Diagnosis Gangguan Cemas pada Anak dan Remaja
Diagnosis gangguan cemas pada anak dan remaja harus ditegakkan secara hati-hati. Klinisi perlu membedakan antara cemas patologis dengan cemas yang menyertai proses tumbuh kembang anak dan remaja. Anak usia sekolah sering mencemaskan kejadian alam dan bencana. Sedangkan remaja seringkali mencemaskan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah dan hubungan sosial.[1,7]
International Classification of Diseases X (ICD-X) dan Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders 5 (DSM-5) membedakan beberapa tipe gangguan cemas yang banyak ditemukan pada anak dan remaja, termasuk gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, social anxiety, gangguan cemas perpisahan, agoraphobia, fobia spesifik, mutisme selektif, gangguan obsesif kompulsif, dan post traumatic stress disorder.[7,9,10]
Anamnesis
Keluhan gangguan mental pada anak seringkali datang dari orang tua, bukan dari anak sendiri. Wawancara sebaiknya dilakukan baik pada anak maupun orang tuanya. Pada anamnesis perlu ditekankan pada alasan kunjungan ke dokter, evaluasi karakteristik gangguan yang dialami, dan tingkat gangguan yang ditimbulkan.[6,7]
Beberapa hal yang perlu digali saat anamnesis adalah:
- Faktor pada anak, keluarga, atau lingkungan yang mungkin menyebabkan, memperberat atau meringankan gejala, untuk menilai tingkat stress yang dialami anak
- Keluhan perkembangan atau fungsi anak tertentu, kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah, penurunan prestasi belajar, atau tidak mau bermain dengan teman sebaya
- Keluhan fisik, seperti keringat berlebih, kesulitan bernafas, wajah terasa dingin atau panas, pusing, kebas atau kesemutan ekstremitas, nyeri dada, nyeri otot, mual, atau keluhan lain yang tidak jelas
- Kekhawatiran emosional dan perilaku orang tua mengenai kondisi anak, seperti alasan kenapa orang tua mencari pertolongan, kenapa baru saat itu mencari pertolongan, dampak gangguan pada anak terhadap orang tua, dan posisi keluarga dalam komunitas dan budaya yang dapat mempengaruhi resiliensi anak dan orang tua
- Waktu-waktu spesifik timbulnya perilaku problematik pada anak, lengkapi dengan keterangan frekuensi, intensitas, durasi, kondisi-kondisi dimana perilaku itu muncul, serta respon orang tua dan anak pada saat itu
- Riwayat perkembangan anak secara lengkap, baik riwayat medis dan psikiatri
- Riwayat psikiatri keluarga[3,5,6]
Pada anak usia >7 tahun dan remaja, wawancara bisa dilakukan dengan tanya jawab langsung. Namun, anak usia <7 tahun mempunyai keterbatasan verbal dalam menggambarkan perasaan atau interaksi interpersonal yang dialaminya. Teknik bermain akan sangat membantu dalam proses wawancara dengan anak <7 tahun, misalnya dengan menggunakan boneka atau figuran kecil untuk bermain peran.[3]
Untuk membedakan antara kecemasan yang wajar dengan gangguan cemas yang patologis pada anak dan remaja, perlu ditanyakan hal-hal berikut:
- Apakah kecemasan/ketakutan yang timbul tidak proporsional dengan situasi yang dihadapi?
- Apakah kecemasan/ketakutan bisa menghilang bila diberikan penjelasan rasional?
- Apakah kecemasan/ketakutan tidak bisa dikendalikan secara sadar?
- Apakah reaksi kecemasan/ketakutan terus ada atau bertahan dalam waktu lama?
- Apakah kecemasan/ketakutan menyebabkan anak atau remaja menghindari situasi tertentu?
- Apakah kecemasan/ketakutan tidak adaptif?
- Apakah kecemasan/ketakutan sesuai dengan umur atau tingkat perkembangan?
- Apakah kecemasan/ketakutan mengganggu fungsi sosial, emosional, atau akademik?[5]
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik spesifik yang diperlukan untuk penegakan diagnosis gangguan cemas pada anak dan remaja. Pemeriksaan tanda vital seringkali menunjukkan adanya peningkatan fungsi saraf otonom. Meskipun anak dan remaja yang mengalami kecemasan sering mengeluhkan keluhan fisik, tetapi biasanya hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau radiologis spesifik yang diperlukan untuk penegakan diagnosis gangguan cemas pada anak. Pemeriksaan hormon tiroid TSH dan free T4 mungkin diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan hipertiroid sebagai penyebab disfungsi saraf otonom.[5,11]
Kuesioner Gangguan Cemas
Terdapat beberapa kuesioner yang bisa digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis gangguan cemas pada anak dan remaja, misalnya revised children’s anxiety and depression scale (RCADS), Spence children’s anxiety scale (SCAS), dan revised child manifestation of anxiety (RCMAS).
Instrumen kuesioner yang banyak digunakan dan sudah divalidasi versi bahasa Indonesia adalah RCMAS. Kuesioner RCMAS terdiri dari 49 pertanyaan dengan jawaban iya dan tidak, dan dilaporkan efektif digunakan pada anak usia 6−19 tahun.[11]
Diagnosis Banding
Salah satu diagnosis banding peningkatan tonus simpatis pada anak atau remaja adalah kondisi medis seperti hipertiroid, hiperparatiroid, pheochromocytoma, disfungsi vestibular, seizure, gangguan jantung (misalnya aritmia, takikardi supraventrikular), dan gangguan pernapasan (misalnya asma, penyakit paru obstruktif kronik).[12]
Sedangkan gangguan mental yang menjadi diagnosis banding gangguan cemas pada anak dan remaja adalah attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau autisme.[5,6]