Teknik Pemeriksaan Fisik Lutut
Teknik pemeriksaan fisik lutut meliputi inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan khusus untuk menilai meniskus dan ligamen lutut. Dokter perlu memperhatikan ada tidaknya efusi, gangguan range of motion (ROM) dan fleksibilitas otot, gangguan neurovaskular, dan penurunan kekuatan motorik. Selain itu, dokter juga perlu menilai stabilitas lutut.
Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan, dokter harus melakukan anamnesis yang menyeluruh. Dokter perlu menanyakan lokasi nyeri, gejala lain yang dirasakan, serta mekanisme terjadinya cedera jika ada. Perlu juga ditanyakan riwayat cedera atau riwayat operasi lutut di masa lalu, karena keluhan pasien dapat merupakan sequelae jejas sebelumnya.[1,2]
Nyeri lutut yang muncul setelah trauma bisa disebabkan oleh robekan ligamen kolateral lateral atau medial, robekan anterior cruciate ligament (ACL) atau posterior cruciate ligament (PCL), cedera di meniskus, dislokasi patella, robekan tendon patella, fraktur caput fibulae, dan robekan tendon quadriceps.
Sementara itu, nyeri lutut yang tidak disebabkan oleh trauma mungkin disebabkan oleh defek osteochondral akibat overuse kronis, osteoarthritis, arthritis septik, penyakit rematik sistemik, bursitis, tendinopati, dislokasi patella kronis, stress fraktur patella, dan iliotibial band syndrome (ITBS).[1,3,4]
Posisi Pasien
Sebagian besar klinisi memilih untuk mengawali pemeriksaan fisik lutut dengan posisi pasien berdiri agar klinisi dapat mengamati gait pasien. Setelah itu, pasien diperiksa dalam posisi duduk atau berbaring supine. Untuk palpasi, pasien dapat diminta duduk di meja pemeriksaan dengan lutut fleksi 90 derajat atau berbaring supine dengan lutut fleksi 20–30 derajat.[1-3]
Bila dokter perlu memeriksa lutut posterior, pasien dapat diminta berdiri atau duduk. Bila tidak memungkinkan, pasien dapat berbaring prone dan bagian bawah pergelangan kakinya diganjal dengan bantal agar lutut tetap fleksi.[3]
Prosedural
Lakukan pemeriksaan secara sistematis agar tidak ada pemeriksaan penting yang terlewat. Urutan pemeriksaan lutut adalah inspeksi, penilaian range of motion (ROM) aktif dan pasif, palpasi, dan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan khusus yang berpotensi menimbulkan rasa nyeri dilakukan paling terakhir. Dokter juga sebaiknya membandingkan lutut yang normal dengan lutut yang bermasalah.[1,3]
Inspeksi
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam inspeksi adalah cara berjalan, seperti ada tidaknya varus, valgus, quadriceps avoidance, dan antalgic gait. Varus atau valgus dapat disebabkan osteoarthritis. Quadriceps avoidance dapat disebabkan mekanisme ekstensor yang melemah atau rasa nyeri. Antalgic gait dapat disebabkan kondisi apa pun yang mengakibatkan nyeri lutut.[1]
Selanjutnya, dokter perlu menilai posisi alignment kedua tungkai saat berdiri. Beberapa kelainan yang dapat teridentifikasi saat inspeksi adalah pes planus dan anteversi femoral berlebih.[1]
Kemudian, pasien diposisikan berbaring. Sebaiknya pemeriksaan dimulai dari lutut yang tidak mengalami cedera atau keluhan. Lakukan inspeksi pada otot-otot ekstremitas bawah, terutama otot quadriceps. Nilai apakah ada atrofi. Lalu, lakukan inspeksi patella dan nilai apakah ada malalignment, pembengkakan, atau massa.[1]
Pembengkakan di femur distal atau tibia proksimal dapat mengindikasikan neoplasma atau infeksi. Kista popliteal (Baker) dapat terlihat di posterior pada ekstensi sendi lutut. Pembengkakan bagian anterior lutut dapat disebabkan oleh efusi prepatellar atau intraartikular. Efusi sendi lutut umumnya terlihat paling jelas di suprapatellar pouch.[1,2]
Pemeriksaan Mobilisasi
Pemeriksaan mobilisasi dimulai dengan pemeriksaan aktif lalu pasif. Pemeriksaan mobilisasi bertujuan menilai range of motion (ROM), kelancaran gerakan, nyeri pada gerakan, krepitus, dan lateralisasi patella. Pemeriksaan dilakukan pada kedua lutut untuk membandingkan perbedaannya.[1,2]
Pada pemeriksaan mobilisasi aktif, pasien diminta untuk melakukan ekstensi dan fleksi maksimal sendi lutut. Perhatikan ada tidaknya kelemahan otot dan fleksibilitas sendi. Dokter mungkin menemukan defisit ekstensi atau kontraktur fleksi (ketika lutut tidak dapat ekstensi maksimal). Dokter mungkin juga menemukan hiperekstensi. ROM fleksi aktif sendi lutut dapat mencapai 140 derajat. Kemudian, rotasi sendi lutut diperiksa pada posisi duduk dengan lutut fleksi untuk menghindari rotasi panggul.[2]
Pada pemeriksaan mobilisasi pasif, pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan sendi lutut pasien pada posisi berbaring, serta merotasikan sendi lutut pasien pada posisi duduk. Pemeriksa perlu memperhatikan titik akhir gerakan, apakah terasa tahanan atau muncul nyeri. Krepitus bisa ditemukan pada palpasi saat lutut digerakkan.
ROM fleksi pasif sendi lutut dapat mencapai 160 derajat (lebih besar daripada ROM aktif). Dokter dapat menemukan extension lag ketika ekstensi penuh dapat tercapai pada mobilisasi pasif tetapi tidak pada mobilisasi aktif. Rotasi sendi panggul perlu dinilai juga karena beberapa masalah panggul dapat menimbulkan gejala nyeri pada lutut.[2]
Pemeriksaan Isometrik Otot
Tes isometrik otot bertujuan utama untuk menilai nyeri, bukan kekuatan otot. Namun, dalam pelaksanaan tes ini, dokter juga menilai tonus otot dan titik nyeri yang maksimal, serta membedakan hernia otot dari lipoma. Selain itu, dokter menilai ada tidaknya avulsi atau ruptur otot.[2]
Pemeriksaan ini dilakukan dalam posisi duduk. Pasien duduk di tepi meja pemeriksaan dengan tungkai bawah menggantung dan lutut fleksi membentuk sudut 90 derajat. Kemudian pasien diminta melakukan fleksi dan ekstensi lutut, sementara tangan pemeriksa memegang lutut tetap pada posisinya. Lalu, pasien diminta mengencangkan otot-ototnya tanpa mengerahkan kekuatan maksimal. Pada saat tersebut, pemeriksa mencari titik nyeri maksimal dengan palpasi.[2]
Berikut otot-otot yang diperiksa serta fungsi masing-masing otot:
- Otot bicep femoris: fleksi dan eksorotasi lutut, fleksi pinggul
- Semimembranosus dan semitendinosus: fleksi dan endorotasi lutut, dan ekstensi panggul
- Sartorius: fleksi lutut, fleksi dan eksorotasi panggul
- Gastrocnemius: fleksi lutut, plantar fleksi kaki[2]
Palpasi
Sama seperti inspeksi, palpasi dilakukan secara sistematis dimulai dari area yang normal dan diakhiri di area yang nyeri. Dokter dapat melakukan palpasi dari anterior ke posterior, mulai dari tendon quadriceps, lalu patella, tendon patella, dan tuberositas tibia, kemudian facet medial dan lateral patella.[1]
Kista popliteal (Baker) dapat teraba pada palpasi ketika lutut diekstensikan. Pada efusi sendi lutut, efusi dapat “diperah” dari suprapatellar pouch menggunakan satu tangan, sedangkan tangan lainnya melakukan palpasi efusi.[1,2]
Pemeriksaan Neurovaskular
Pemeriksaan neurologis lutut meliputi pemeriksaan sensibilitas, refleks, dan kekuatan motorik otot, sedangkan pemeriksaan status vaskular ekstremitas bawah meliputi pemeriksaan suhu permukaan kulit kaki, capillary refill, serta pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Pemeriksaan neurovaskular penting dilakukan setelah cedera berat pada lutut yang mengakibatkan dislokasi sendi.[2]
Pemeriksaan Meniskus
Meniskus terletak di atas tibia dan menjadi bantalan antara femur dan tibia. Meniskus yang robek dapat mengganggu pergerakan normal sendi dan mengakibatkan nyeri, instabilitas, kekakuan, atau bengkak. Terdapat beberapa tes untuk memastikan adanya cedera meniskus.[6,7]
Pada tes joint line tenderness, kaki pasien sedikit difleksikan. Tentukan ruang sendi dari medial hingga lateral. Garis sendi terletak tegak lurus terhadap aksis panjang tibia. Pemeriksa melakukan palpasi sisi medial dan lateral sendi. Adanya nyeri mengindikasikan cedera meniskus di bawahnya. Osteoarthritis juga dapat menimbulkan joint line tenderness.[6]
Pada tes McMurray, pemeriksa menempatkan satu tangan di lutut yang diperiksa dengan posisi jari tengah, telunjuk, dan manis berada di garis sendi medial. Tangan satunya memegang kaki pasien, kemudian lutut pasien difleksikan hingga maksimal.
Kemudian, pemeriksa melakukan eversi pada pergelangan kaki dan juga mengarahkan lutut ke luar (valgus stress). Dengan posisi tersebut, pemeriksa mengekstensikan lalu memfleksikan lutut pasien. Cedera pada meniskus medialis akan mengakibatkan bunyi klik pada lutut dan rasa nyeri.[6,8]
Setelahnya, pemeriksa melakukan inversi pergelangan kaki dan mengarahkan lutut ke dalam (varus stress). Cedera pada meniskus lateralis akan mengakibatkan bunyi “klik” pada lutut dan rasa nyeri.[6]
Pada tes Appley, pasien berbaring telungkup. Pemeriksa memegang pergelangan kaki dan kaki pasien dengan kedua tangan, lalu memfleksikan lutut pasien sebesar 90 derajat. Pemeriksa menahan paha belakang pasien dengan lutut. Kemudian, pemeriksa memberikan sedikit tekanan sambil melakukan rotasi pada pergelangan kaki. Cedera meniskus akan menimbulkan nyeri ketika manuver ini dilakukan.[6,7]
Pemeriksaan Ligamen
Ligamen pada lutut berfungsi menstabilkan sendi dan mengoreksi alignment. Ada 4 ligamen utama pada lutut, yaitu: medial collateral (MCL), lateral collateral (LCL), anterior cruciate (ACL), dan posterior cruciate (PCL). Pada cedera ligamen, setelah nyeri akut dan bengkak berkurang, pasien dapat mengeluhkan nyeri dan instabilitas.[6]
Untuk memeriksa MCL, pasien berbaring dan diminta sedikit memfleksikan lututnya, kemudian pemeriksa meletakkan satu tangan di lateral lutut dan satu tangan di pergelangan kaki atau betis. Tangan yang berada di lutut mendorong ke dalam, sedangkan tangan satunya lagi mendorong ke arah sebaliknya. Pada ruptur MCL, sendi akan “terbuka” di sisi medial. Palpasi di area tersebut dapat mengakibatkan nyeri.[6]
Pemeriksaan LCL dilakukan dalam posisi serupa, tetapi tangan pemeriksa ditempatkan di sisi medial lutut dan didorong ke lateral. Tangan satu lagi ditempatkan di pergelangan kaki atau betis dan mendorong ke arah sebaliknya. Sisi lateral sendi akan “terbuka” pada ruptur LCL.[6]
ACL bisa diperiksa menggunakan tes Lachman. Pemeriksa menempatkan satu tangan di femur (sedikit di atas lutut) dan satu tangan lagi di tibia. Lutut pasien sedikit difleksikan, kemudian tangan pemeriksa yang memegang tibia mengarahkan tungkai pasien ke atas sementara tangan satu lagi menstabilkan femur. Pada ruptur ACL, tidak akan terasa tahanan di tibia, sehingga tibia dapat bergerak ke depan.[6,7]
Alternatif lain untuk memeriksa ACL adalah anterior drawer test. Pasien berbaring dan lutut pasien difleksikan hingga telapak kaki berada di meja periksa. Pemeriksa duduk di atas kaki pasien dan memegang bagian bawah lutut dengan kedua ibu jari bertemu di depan tibia. Setelah itu, pemeriksa menarik tungkai bawah pasien secara perlahan untuk menilai pergerakan tibia ke anterior.[2,6]
Sebaliknya, dokter dapat melakukan posterior drawer test untuk memeriksa PCL. Pasien dan pemeriksa berada di posisi yang sama seperti anterior drawer test, tetapi tangan pemeriksa mendorong tungkai bawah pasien untuk memeriksa pergerakan tibia ke posterior.[6]
Follow Up
Pasien dengan keluhan lutut memerlukan follow-up setelah 3–7 hari. Interval waktu ditentukan berdasarkan keparahan kondisi pasien dan akses pasien ke fasilitas kesehatan. Saat follow-up, dokter menilai respons terhadap terapi dan memberikan edukasi lanjutan pada pasien.[5]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati