Diagnosis Tympanosclerosis
Diagnosis tympanosclerosis dapat ditegakkan secara klinis bila terdapat penurunan pendengaran konduktif, timpanogram yang datar, dan kekakuan membran timpani. Namun, keparahan tympanosclerosis baru bisa ditegakkan secara pasti saat eksplorasi telinga tengah.[1,7]
Secara klinis, tympanosclerosis dapat dibagi menjadi myringosclerosis dan intratimpani. Pada myringosclerosis, sclerosis hanya melibatkan membran timpani, sedangkan pada tipe intratimpani, sclerosis telah melibatkan kavum timpani atau area telinga tengah.[2]
Pada mayoritas kasus, myringosclerosis bersifat asimtomatik. Plak tympanosclerosis yang telah melibatkan area luas dari membran timpani atau telah menempel pada anulus, malleus, atau promontori akan menyebabkan mobilitas membran berkurang dan menyebabkan penurunan pendengaran.[2]
Ahli lain membagi tympanosclerosis menjadi empat tipe yaitu:
- Tipe 1: melibatkan membran timpani dengan atau tanpa maleus, perforasi dapat ditemukan
- Tipe 2: terdapat fiksasi kompleks maleus-inkus dengan tulang stapes yang masih bebas
- Tipe 3: tulang stapes terfiksasi dengan kompleks maleus-inkus yang bebas atau tidak ditemukan
- Tipe 4: fiksasi total kompleks maleus-inkus-stapes[15]
Anamnesis
Pada anamnesis, gejala yang`paling sering dikeluhkan adalah penurunan pendengaran yang progresif. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan sistem konduktif di telinga tengah. Derajat keparahan penurunan pendengaran bervariasi.[1]
Pasien jarang mengeluhkan supurasi atau otorrhea pada telinga yang bermasalah. Otorrhea hanya ditemukan pada 5,5% kasus. Pada sebagian kasus, pasien bersifat asimtomatik. Kebanyakan kasus tympanosclerosis ditemukan secara tidak sengaja melalui pemeriksaan atau saat operasi untuk kondisi telinga lain.[1,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada tympanosclerosis adalah pemeriksaan fisik telinga lengkap dengan menggunakan otoskopi dan tes penala.
Otoskopi
Pada otoskopi, membran timpani pada tympanosclerosis terlihat tidak jernih. Selain itu, dapat terlihat penebalan dan plak berwarna putih pada membran timpani. Sering kali, luas plak yang terlihat pada otoskopi tidak sebanding dengan penurunan pendengaran yang dikeluhkan pasien. Plak yang menyeluruh pada membran timpani dapat ditemukan pada pasien dengan penurunan pendengaran ringan.[7]
Tes Penala
Tes penala disarankan menggunakan garpu tala 512 Hz. Tipe penurunan pendengaran konduksi ditemukan pada 85% kasus, dengan hasil tes Weber menunjukkan lateralisasi ke telinga sakit. Tes Rinne menunjukkan konduksi tulang lebih besar daripada konduksi udara.[3]
Namun, literatur-literatur lain menunjukkan penurunan pendengaran yang lebih berat pada beberapa kasus tympanosclerosis yang telah melibatkan ruang telinga tengah, bukan hanya membran timpani. Pada beberapa kasus langka, ditemukan komponen penurunan pendengaran sensorineural. Hal ini dapat disebabkan oleh keterlibatan telinga dalam oleh tympanosclerosis.[1,7]
Selain perubahan warna, perforasi membran timpani juga dapat ditemukan. Lokasi tersering perforasi adalah pada pars tensa atau sentral. Dokter juga dapat menemukan perforasi yang telah sembuh atau menutup. Melalui perforasi membran timpani, dapat terlihat masa sklerosis pada telinga tengah.[1]
Otoskopi pneumatik dapat dilakukan pada pasien dengan membran timpani yang masih intak dengan hasil terlihat lebih kaku dan pergerakan lebih terbatas. Di beberapa kasus, mobilitas membran timpani bahkan bisa hilang sepenuhnya. Hal ini dapat disebabkan oleh sclerosis yang menyebabkan membran timpani kaku atau plak tympanosclerosis yang menempel pada sulkus timpani, tulang maleus, atau promontori.[7]
Diagnosis Banding
Tympanosclerosis harus dibedakan dengan kolesteatoma dan otosklerosis, terutama untuk kepentingan operasi.
Kolesteatoma
Tympanosclerosis dan kolesteatoma biasanya tidak terjadi secara bersamaan. Tidak ada hubungan khusus antara keduanya. Apabila ditemukan pada satu pasien yang sama, kondisi ini dianggap hanya kebetulan semata.[1]
Tympanosclerosis berupa massa putih di telinga tengah harus dibedakan dengan kolesteatoma. Berbeda dengan tympanosclerosis yang relatif jinak, kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga perlu tindakan operatif sesegera mungkin. Kolesteatoma mengerosi tulang melalui penekanan, inflamasi, dan aktivasi osteoklas terlokalisasi.[3]
Tympanosclerosis sulit dibedakan dengan kolesteatoma. Diagnosis biasanya baru bisa ditegakkan pada saat operasi berlangsung.[3]
Otosclerosis
Otosclerosis juga bisa menimbulkan penurunan pendengaran konduktif progresif. Pada kasus ini, terjadi penurunan pendengaran progresif tanpa otorrhea. Tympanosclerosis dapat dibedakan dengan terlihatnya plak pada membran timpani.[6]
Massa di Telinga Tengah
Meskipun sebagian besar kasus tympanosclerosis bermanifestasi sebagai plak pada membran timpani, terdapat beberapa kasus dengan massa di telinga tengah. Apabila ditemukan massa berwarna putih di balik membran timpani yang intak, harus dipikirkan kemungkinan lain selain tympanosclerosis, seperti kolesteatoma, adenoma telinga tengah, neuroma, dan osteoma osikel. Pencitraan dengan CT scan temporal dapat membantu penegakan diagnosis.[16,17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan tympanosclerosis adalah audiometri nada murni ataupun tes penala, timpanometri, dan pencitraan.
Audiometri dan Tes Penala
Audiometri nada murni dilakukan pada pasien tympanosclerosis untuk mengevaluasi penurunan pendengaran. Tipe penurunan pendengaran yang paling sering ditemukan adalah penurunan konduksi derajat sedang. Bila fasilitas tidak tersedia, dokter juga bisa melakukan tes penala.[1]
Timpanometri
Timpanometri tidak dilakukan secara rutin pada pasien dengan tympanosclerosis. Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan pada pasien dengan membran timpani masih intak. Hasil yang biasa ditemukan adalah pendataran kurva atau kurva tipe B.[7]
Pencitraan
Pencitraan dengan CT scan temporal dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis. Pada potongan aksial, CT scan temporal dapat menilai telinga tengah dengan baik, sehingga dapat membedakan tympanosclerosis dan diagnosis banding lainnya.[3,17,18]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur