Paparan melalui kontak langsung dengan tanah atau air yang terkontaminasi, terutama bila ada luka terbuka pada kulit, adalah rute yang paling sering dilaporkan. Hal ini biasanya terjadi saat aktivitas bercocok tanam, berjalan di genangan air, atau banjir. Transmisi antar manusia sangat jarang dilaporkan dan hanya terjadi pada kasus luar biasa.[1,2]
Interaksi dengan Respons Imun Host
Dalam tubuh manusia, Burkholderia pseudomallei memperlihatkan resistansi terhadap komponen imunitas bawaan (innate immunity) dan mampu bertahan hidup dalam lisosom neutrofil dan makrofag, meskipun interferon-γ dapat meningkatkan kemampuan makrofag. Hal ini menjelaskan terjadinya penyebaran dini secara hematogen.[2,5]
Aktivasi imunitas humoral terjadi pada semua tahap infeksi, termasuk pada infeksi subklinis, dengan keterlibatan isotipe imunoglobulin G/IgG (terutama subkelas IgG1 dan IgG2), IgA, dan IgM. Paparan berulang terhadap Burkholderia pseudomallei diketahui dapat menghasilkan titer antibodi yang tinggi, yang diduga memberikan perlindungan terhadap infeksi berat.[2,5]
Studi menunjukkan kadar IgG2 yang lebih tinggi pada penyintas bila dibandingkan dengan non-penyintas. Namun, antibodi tidak bersifat protektif absolut. Penurunan imunitas seluler seperti pada HIV tidak secara jelas meningkatkan risiko infeksi.[2,5]
Perjalanan Penyakit
Masa inkubasi melioidosis berkisar 1-21 hari (rerata 4 hari), kemudian berkembang menjadi 4 bentuk patofisiologi yang mencerminkan perjalanan infeksi dan respon host, yaitu tipe septikemia akut, tipe subakut, tipe kronis, dan tipe laten.[1-3]
Tipe Septikemia Akut
Septikemia akut terjadi beberapa hari setelah masa inkubasi dan bermanifestasi sebagai sepsis fulminan yang didapat dari komunitas (fulminant, community-acquired sepsis) yang dapat menyebabkan kematian dalam 24-48 jam.[1-3]
Pada tipe septikemia akut, patogen B. pseudomallei menyebar secara hematogen ke berbagai organ, termasuk paru, hati, limpa, ginjal, kulit, kelenjar getah bening, jaringan subkutan, tulang, dan otak. Patogen dapat memunculkan abses kecil multipel yang sering kali baru terdeteksi post-mortem, meskipun dapat pula dikenali secara in vivo bila pasien bertahan cukup lama. Manifestasi klinis yang mendominasi pada tipe ini meliputi ikterus, pneumonia, gastroenteritis, atau meningitis.[1-3]
Tipe Subakut
Tipe subakut memiliki masa inkubasi lebih panjang dan bervariasi, dengan perjalanan penyakit yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan. Pasien umumnya mengalami sepsis ringan yang disertai pembentukan abses multipel di paru, hati, limpa, otot psoas, tulang, otak, mata, dan jaringan lunak lain. Abses dapat berkembang menjadi abses kronis bila tidak diterapi secara adekuat.[1-3]
Tipe Kronis
Tipe kronis dapat muncul de novo atau sebagai kelanjutan dari bentuk subakut, baik secara langsung maupun sebagai rekurensi setelah terapi sebelumnya. Progresi penyakit berlangsung lambat hingga beberapa bulan atau tahun dengan karakteristik abses kronis yang menyerupai tuberkulosis, infeksi jamur, atau neoplasma.[1-3]
Tipe Laten
Tipe laten atau asimtomatik merupakan bentuk infeksi subklinis yang ditemukan secara insidental pada individu yang pernah tinggal di daerah endemik, bahkan setelah bertahun-tahun meninggalkan wilayah tersebut. Reaktivasi dapat terjadi bila mengalami penurunan imunitas, seperti setelah trauma, luka bakar, terapi kortikosteroid, kanker, diabetes, atau kondisi infeksi.[1-3]