Penatalaksanaan Gangguan Waham Menetap
Penatalaksanaan gangguan waham dilakukan menggunakan kombinasi antara psikoterapi, misalnya cognitive behavioral therapy dengan farmakoterapi. Pilihan farmakoterapi dapat dengan antipsikotik tipikal, misalnya haloperidol, atau antipsikotik atipikal, seperti olanzapine.
Psikoterapi
Psikoterapi yang efektif untuk gangguan waham menetap adalah psikoterapi individual, berorientasi insight, suportif, kognitif, dan behavioral. Dalam psikoterapi, sebaiknya tidak dilakukan konfrontasi terhadap waham pasien, tetapi lebih pada penekanan bahwa preokupasi pasien terhadap wahamnya menimbulkan distress bagi dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk bisa hidup dengan lebih baik.[2]
Cognitive behavioral therapy (CBT) bisa digunakan untuk memperbaiki bias pengenalan informasi yang timbul akibat waham, sensitivitas interpersonal, gaya reasoning, kecemasan, dan insomnia.[14,15]
Metacognitive training adalah terapi yang dikembangkan untuk membantu pasien dengan waham untuk mengenali pola pikir disfungsionalnya. Meskipun awalnya dikembangkan untuk schizophrenia, tetapi terapi ini juga bermanfaat pada pasien dengan gangguan waham lain, termasuk gangguan waham menetap.[16]
Medikamentosa
Pasien-pasien gangguan waham menetap yang mengalami agitasi sebaiknya mendapatkan antipsikotik lewat injeksi intramuskular. Farmakoterapi pada pasien dengan gangguan waham relatif sulit dilakukan karena mereka bisa dengan mudah memasukkan obat yang diberikan sebagai bagian negatif dari sistem wahamnya. Perlu dilakukan bina rapport dan psikoterapi yang adekuat sebelum farmakoterapi bisa dimulai.[14,18]
Farmakoterapi sebaiknya dimulai dari dosis kecil, misalnya haloperidol 2 mg/24 jam atau risperidone 2 mg/24 jam, kemudian dititrasi pelan. Bila dalam waktu 6 minggu pasien tidak menunjukkan respons, maka sebaiknya diganti dengan antipsikotik kelas lainnya.[14,18]
Tinjauan sistematis oleh Munoz-Negro et al pada tahun 2020 membandingkan efektivitas berbagai antipsikotik dalam tata laksana gangguan waham menetap. Hasil tinjauan mendapatkan efektivitas antipsikotik tipikal, misalnya pimozide dan haloperidol, serupa dengan antipsikotik atipikal, seperti risperidone dan olanzapine.[17]
Selain itu, tinjauan ini juga mendapatkan bahwa respons pengobatan yang lebih baik ditemukan pada pasien rawat inap, dibandingkan pasien rawat jalan. Hal ini diduga berkaitan dengan tingkat kepatuhan yang lebih besar. Kepatuhan memiliki peranan yang besar dalam keberhasilan terapi, sehingga sebaiknya pasien turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait terapi.[17]
Meskipun outcome klinis antara antipsikotik tipikal dan atipikal tidak berbeda signifikan. Pilihan antipsikotik sebaiknya dijatuhkan pada antipsikotik atipikal yang mempunyai profil efek samping lebih ringan. Antipsikotik yang dilaporkan relatif aman digunakan pada pasien dengan gangguan waham adalah risperidone, amisulpride, aripiprazole, dan ziprasidone.[14,18]
Banyak pasien dengan gangguan waham mengalami depresi, sehingga membutuhkan antidepresan. Antidepresan yang direkomendasikan adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), misalnya fluoxetine, sertraline, citalopram, escitalopram, atau golongan serotonin norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI), misalnya venlafaxine dan duloxetine.[14]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra