Komplikasi Kawat Gigi
Potensi komplikasi dari perawatan kawat gigi antara lain resorpsi akar, dekalsifikasi enamel, masalah periodontal, nyeri, dan penyakit temporomandibular. Keterampilan dan pengetahuan dokter yang merawat juga menjadi kunci kesuksesan perawatan yang diberikan.[4,21,22]
Resorpsi Akar
Resorpsi akar merupakan komplikasi yang tidak terelakkan pada perawatan ortodonti. Namun resorpsi akar yang terjadi umumnya hanya derajat ringan.
Jika terjadi resorpsi akar derajat berat, maka prognosis gigi akan menjadi tidak baik. Pemendekan akar akibat kondisi patologis menyebabkan kehilangan perlekatan periodontal. Untuk meminimalisir terjadinya resorpsi akar, maka diperlukan perilaku oral hygiene pasien yang baik dan teknik perawatan yang tepat.
Faktor Risiko
Faktor genetik dan ras pasien juga dapat mempengaruhi terjadinya resorpsi akar. Kondisi sistemik pasien seperti asthma, diabetes, arthritis dan kelainan endokrin dapat memperparah proses resorpsi akar.
Prevalensi resorpsi akar tinggi pada gigi yang erupsi di jalur abnormal dan juga berpengaruh pada gigi yang berdekatan. Salah satu contoh kasus adalah maloklusi yang melibatkan pergerakan impaksi gigi kaninus kembali ke lengkung rahang. Morfologi akar yang tipis, dilaserasi dan tapered juga rentan terhadap resorpsi akar. Gigi yang memiliki riwayat trauma juga berisiko tinggi mengalami resorpsi akar. Menurut studi, gigi maksila lebih rentan mengalami resorpsi akar dibandingkan gigi mandibula.
Faktor risiko yang berkaitan langsung dengan teknik perawatan ortodonti yang dapat menyebabkan resorpsi akar antara lain waktu perawatan, jumlah pergerakan apeks akar, tipe dan jumlah gaya ortodonti yang diaplikasikan, serta tipe piranti alat cekat yang digunakan. Waktu perawatan yang optimal demi mencegah terjadinya resorpsi akar derajat parah adalah 1,5 tahun.
Evaluasi kondisi gigi melalui pemeriksaan radiografi perlu dilakukan setelah 6-12 bulan pasca perawatan ortodonti dimulai. Jika terdapat gambaran resorpsi akar, maka pasien perlu diinformasikan. Perawatan aktif perlu dihentikan untuk sementara waktu, minimal selama 3 bulan. Studi menunjukkan bahwa jeda 2-3 bulan perawatan ortodonti dengan kondisi kawat pasif menurunkan jumlah total resorpsi akar. Proses penyembuhan resorpsi akar dimulai 2 minggu setelah perawatan aktif dihentikan.[4,22,23]
Nyeri
Komplikasi berupa rasa nyeri dan ketidaknyamanan saat perawatan ortodonti umum terjadi. Dilaporkan 70% hingga 95% pasien yang sedang memakai kawat gigi mengalami rasa nyeri. 8% hingga 30% dari pasien, biasanya memutuskan untuk tidak melanjutkan perawatannya. Rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan perawatan ortodonti ditandai dengan tekanan, ketegangan, dan rasa pedih pada gigi. Rasa nyeri pada gigi anterior lebih besar dibandingkan pada area gigi posterior.
Nyeri mulai terasa 4 jam setelah pemasangan separator atau kawat ortodonti, rasa nyeri paling dominan terasa pada hari kedua perawatan. Memberi resep analgesik ibuprofen atau paracetamol dapat dilakukan setelah pemasangan separator dan kawat ortodonti awal jika diperlukan.[4,21,22]
Masalah Periodontal dan Perawatan Ortodonti
Timbulnya masalah periodontal merupakan salah satu komplikasi umum yang terjadi karena perawatan ortodonti. Masalah periodontal yang dapat terjadi antara lain gingivitis hingga periodontitis, dehiscence, fenestration root, resesi gingiva, pembesaran gingiva, kehilangan tulang alveolar, dan kehilangan dukungan perlekatan gingiva..
Gingivitis biasanya terjadi karena kebiasaan pembersihan rongga mulut yang dilakukan tidak optimal sehingga terjadi akumulasi plak. Retensi plak meningkat akibat adanya komponen kawat gigi yang menempel pada permukaan gigis. Pembesaran gingiva terjadi akibat trauma mekanis dan diinduksi oleh plak.
Oleh karena itu, sebelum perawatan ortodonti dimulai, dokter harus memastikan bahwa kondisi jaringan periodontal baik. Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi seperti kondisi sistemik diabetes mellitus dan epilepsi, dokter perlu melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang menangani kondisi sistemik. Evaluasi dan pembersihan rutin gigi perlu dilakukan setidaknya tiap 3 bulan.[1,4,22,24]
Dekalsifikasi dan Karies Gigi
Dekalsifikasi enamel atau white spot merupakan komplikasi yang umum terjadi pada perawatan ortodonti. Hampir 50% pasien ortodonti mengalami dekalsifikasi enamel, terutama pada area insisif maksila. Dekalsifikasi merupakan tahap awal pembentukan kavitas karies gigi.
Karies gigi biasanya terjadi pada bagian dekat gingiva, bagian mesial atau distal gigi dekat braket akibat retensi makanan karena pembersihan gigi yang tidak adekuat. Upaya pencegahan karies gigi dan kontrol plak dapat dilakukan dengan menyikat gigi menggunakan pasta gigi mengandung fluoride, menggunakan sikat gigi interdental, berkumur dengan mouthwash mengandung fluoride, ataupun aplikasi fluoride varnish 2 kali dalam setahun.[4,22,25,26]
Reaksi Pulpa Gigi Selama Perawatan Ortodonti
Reaksi pulpa terhadap gaya ortodonti biasanya minimal. Reaksi pulpa berupa respon inflamasi ringan yang bersifat sementara. Namun kehilangan vitalitas pulpa gigi bisa saja terjadi saat perawatan ortodonti. Hal ini diakibatkan gaya yang diberikan pada gigi terlalu besar, tidak terkontrol dan terus menerus. Gaya ortodonti yang menginduksi proses vaskularisasi pulpa, dapat menyebabkan diskolorasi endogen. Riwayat trauma pada gigi juga merupakan salah faktor risiko kehilangan vitalitas gigi.[22,27]
Perubahan Warna Pada Gigi
Diskolorasi gigi bisa disebabkan oleh penggunaan resin sebagai bahan bonding braket pada gigi. Kekurangan dari penggunaan resin adhesif sebagai bonding braket adalah warna tidak stabil. Resin tag baru bisa hilang dengan mengikis sedikit permukaan enamel.
Selain itu, pewarna makanan, sinar ultraviolet, dan korosi produk dari alat ortodonti menginduksi perubahan warna, dengan kecenderungan warna menjadi kekuningan. Diskolorasi gigi biasanya muncul setelah braket dilepas.[25,28]
Perubahan Jaringan Lunak
Saat perawatan ortodonti, perubahan jaringan lunak intraoral dan ekstraoral dapat terjadi. Lesi oral biasanya terjadi akibat kontak mekanis antara gingiva dan mukosa dengan braket, molar tubes dan kawat. Penggunaan instrumen ortodonti yang tidak tepat juga dapat melukai mukosa. Lesi umumnya berupa erosi dan ulserasi pada bagian labial, bukal, lingual atau mukosa gingiva.[21,22]
Reaksi Alergi
Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi akibat alergen seperti nikel, kobalt, kromium, lateks, dan polimer. Lesi dapat muncul di mukosa oral dan gingiva. Dermatitis kontak biasanya terjadi di wajah dan leher. Reaksi sistemik jarang terjadi.[4,22,29]
Penyakit Temporomandibular dan Perawatan Ortodonti
Sebelum tindakan perawatan ortodonti dimulai, evaluasi kemungkinan riwayat kelainan temporomandibular dan pasien yang memiliki risiko tinggi. Identifikasi kemungkinan inflamasi tulang dan kelainan otot, trauma kepala dan leher, nyeri kepala kronik, dan stres tingkat tinggi pada pasien. Jika terdapat tanda dan gejala kelainan temporomandibular, tentukan tingkat keparahan kondisi tersebut. Perawatan ortodonti harus ditunda jika pasien memiliki gejala akut atau nyeri parah karena disfungsi temporomandibular.[4,22,30]