Red flags atau tanda bahaya nyeri epigastrium perlu dikenali untuk membedakan penyebab nyeri yang jinak dan yang mengancam nyawa. Nyeri epigastrium akut seringkali disebabkan oleh dispepsia fungsional, refluks asam lambung, dan overeating. Akan tetapi, pada beberapa kasus, nyeri epigastrium dapat menjadi salah satu gejala klinis dari penyakit yang lebih berbahaya dan perlu ditangani lebih lanjut. Beberapa contoh etiologi yang perlu diwaspadai adalah infark miokard akut, peritonitis, dan pankreatitis akut.[1-3]
Sekilas tentang Etiologi Nyeri Epigastrium
Nyeri epigastrium seringkali dikorelasikan dengan dispepsia, sehingga pasien kerap mengabaikannya. Meski begitu, ada beberapa etiologi nyeri epigastrik yang dapat membahayakan nyawa pasien apabila dibiarkan tanpa penanganan lebih lanjut. Beberapa yang sering ditemukan melibatkan sistem kardiovaskular dan pencernaan.[1,2]
Salah satu etiologi nyeri epigastrik yang bersifat akut dan mengancam jiwa adalah infark miokard akut. Meskipun tidak sering, nyeri epigastrium merupakan salah satu gejala atipikal yang dapat muncul pada kelompok pasien perempuan dengan infark miokard. Selain itu, nyeri epigastrium juga dapat ditemukan pada penyakit saluran cerna, seperti appendicitis akut, pankreatitis akut, kolesistitis, serta kondisi lain yang dapat menyebabkan peritonitis.[3,4]
Pada appendicitis akut, nyeri epigastrium seringkali merupakan gejala awal, yang diikuti dengan perpindahan nyeri ke area McBurney. Appendicitis yang mengalami perforasi atau komplikasi akan membutuhkan pembedahan segera. Pada pankreatitis akut, nyeri abdomen yang membaik dengan posisi duduk dan membungkuk menjadi salah satu tanda khas. Sedangkan pada kolesistitis, nyeri abdomen dirasakan terutama setelah mengonsumsi makanan.[4]
Perdarahan gastrointestinal atas dapat terjadi pada kasus gastritis dan ulkus peptikum. Ulkus peptikum juga akan membawa risiko perforasi yang dapat berdampak signifikan.[3,4]
Red Flags Nyeri Epigastrium
Pasien dengan red flags nyeri epigastrium perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi yang mendasari timbulnya nyeri. Red flags yang perlu diperhatikan adalah:
- Jenis kelamin perempuan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular
- Nyeri mendadak, konstan, dan terasa sensasi terbakar atau tertusuk
- Nyeri mendadak dengan derajat sedang-berat
- Nyeri menjalar ke area lain
- Nyeri konstan disertai keluhan sistem pencernaan.[1,4]
Sekilas tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Nyeri Epigastrium
Manajemen pasien dengan red flags nyeri epigastrium dimulai dari anamnesis serta pemeriksaan yang terarah untuk menentukan etiologi dan tata laksana yang sesuai.
Anamnesis
Dokter perlu menanyakan lokasi dan karakteristik nyeri pasien. Pada pasien dengan nyeri epigastrium yang mendadak, konstan, derajat sedang-berat, perlu dicurigai kemungkinan terjadinya infark miokard akut maupun pankreatitis.[1,4]
Infark Miokard Akut:
Adanya nyeri epigastrium pada infark miokard akut disebut sebagai gejala atipikal. Pada penyakit ini, nyeri bersifat akut, konstan, dengan sensasi terbakar atau tertusuk. Berdasarkan demografisnya, infark miokard akut dengan gejala atipikal lebih sering terjadi pada jenis kelamin wanita dengan diabetes, penyakit kardiovaskular, obesitas, dan hiperkolesterolemia.[5]
Pankreatitis Akut:
Pada pankreatitis akut, nyeri umumnya dirasakan menjalar ke posterior, bersifat tumpul, mendadak, dan meningkat secara bertahap hingga akhirnya menjadi nyeri konstan. Selain itu, pasien juga dapat mengeluhkan gangguan pencernaan berupa mual, muntah, anoreksia, serta diare. Satu keluhan yang seringkali khas pada penyakit ini adalah nyeri yang berkurang dengan posisi duduk dan membungkuk ke depan.[5]
Appendicitis:
Pada pasien dengan nyeri epigastrium yang mendadak, muncul secara sporadik, dan derajat sedang-berat, perlu dipikirkan diagnosis banding ulkus peptikum dan kolelitiasis. Sementara itu, pada nyeri epigastrium yang berpindah atau menjalar, perlu diperhatikan lokasinya. Apabila berpindah ke area McBurney, pikirkan appendicitis. Apabila menjalar ke posterior, pikirkan kolelitiasis. Nyeri pada appendicitis seringkali disertai keluhan pencernaan seperti mual dan muntah.[2]
Kolelitiasis:
Pada kolelitiasis, selain menjalar ke posterior, nyeri juga terkadang dirasakan menjalar ke tepi atas skapula. Nyeri ini bersifat kolik, dirasakan setelah konsumsi makanan berlemak, dengan intensitas yang terus meningkat selama 10-20 menit, kemudian menghilang, dan muncul setelah beberapa saat. Beberapa gejala lain yang juga menyertai pasien kolelitiasis meliputi diaforesis, mual, muntah, dan gejala gangguan pencernaan lainnya (dispepsia, bloating).[6]
Perdarahan Gastrointestinal Atas:
Perdarahan gastrointestinal atas biasanya berkaitan dengan gastritis dan ulkus peptikum. Pada anamnesis, pasien mungkin mengalami hematemesis atau melena. Pasien juga bisa mengalami perforasi akibat ulkus peptikum yang menyebabkan nyeri perut berat dan peritonitis.[3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pada diagnosis banding infark miokard akut, dapat ditemukan tanda berupa penurunan kesadaran, takipnea, takikardi, hipertensi maupun hipotensi, palpitasi, diaforesis, dan sianosis perifer. Pada beberapa kondisi seperti infark yang melibatkan dinding inferior dan posterior jantung, dapat ditemukan nyeri abdomen.[7]
Pada kecurigaan appendicitis akut, beberapa pemeriksaan fisik yang khas adalah didapatkannya rebound tenderness, nyeri abdomen pada perkusi, serta guarding. Pada pasien yang dicurigai mengalami pankreatitis akut, dapat ditemukan demam, takikardi, nyeri abdomen, guarding, distensi abdomen, serta menurunnya atau menghilangnya bising usus. Selain itu, pada beberapa kasus yang jarang ditemukan, bisa didapatkan tanda khas seperti Cullen sign yang merupakan perubahan warna kebiruan di sekitar umbilikus, maupun Grey-Turner sign yang merupakan perubahan warna kemerahan di area flank.[5]
Pada kolelitiasis, temuan yang bisa didapatkan adalah diaforesis dan takikardi sebagai respon dari nyeri. Selain itu, apabila sudah terjadi komplikasi berupa kolesistitis, dapat ditemukan nyeri terlokalisir di area kuadran kanan atas dengan Murphy sign yang positif, yaitu inspiratory arrest pada saat dilakukan palpasi dalam kondisi inspirasi dalam.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan etiologi nyeri epigastrium adalah EKG dan kadar troponin, rontgen toraks tegak, USG abdomen, CT scan abdomen, dan endoskopi. Pada pasien dengan nyeri epigastrium akut yang menjalar ke posterior dengan sensasi terbakar atau tertusuk, perlu dicurigai kemungkinan infark miokard akut. Pada pasien ini, perlu dilakukan pemeriksaan EKG dan kadar troponin untuk menentukan diagnosis.[1]
Pada pasien dengan gejala GERD (gastroesophageal reflux disease) dan perdarahan gastrointestinal atas, dapat diberikan proton pump inhibitor. Jika keluhan tidak membaik, pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan adalah esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pemeriksaan ini dilakukan untuk memvisualisasikan mukosa esofagus, untuk menentukan ada atau tidak adanya komplikasi GERD berupa esofagitis maupun Barrett’s esophagus.[8]
Pada pasien dengan gejala yang mengarah pada kecurigaan pankreatitis akut, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah kadar lipase serum. Adanya peningkatan kedua parameter ini hingga 3 kali batas atas normal menjadi salah satu kriteria penegakan diagnosis pankreatitis akut. CT Scan abdomen dapat mengevaluasi adanya pankreatitis dan komplikasi seperti pseudokista.[5]
Pada pasien dengan nyeri kolik, terutama yang datang dengan demam, takikardi, hipotensi, maupun jaundice, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen abdomen diikuti USG abdomen sebagai procedure of choice. Ini dipilih untuk menentukan kecurigaan diagnosis kolelitiasis beserta komplikasi berupa kolesistitis, kolangitis, maupun pankreatitis.[6]
Tata Laksana
Tata laksana harus disesuaikan dengan etiologi yang ditemukan. Pada infark miokard akut, perlu dilakukan dengan revaskularisasi segera dengan katererisasi atau fibrinolisis. Sedangkan untuk terapi suportif, pemberian aspirin, oksigen, dan analgesik dapat dipertimbangkan. Oksigen direkomendasikan bagi pasien dengan SaO2 < 90%, sedangkan pemberian analgesik opioid dapat diberikan secara intravena untuk menghilangkan nyeri.[9]
Pada kasus nyeri epigastrik trkait gangguan gastrointestinal, pasien perlu dievaluasi terkait syok hipovolemik dan sepsis. Lakukan resusitasi dengan cairan intravena, transfusi darah pada kasus perdarahan, dan pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Pada appendicitis akut, pemberian terapi cairan dan analgesik menjadi terapi awal. Pada appendicitis tanpa komplikasi, antibiotik intravena bisa diberikan untuk pasien tertentu. Sementara itu, pada pasien dengan appendicitis komplikata atau kondisi dimana akses ke pelayanan kesehatan sulit, apendektomi menjadi pilihan.[2]
Pada pankreatitis akut, tata laksana awal utama adalah terapi cairan untuk mencegah hipovolemia dan hipoperfusi organ, diikuti dengan early feeding. Early feeding menjadi salah satu rekomendasi untuk melindungi gut-mucosal barrier dan mengurangi translokasi bakteri. Kondisi yang mendasari pankreatitis, misalnya alkoholisme, perlu ditangani.[10]
Pada kolesistitis akut, tata laksana awal meliputi bowel rest, terapi cairan, analgesik, serta pemberian antibiotik. Apabila pasien stabil, tidak ada tanda obstruksi, imunokompeten, dan kooperatif, maka rawat jalan dapat dipertimbangkan. Apabila tidak, maka dokter bedah mungkin akan mempertimbangkan kolesistektomi laparoskopik sebagai tata laksana kuratif.[11]