Pencegahan dan pengobatan osteoporosis akibat glukokortikoid, atau Glucocorticoid-Induced Osteoporosis, sangat penting karena terapi glukokortikoid dikaitkan dengan peningkatan bermakna risiko bone loss dan fraktur. Glukokortikoid, seperti prednison dan dexamethasone, merupakan obat yang digunakan dalam penanganan berbagai jenis kondisi medis, termasuk rheumatoid arthritis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan asthma.[1,2]
Osteoporosis akibat glukokortikoid merupakan penyebab utama dari osteoporosis iatrogenik. Sebagian besar pasien pengguna glukokortikoid jangka panjang dilaporkan tidak pernah mendapat pemeriksaan kesehatan tulang, maupun tindakan pencegahan dan terapi osteoporosis yang adekuat.[1,2]
Mekanisme Terjadinya Osteoporosis Akibat Glukokortikoid
Osteoporosis akibat glukokortikoid, atau Glucocorticoid-Induced Osteoporosis, merupakan penyebab sekunder tersering osteoporosis. Telah banyak studi yang melaporkan bahwa konsumsi glukokortikoid, baik konsumsi saat ini ataupun di masa lalu, berkaitan dengan peningkatan bone loss dan fraktur.
Glukokortikoid, seperti prednison, dapat mengganggu proses pembentukan tulang terlepas dari efek peradangan yang ditimbulkan oleh penyakit yang mendasari penggunaannya (misalnya rheumatoid arthritis). Penggunaan glukokortikoid telah dilaporkan menurunkan P1NP serum dan osteocalcin yang merupakan penanda spesifik pembentukan tulang. Glukokortikoid menurunkan laju pembentukan tulang, jumlah osteoblast, dan jumlah serta aktivitas osteosit.
Selain itu, glukokortikoid juga meningkatkan ekspresi ligan RANK dan menurunkan ekspresi osteoprotegerin dalam sel stroma dan osteoblastik. Hal ini menyebabkan umur osteoklas memanjang dan meningkatkan resorpsi tulang.[1-4]
Mendiagnosis Osteoporosis Akibat Glukokortikoid
Penegakan diagnosis osteoporosis akibat glukokortikoid dilakukan dengan pemeriksaan penunjang. Pengukuran bone mineral density (BMD), kadar kalsium darah, dan urine dapat dilakukan. Jika ada kecurigaan fraktur, maka perlu dilakukan rontgen.
Risiko fraktur pada pasien dengan osteoporosis akibat glukokortikoid ditentukan oleh durasi terapi dan dosis glukokortikoid yang dikonsumsi. Risiko fraktur pada pasien dengan osteoporosis dapat dinilai dengan berbagai metode, seperti pengukuran BMD, Fracture Risk Assessment (FRAX), maupun Canadian Association of Radiologists (CAROC) fracture risk assessment tool. Penilaian risiko fraktur pada pasien yang mengonsumsi glukokortikoid jangka panjang perlu dilakukan dalam waktu kurang dari 6 bulan sejak inisiasi terapi. Evaluasi ulang risiko fraktur perlu dilakukan tiap 12 bulan.[1-5]
Pencegahan Osteoporosis akibat Glukokortikoid
Pencegahan umum osteoporosis akibat glukokortikoid dapat berupa modifikasi gaya hidup dengan diet dan aktivitas fisik. Diet yang dianjurkan adalah asupan gizi seimbang tinggi kalsium dan protein, serta rendah garam. Anjurkan pasien menjaga berat badan dalam rentang indeks massa tubuh (IMT) yang direkomendasikan. Ajak pasien menghentikan kebiasaan merokok, melakukan olahraga teratur, dan membatasi konsumsi alkohol.
Semua pasien dengan pemberian glukokortikoid jangka panjang perlu mendapatkan suplemen kalsium 1000-1200 mg/hari dan vitamin D 600-800 IU/hari.[1,2,5-7]
Terapi Osteoporosis akibat Glukokortikoid
Terapi farmakologi osteoporosis akibat glukokortikoid dilakukan sebagai upaya pencegahan fraktur. Terapi osteoporosis terdiri dari suplementasi kalsium dan vitamin D menggunakan dosis yang telah disebutkan di atas. Pasien juga dapat diberikan obat golongan bisfosfonat, seperti:
- Alendronate 5 atau 10 mg sekali sehari atau 70 mg sekali seminggu per oral
- Risedronate 5 mg sekali sehari atau 35 mg sekali seminggu per oral
Zoledronic acid 5 mg sekali setahun intravena.
Seluruh pasien dewasa yang menerima glukokortikoid setara prednison ≥ 2,5 mg/hari selama ≥ 3 bulan perlu mendapatkan suplementasi kalsium dan vitamin D, yang disertai modifikasi gaya hidup. Pemberian terapi farmakologi lainnya disesuaikan dengan usia, risiko fraktur, maupun penyakit penyerta.[1,3,4,7-9]
Terapi Osteoporosis akibat Glukokortikoid berdasarkan Risiko Fraktur
Pada pasien dewasa, baik usia ≥40 tahun maupun <40 tahun dengan risiko fraktur rendah, optimalisasi suplementasi kalsium dan vitamin D tanpa tambahan lain lebih direkomendasikan dalam osteoporosis akibat glukokortikoid. Di lain pihak, pada pasien dewasa, baik usia ≥40 tahun maupun <40 tahun dengan risiko fraktur sedang hingga tinggi, pemberian obat golongan bisfosfonat oral lebih direkomendasikan dibandingkan terapi tunggal kalsium atau vitamin D.[1,3,4,8,9]
Terapi Osteoporosis akibat Glukokortikoid pada Wanita Usia Subur
Pada wanita usia subur yang tidak berencana untuk hamil selama periode terapi osteoporosis dan menggunakan kontrasepsi atau tidak aktif secara seksual dengan risiko fraktur sedang hingga tinggi, pemberian obat golongan bisfosfonat oral lebih direkomendasikan dibandingkan terapi tunggal kalsium atau vitamin D. [1,3,4,8,9]
Terapi Osteoporosis akibat Glukokortikoid pada Pasien Khusus
Terapi bisfosfonat oral juga direkomendasikan pada pasien dewasa ≥30 tahun yang mendapatkan glukokortikoid dosis sangat tinggi (setara prednison ≥30 mg/hari dan dosis kumulatif >5 gram dalam 1 tahun).
Pada pasien dengan riwayat transplantasi organ, laju filtrasi glomerulus ≥30 ml/menit, dan tanpa bukti penyakit tulang metabolik, rekomendasi yang sama juga disarankan. Namun, penapisan penyakit tulang metabolik perlu dilakukan pada seluruh pasien dengan riwayat transplantasi organ. [1,3,4,8,9]
Terapi Osteoporosis akibat Glukokortikoid pada Anak
Suplementasi kalsium 1.000 mg/hari dan vitamin D 600 IU/hari disertai modifikasi gaya hidup direkomendasikan pada anak usia 4–17 tahun yang menerima glukokortikoid selama ≥3 bulan. Namun, bila ditemukan fraktur osteoporotik pada pasien anak usia 4–17 tahun yang tetap menerima glukokortikoid dosis ≥0,1 mg/kgBB/hari, maka terapi dengan bisfosfonat oral direkomendasikan.[1,3,4,8,9]
Tatalaksana Lanjutan Osteoporosis akibat Glukokortikoid
Pada pasien usia ≥40 tahun yang menjalani terapi glukokortikoid bersama terapi bisfosfonat oral selama ≥18 bulan namun mengalami kegagalan terapi, berupa fraktur atau penurunan BMD secara signifikan (≥10%/tahun), penggunaan terapi lini berikutnya, seperti teriparatide atau denosumab, direkomendasikan bersama suplementasi kalsium dan vitamin D. Bila terdapat kecurigaan gangguan absorpsi obat atau kurangnya kepatuhan obat, terapi osteoporosis dapat dilakukan dengan bisfosfonat intravena.
Pasien usia ≥40 tahun yang telah menjalani terapi bisfosfonat oral selama 5 tahun dan melanjutkan terapi glukokortikoid dengan risiko fraktur sedang hingga tinggi, maka terapi perlu diteruskan.
Pada pasien usia ≥40 tahun yang telah menjalani terapi osteoporosis akibat glukokortikoid namun telah selesai atau berhenti mengonsumsi glukokortikoid dengan risiko fraktur rendah, maka terapi farmakologi dapat dihentikan. Meski begitu, bila risiko fraktur didapatkan sedang hingga tinggi, maka terapi osteoporosis perlu dilanjutkan.[1,3,4,7,9,10]
Kesimpulan
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang menyebabkan gangguan pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi tulang. Hal ini dapat menyebabkan osteoporosis dan meningkatkan risiko fraktur. Oleh karenanya, perhatian khusus diperlukan jika pengobatan jangka panjang steroid diperlukan. Apabila memungkinkan, gunakan dosis terendah yang paling efektif, dan hentikan pemakaian jika sudah tidak dibutuhkan.
Penilaian risiko fraktur dan pencegahan osteoporosis akibat glukokortikoid perlu segera dilakukan sejak inisiasi terapi. Pencegahan umum osteoporosis berupa modifikasi gaya hidup mulai dari diet, olahraga, hingga pengendalian kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol. Terapi farmakologi yang digunakan pada osteoporosis akibat glukokortikoid adalah suplementasi kalsium dan vitamin D, serta penggunaan obat golongan bisfosfonat, teriparatide, denosumab, dan raloxifene.
Penulisan pertama oleh: dr. Michael Susanto