Patofisiologi Gangguan Keinginan dan Gairah Seksual
Patofisiologi gangguan keinginan dan gairah seksual (sexual drive disorder) belum diketahui secara pasti. Namun, diperkirakan melibatkan berbagai area di otak yang mengatur gairah seksual, termasuk korteks prefrontal, locus coeruleus, area preoptik medial, nukleus paraventricular, ventral tegmental area, dan nukleus accumbens.[1,4]
Fungsi seksual membutuhkan interaksi kompleks berbagai hormon dan neurotransmitter yang bekerja di sentral maupun perifer. Gairah seksual merupakan hasil keseimbangan kompleks antara jaras-jaras eksitasi dan inhibisi di otak.[2]
Timbulnya dorongan seksual melibatkan neurotransmitter dopamine, melanocortin, oksitosin, vasopressin, dan norepinefrin. Berbagai neurotransmiter ini mengkoordinasikan berbagai jaras di hipotalamus, sistem limbik dan korteks untuk memproses dan merespon stimulus seksual.[1]
Sementara itu, inhibisi seksual melibatkan sistem opioid, serotonin, dan endocannabinoid. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem ini diperkirakan merupakan patofisiologi gangguan keinginan dan gairah seksual. Perlu dipahami bahwa kondisi ini berhubungan dengan berbagai faktor risiko, seperti temperamental, lingkungan, genetik, fisiologis, dan kondisi medis seperti diabetes mellitus.[1]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini