Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Delirium general_alomedika 2024-01-30T12:16:25+07:00 2024-01-30T12:16:25+07:00
Delirium
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Delirium

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Patofisiologi pasti terjadinya delirium masih belum diketahui, namun diduga melibatkan disfungsi neurotransmiter dopamine dan asetilkolin, serta proses neuroinflamasi.[3,7,11]

Neuroinflamasi

Bukti penelitian menunjukkan bahwa pada delirium terjadi proses neuroinflamasi subklinis yang menyebabkan aktivasi mikroglia dan astrosit. Ketika neuron terpapar stimulus berbahaya, sel-sel ini akan melepaskan berbagai sitokin dan mediator inflamasi yang menyebabkan terjadinya jejas neuronal dan kerusakan sawar darah otak.

Neuronal Aging

Proses degeneratif, seperti pada penyakit Parkinson, menyebabkan berbagai perubahan pada otak. Perubahan ini mencakup penurunan aliran darah dan densitas vaskular; berkurangnya neuron; perubahan pada sistem transduksi sinyal; serta perubahan neurotransmitter pengatur stres (stress-regulating neurotransmitters). Perubahan ini dapat menyebabkan defisit kognitif, termasuk delirium. Hipotesis ini juga menjelaskan kerentanan kelompok lansia mengalami delirium saat mengalami distress.

Stres Oksidatif

Distress pada tubuh, misalnya akibat infeksi atau kerusakan jaringan, akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga ketersediaan oksigen dalam darah menurun. Tubuh melakukan kompensasi dengan menurunkan metabolisme oksidatif di otak. Akibatnya, terjadi disfungsi otak yang menimbulkan gejala delirium. Kondisi ini juga memicu terbentuknya oksigen dan nitrogen reaktif yang memperparah kerusakan jaringan otak. Kerusakan ini bersifat menetap dan menyebabkan komplikasi berupa penurunan kognitif permanen.

Perubahan Neurotransmitter

Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmiter, terutama asetilkolin dan dopamine.

Asetilkolin

Kadar asetilkolin ditemukan menurun pada pasien delirium. Kadar ini kembali normal setelah pasien tidak lagi delirium. Selain itu, obat-obatan antikolinergik, seperti scopolamine, terbukti dapat menyebabkan delirium.

Dopamine

Dopamine dan asetilkolin memiliki hubungan resiprokal (berlawanan). Terjadi peningkatan kadar dopamine pada delirium. Pemberian obat golongan penghambat dopamin, seperti haloperidol, juga dapat mengurangi gejala delirium.

Neurotransmitter Lain

Serotonin meningkat pada ensefalopati hepatik dan delirium septik. Sementara itu, glutamat dalam kadar tinggi berhubungan dengan kejadian delirium. Pada beberapa kondisi, misalnya hipoksia dan gagal hati, terjadi peningkatan Ca2+ yang mengakibatkan pelepasan glutamat berlebihan yang merusak neuron.

Pada delirium, juga telah dilaporkan adanya perubahan kadar gamma-aminobutyric acid (GABA) dan histamin. Perubahan dapat berupa peningkatan atau penurunan, tergantung penyebab delirium.

Neuroendokrin

Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium merupakan reaksi stres akut akibat kadar kortisol yang tinggi. Hormon ini berhubungan dengan peningkatan sitokin proinflamasi di otak dan kerusakan neuron. Hipotesis neuroendokrin juga menjelaskan timbulnya delirium pada pasien yang mendapat glukokortikoid eksogen.

Disregulasi Diurnal

Gangguan siklus sirkadian dapat mempengaruhi kualitas dan fisiologi tidur. Kekurangan tidur dapat memicu munculnya delirium, defisit memori, dan psikosis.

Melatonin adalah hormon pengatur siklus sirkadian. Suatu studi menunjukkan adanya hubungan antara kadar melatonin yang rendah dan kejadian delirium. Studi lain mengatakan bahwa pemberian melatonin eksogen pada pasien rawat inap mengurangi insiden delirium.[1,3,11,19]

 

 

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Paulina Livia Tandijono

Referensi

1. Fitzpatrick S, Owen K. Postoperative Cognitive Disorders: Postoperative Delirium and Postoperative Cognitive Dysfunction. General Anaesthesia, 2018;6.
3. Vlisides P, Avidan M. Recent Advances in Preventing and Managing Postoperative Delirium. F1000Res 2019;8:607.
7. Marcantonio ER. Delirium in Hospitalized Older Adults. N Engl J Med 2017;377:1456–66.
11. Jin Z, Hu J, Ma D. Postoperative delirium: perioperative assessment, risk reduction, and management. British Journal of Anaesthesia 2020;125:492–504.
19. Wan M, Chase JM,. Delirium in older adults: Diagnosis, prevention, and treatment. BCMJ, 2017. 59(3): 165-170.

Pendahuluan Delirium
Etiologi Delirium

Artikel Terkait

  • Aspek Farmakologis Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
    Aspek Farmakologis Penanganan Delirium Hiperaktif pada Penyakit Parkinson
  • Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
    Kontroversi Benzodiazepin sebagai Tata Laksana Delirium
  • Penurunan Kognitif Akibat Infeksi COVID-19
    Penurunan Kognitif Akibat Infeksi COVID-19
  • Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri
    Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Anestesi Pasca Operasi pada Geriatri
  • Intervensi Nonfarmakologi untuk Mencegah Delirium
    Intervensi Nonfarmakologi untuk Mencegah Delirium

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Uditia Alham Sakti, Sp.KJ
Dibuat 03 September 2024, 01:06
Delirium pada pasien dengan gangguan ginjal kronik
Oleh: dr. Uditia Alham Sakti, Sp.KJ
0 Balasan
Delirium adalah gangguan kesadaran dan fungsi kognitif yang berkembang secara cepat dan sering disebabkan oleh berbagai faktor medis atau lingkungan. Pada...
dr. Hudiyati Agustini
Dibalas 08 Agustus 2023, 09:29
Intervensi Nonfarmakologi untuk Mencegah Delirium - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter, Delirium adalah kondisi neurofisiologi akut yang sering ditemukan dalam setting rawat inap. Gangguan ini mempunyai onset akut dan cepat, serta...
dr.Tri Ratnawati
Dibuat 06 Agustus 2023, 19:17
Mnemonic "FAKTA" dalam delirium
Oleh: dr.Tri Ratnawati
0 Balasan
F= Fuktuatif--> gejala yang terjadi pada delirium bersifat naik turun atau fluktuatifA=Akut---> kondisi delirium terjadi secara akut K= Kondisi medis umum...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.