Family History of Gastric Cancer and Helicobacter pylori Treatment
Choi IJ, Kim CG, Lee JY, et al. Family History of Gastric Cancer and Helicobacter pylori Treatment. N Engl J Med. 2020 Jan 30;382(5):427-436. doi: 10.1056/NEJMoa1909666.
Abstrak
Latar belakang: infeksi Helicobacter pylori dan riwayat keluarga kanker lambung merupakan faktor risiko utama dari kanker lambung. Penelitian ini ingin mengidentifikasi apakah penatalaksanaan eradikasi H. pylori dapat menurunkan risiko kanker lambung pada individu yang memiliki riwayat keluarga (kerabat tingkat pertama) kanker lambung.
Metode: Melalui penelitian yang single-center, double-blind, percobaan kontrol-plasebo, peneliti melakukan skrining 3100 kerabat tingkat pertama dari pasien dengan kanker lambung. Penelitian dilakukan secara acak kepada 1838 partisipan dengan infeksi H. pylori yang mendapatkan terapi eradikasi (lansoprazole 30 mg, amoksisilin 1000 mg, dan klaritromisin 500 mg, masing-masing diminum dua kali sehari selama 7 hari) atau plasebo. Hasil luaran primer penelitian ini adalah ke kejadian penyakit kanker lambung. Hasil luaran sekunder adalah kejadian kanker lambung berdasarkan status eradikasi H. pylori, diukur berdasarkan periode follow up.
Hasil: Total 1676 partisipan menjadi populasi untuk dilakukan analisis secara intention-to-treat melihat hasil luar primer (832 grup terapi dan 844 grup plasebo). Selama follow up sekitar 9,2 tahun, kanker lambung terjadi pada 10 partisipan (1,2%) pada grup terapi dan 23 (2,7%) pada grup plasebo (hazard ratio, 0,45; 95% confidence interval [CI], 0,21 – 0,94; P =0,03 melalui tes log-rank). Dari 10 partisipan pada grup terapi yang mengalami kanker lambung, 5 orang (50%) memiliki infeksi H. pylori yang persisten. Kanker lambung terjadi pada 0,8% partisipan (5 dari 608) yang memiliki riwayat infeksi H. pylori yang sudah tereradikasi dan 2,9% partisipan (28 dari 979) yang masih memiliki infeksi persisten (hazard ratio 0,27; 95% CI, 0,1 – 0,7). Efek samping yang terjadi ringan dan lebih sering terjadi pada grup terapi dibandingkan dengan grup plasebo (53% vs 19,1%; p<0,001).
Kesimpulan: penatalaksanaan eradikasi H. pylori dapat menurunkan risiko kanker lambung pada individu dengan infeksi H. pylori yang memiliki riwayat keluarga tingkat pertama dengan kanker lambung.
Ulasan Alomedika
Penelitian ini memiliki tujuan yang jelas, yaitu menilai apakah penatalaksanaan terhadap infeksi Helicobacter pylori dapat menurunkan risiko kanker lambung pada pasien yang memiliki riwayat keluarga (kerabat tingkat pertama) dengan kanker lambung. Hal ini disebabkan oleh infeksi H. pylori dan riwayat keluarga yang memiliki kanker lambung merupakan dua faktor risiko yang utama pada pasien dengan kanker lambung. Namun, apakah eradikasi infeksi H. pylori dapat membantu mengurangi risiko kejadian kanker lambung pada individu yang memiliki riwayat keluarga masih belum jelas dan masih kurang bukti dari penelitian-penelitian terdahulu di bagian prevensi primer.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian single center, double blind, placebo-controlled, dan merupakan studi acak yang dilakukan pada Pusat Kanker Nasional di Korea Selatan. Partisipan yang masuk ke dalam kriteria inklusi adalah pasien yang berusia 4-65 tahun, memiliki riwayat infeksi H. pylori yang terkonfirmasi, dan memiliki setidaknya satu anggota keluarga kerabat tingkat pertama yang terdiagnosis kanker lambung. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah riwayat kanker lambung, ulkus peptikum, atau kanker pada organ lain, terapi eradikasi H. pylori sudah dilakukan sebelumnya, memiliki riwayat efek samping serius terkait pengobatan dengan antibiotik, penyakit nonmalignansi yang berat, ibu hamil, dan displasia atau kanker lambung yang didiagnosis saat skrining melalui endoskopi.
Penelitian ini diawali dengan skrining menggunakan endoskopi untuk melihat ada tidaknya penyakit komorbid dan untuk konfirmasi infeksi H. pylori. Penelitian ini melakukan double blinding sehingga selama penelitian baik partisipan, dokter, pemeriksa endoskopi, tim patologi, perawat penelitian, pekerja statistik tidak saling mengetahui.
Grup terapi akan mendapatkan obat amoksisilin 1000 mg, klaritromisin 500 mg, dan PPI lansoprazole 30 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari. Grup plasebo akan diberikan sejumlah pil dengan sediaan, warna, dan rasa yang sama seperti grup terapi. Setiap dua tahun akan dilakukan follow up dengan endoskopi untuk mengevaluasi H. pylori. Apabila didapatkan adanya lesi yang mencurigakan dari pemeriksaan endoskopi akan dilakukan pemeriksaan biopsi untuk mengevaluasi kanker lambung. Status infeksi H. pylori akan ditentukan dengan menggunakan tes urease pada spesimen biopsi yang diambil.
Hasil luaran primer yang dinilai adalah ada tidaknya kanker lambung. Hasil luaran sekunder adalah kejadian kanker lambung berdasarkan status eradikasi infeksi H. pylori selama periode follow up (setelah mendapatkan terapi H. pylori atau plasebo), angka harapan hidup secara umum, dan kejadian adenoma.
Meskipun demikian, akan lebih baik tentunya apabila studi ini juga dapat meneliti perbandingan antara beberapa intervensi daripada hanya membandingkan antara intervensi dan plasebo saja.
Ulasan Hasil Penelitian
Sebanyak 1838 partisipan dilakukan pengacakan, 917 mendapatkan terapi untuk infeksi H. pylori dan 921 mendapatkan plasebo. Durasi median follow up penelitian ini adalah 9,2 tahun.
Kanker lambung terjadi sebanyak 10 dari 832 pasien (1,2%) dari grup terapi dan 23 orang dari 844 (2,7%) dari grup plasebo (p=0,03). Semua kasus kanker lambung dideteksi melalui skrining endoskopi dan tidak ada kasus yang terlewati ketika data dibandingkan dengan database nasional. Rasio hazard dari kejadian kanker lambung pada grup terapi dibandingkan dengan grup plasebo adalah 0,45. Number needed to treat untuk mencegah 1 kasus kanker lambung adalah 65,7 selama durasi penelitian.
Status eradikasi H. pylori dievaluasi pada 1587 partisipan selama periode follow up. Eradikasi terjadi pada 551 dari 786 pasien (70,1%) dari grup terapi dan 57 dari 801 pasien (7,1%) pada grup plasebo. Infeksi H. pylori persisten pada 979 partisipan. Pada 33 kasus kanker lambung, 28 pasien masih memiliki infeksi H. pylori yang persisten dan 5 pasien dari pasien yang sudah mengalami eradikasi infeksi H. pylori. Hazard ratio untuk kanker lambung dengan eradikasi infeksi dibandingkan dengan infeksi yang persisten adalah 0,27. Insidensi kanker lambung lebih rendah pada partisipan yang sudah mengalami eradikasi infeksi H. pylori dibandingkan dengan partisipan dengan infeksi yang persisten (0,94 kasus vs 3,41 kasus per 1000 orang per tahun).
Kematian terjadi sekitar 1,7% pada grup terapi dan 2% pada grup plasebo. Namun tidak ada kematian yang disebabkan oleh kanker lambung. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada insidensi adenoma lambung pada kedua grup. Efek samping obat terjadi lebih sering pada grup terapi (53%) dibandingkan dengan grup plasebo (19,1%) namun sifatnya ringan. Efek samping yang terjadi adalah perubahan pengecapan (rasa), nausea, diare, nyeri perut.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan skala besar dan follow up dengan durasi yang cukup lama. Peneliti juga mengonfirmasi data yang didapatkan dari survey aktif dan dibandingkan dengan database nasional. Penelitian ini juga menggunakan studi acak, double blind, dan metode analisis intention to treat sehingga meningkatkan validitas hasil penelitian dan mengurangi potensi bias. Penelitian ini juga menggunakan metode evaluasi berkala dengan pemeriksaan penunjang yang canggih, seperti endoskopi dan dikonfirmasi dengan biopsi untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.
Kekurangan Penelitian
Meskipun penelitian ini melibatkan partisipan yang banyak, namun penelitian ini masih single center di Korea Selatan yang memiliki etnis yang serupa dan memiliki variasi geografis yang terbatas sehingga sedikit sulit untuk dilakukan generalisasi untuk etnis lain.
Aplikasi Penelitian di Indonesia
Berdasarkan penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa penatalaksanaan infeksi H. pylori dapat menurunkan risiko kanker lambung pada kerabat tingkat pertama pasien dengan kanker lambung. Oleh karena itu, dokter umum dan juga dokter spesialis penyakit dalam perlu melakukan skrining terhadap pasien dengan kemungkinan infeksi H. pylori apakah terdapat riwayat anggota keluarga yang mengalami kanker lambung. Dengan demikian, pengumpulan data riwayat penyakit pasien dan keluarga serta penatalaksanaan infeksi H. pylori dengan tepat diharapkan dapat menurunkan angka kejadian kanker lambung di kemudian hari.