Etiologi Gangguan Waham Menetap
Etiologi gangguan waham menetap atau persistent delusional disorder diperkirakan berhubungan dengan faktor biologis, seperti kerusakan sistem limbik dan ganglia basalis. Faktor psikologis, seperti mekanisme adaptasi pasien, dan faktor sosial, misalnya deprivasi sosioekonomi, juga diperkirakan berperan pada etiologi gangguan waham menetap.
Faktor Biologis
Sejumlah kondisi medis dan substance use disorder bisa menimbulkan waham, misalnya tumor otak, epilepsi, dan cannabis use disorder. Namun tidak semua pasien dengan kondisi seperti ini mengalami waham, sehingga diperkirakan ada faktor biologis otak dan kepribadian yang relevan terhadap patofisiologi gangguan waham.
Faktor biologis yang terlibat terutama adalah kerusakan sistem limbik dan ganglia basalis. Faktor lainnya yang juga sering ditemukan adalah riwayat trauma kepala dan penyalahgunaan zat.
Penyebab biologis gangguan psikotik lain yang melibatkan disrupsi jaras dopaminergik, misalnya schizophrenia, tidak bisa sepenuhnya diterapkan pada gangguan waham menetap, karena adanya perbedaan gambaran fungsi dan perjalanan penyakit yang jelas antara gangguan waham dan gangguan psikotik lainnya.
Kondisi hiperdopaminergik juga dihubungkan dengan terjadinya gangguan waham. Pasien dengan gangguan waham diketahui memiliki homovanillic acid (HVA) plasma yang lebih tinggi daripada populasi normal. Setelah diterapi dengan haloperidol, kadar HVA menurun dan gejala pasien membaik.
Faktor risiko yang dilaporkan antara lain adalah status sosioekonomi yang rendah, usia tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga, defisit sensori, dan paparan stresor kehidupan yang berat.[1,2,4]
Faktor Psikologis
Timbulnya gangguan waham menetap berhubungan erat dengan mekanisme adaptasi yang digunakan pasien ketika menghadapi stressor. Pasien dengan gangguan waham banyak menggunakan reaksi formasi, denial, dan proyeksi sebagai mekanisme adaptasi. Reaksi formasi adalah sikap menyembunyikan dorongan atau ide yang mengancam ke alam bawah sadar dan menunjukkan perilaku yang sebaliknya di alam sadar.
Selain itu, mekanisme adaptasi juga sangat dipengaruhi oleh kepribadian. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan ciri kepribadian paranoid, skizotipal, atau obsesif-kompulsif, memiliki disposisi paranoid yang meningkatkan risiko mengalami waham. Kepribadian yang hipersensitif, serta defense mechanism berupa reaksi formasi, proyeksi, dan penyangkalan juga berkontribusi menyebabkan terjadinya gangguan waham.[2,3,7,8]
Faktor Sosial
Waham juga banyak dihubungkan dengan faktor-faktor seperti isolasi sosial dan sensori, deprivasi sosioekonomi, dan gangguan dalam kepribadian. Mereka yang mengalami gangguan pendengaran atau penglihatan dan imigran yang mempunyai keterampilan komunikasi terbatas karena hambatan bahasa mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk mengalami gangguan waham.[2,3]
Faktor Risiko Lain
Beberapa faktor risiko lain yang dilaporkan, di antaranya status sosioekonomi yang rendah, usia tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga, defisit sensori, dan paparan stresor kehidupan yang berat. Adanya rasa cemburu, sulit percaya kepada orang lain, dan kepercayaan diri yang rendah juga menyebabkan seseorang berisiko terkena gangguan waham.[1–3]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra