Prognosis Gangguan Waham Menetap
Prognosis gangguan waham menetap atau persistent delusional disorder cukup baik. Sekitar separuh pasien dapat mengalami kesembuhan. Prognosis baik ditunjukkan melalui pasien yang tidak mengalami gangguan dalam fungsi okupasi, sosial, dan penyesuaian diri. Komplikasi pada gangguan waham dapat berupa depresi, bahkan bunuh diri.
Komplikasi
Gangguan waham menetap sering kali menimbulkan komplikasi psikiatris, sepertinya munculnya depresi, kecemasan, perilaku kekerasan, sampai bunuh diri. Waham juga sering menimbulkan dampak finansial, legal, dan okupasional. Pasien juga terkadang menarik diri atau dikucilkan dari lingkungannya, terutama jika waham melibatkan situasi sosial.
Angka komorbiditas gangguan psikiatri lain pada pasien dengan gangguan waham berkisar antara 46,5–64,8%. Gangguan mood merupakan komorbiditas yang paling sering ditemukan. Depresi dilaporkan muncul pada 40% pasien dengan gangguan waham. Bunuh diri juga merupakan salah satu komplikasi yang mungkin ditemukan, baik dengan ataupun tanpa komorbiditas depresi.
Individu yang mempunyai waham erotomania bisa berkembang menjadi perilaku stalking. Pasien dengan waham cemburu bisa saja akan sering mengalami masalah dengan pasangannya. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penatalaksanaan gangguan waham menetap.[1–3,19]
Prognosis
Gangguan waham menetap adalah gangguan yang relatif stabil. Sekitar 50% pasien mengalami recovery pada follow up jangka panjang dan 20% menunjukkan penurunan gejala. Namun, 30% pasien tidak mengalami perbaikan. Hal-hal yang berhubungan dengan prognosis yang baik adalah fungsi okupasi, sosial, dan kemampuan penyesuaian diri yang baik.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis baik lainnya adalah jenis kelamin perempuan, onset sebelum 30 tahun, onset mendadak, durasi sakit yang pendek, dan adanya faktor presipitasi. Jenis waham curiga, somatik, dan erotomania umumnya mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding waham kebesaran dan cemburu.
Prognosis gangguan waham menetap juga tergantung pada ada atau tidaknya stressor yang bisa diidentifikasi. Stressor yang sering memicu gangguan waham adalah riwayat imigrasi dalam waktu dekat, konflik sosial, atau isolasi sosial.
Meskipun mempunyai gejala utama yang sama, prognosis gangguan waham lebih baik bila dibandingkan dengan schizophrenia, karena umumnya pasien gangguan waham mempunyai onset yang lebih tua, progresi penyakit yang lebih lambat, intelligence quotient (IQ) yang lebih tinggi, lebih mungkin menikah, dan mengalami disabilitas yang lebih ringan dibandingkan pasien dengan schizophrenia.[2,3,17]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra