Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Tubektomi general_alomedika 2023-04-05T08:41:53+07:00 2023-04-05T08:41:53+07:00
Tubektomi
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Tubektomi

Oleh :
dr. Rifan Eka Putra Nasution
Share To Social Media:

Teknik tubektomi dapat dilakukan secara laparotomi, minilaparotomi, laparoskopi, atau histeroskopi. Sebelum menjalani tindakan, pasien perlu diberikan konseling dan dinilai terlebih dahulu risiko kesehatannya. Beberapa rekomendasi menganjurkan tindakan pap smear, urinalisis, skrining penyakit menular seksual, dan ultrasonografi panggul bila terdapat kecurigaan massa panggul ketika melakukan pemeriksaan fisik sebelum tubektomi.[6-8]

Persiapan Pasien

Pasien harus mendapatkan konseling dan permintaan informed consent sebelum menjalani tubektomi. Pemilihan jenis atau metode tindakan harus dipertimbangkan sesuai risiko tiap pasien dan variabel lainnya. Selain itu, dokter perlu memastikan bahwa pasien sedang tidak hamil sebelum memulai tubektomi.[10]

Konseling Preoperatif

Konseling preoperatif dan proses informed consent harus terdokumentasi dengan jelas pada rekam medis. Tidak boleh ada paksaan atau bias dalam menawarkan atau memilih tindakan kontrasepsi permanen.[10]

Tubektomi merupakan prosedur kontrasepsi permanen dan pasien harus sadar bahwa pengembalian kontrasepsi permanen tidak dapat dilakukan. Kehamilan di masa depan masih mungkin terjadi melalui bantuan fertilisasi in vitro, tetapi membutuhkan biaya yang besar dan proses yang kompleks. Dokter juga perlu menyampaikan bahwa meskipun ada wanita yang puas dengan tubektomi, beberapa wanita mengalami penyesalan.[10]

Secara umum, terdapat tingkat kegagalan kontrasepsi tubektomi sebesar 1%. Tingkat kegagalan ini sebanding dengan tingkat kegagalan kontrasepsi lainnya dan vasektomi. Metode kontrasepsi alternatif harus didiskusikan dengan semua pasien sebagai bagian dari konseling.[10,11]

Penilaian Risiko Pembedahan

Dokter harus menilai riwayat penyakit pasien secara menyeluruh dan menilai kelayakan untuk menjalani kontrasepsi mantap. Penilaian ini juga berperan dalam menentukan jenis prosedur yang harus dilakukan. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan risiko pembedahan atau anestesi antara lain:

  • Obesitas berat

  • Faktor risiko perlekatan (adhesi) intraabdomen seperti riwayat operasi abdomen sebelumnya, riwayat penyakit radang panggul, riwayat infeksi intraabdomen, riwayat ruptur apendiks, dan endometriosis

  • Komorbiditas medis yang signifikan seperti disfungsi jantung, paru, ginjal, atau neurologis. Disfungsi organ tersebut dapat memburuk ketika tindakan tubektomi dilakukan atau ketika prosedur anestesi[1,12]

Faktor-faktor tersebut bukan kontraindikasi mutlak tubektomi. Namun, pasien dengan risiko signifikan disarankan untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang lainnya (pemasangan IUD atau implan) atau disarankan untuk mempertimbangkan vasektomi pada pasangannya.[1,12]

Pemeriksaan Kehamilan

Dokter harus memastikan bahwa wanita yang akan menjalani tubektomi sedang tidak hamil. Pada wanita yang tidak menjalani prosedur tubektomi pascapersalinan atau pascaabortus, penggunaan kontrasepsi lainnya dapat diandalkan sebelum tubektomi. Hal ini direkomendasikan untuk memastikan bahwa pasien tidak hamil ketika tindakan kontrasepsi mantap dilakukan.

Jika diagnosis kehamilan tidak dapat disingkirkan lewat anamnesis, pemeriksaan urine atau pemeriksaan serum human chorionic gonadotropin dapat membantu. Tes hamil harus dilakukan pada hari di mana prosedur direncanakan.[13]

Tindakan Anestesi

The American Society of Anesthesiologists Task Force on Obstetric Anesthesia dalam panduan praktik untuk anestesi obstetrik merekomendasikan bahwa anestesi epidural, spinal, atau general dapat dilakukan dengan aman pada mayoritas pasien yang akan menjalani tubektomi 48 jam pascapersalinan.[14]

Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan tubektomi dengan teknik laparotomi atau minilaparotomi antara lain:

  • Hemostat
  • Klem Kelly
  • Klem Kocher
  • Klem Allis
  • Gunting Metzenbaum
  • Gunting Mayo
  • Needle holder
  • Scalpel (pisau bedah)
  • Penjepit babcock
  • Singley forceps
  • Benang catgut atau klip Filshie dan aplikator
  • Spons laparotomi kecil
  • Retraktor kecil (Army-Navy atau S-shaped)
  • Benang (delayed absorbable) untuk fasia dan kulit
  • Bahan untuk tindakan aseptik kulit, duk steril, dan alat pelindung diri[15]

Posisi Pasien

Pasien harus berbaring di meja operasi secara supinasi. Posisi Trendelenburg dapat membantu perpindahan usus ke arah superior sehingga eksposur meningkat. Selain itu, untuk membantu visualisasi, pasien dapat diposisikan sedikit miring ke kanan saat mengidentifikasi dan mengikat tuba falopi kiri dan begitu pula sebaliknya.[12]

Prosedural

Tindakan tubektomi dapat dilakukan melalui pendekatan abdominal dan transervikal (histeroskopi). Namun, pendekatan transervikal lebih jarang dilakukan. Bagian ini akan membahas dua pendekatan abdominal, yaitu laparoskopi dan minilaparotomi.[12]

Laparoskopi

Tubektomi laparoskopi lebih sering dipilih daripada minilaparotomi dan juga menjadi pilihan dalam kontrasepsi mantap pascaabortus. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum dalam ruang operasi (paling umum) atau dengan anestesi lokal seperti bupivacaine dan etidocaine.[6,8]

Keunggulan prosedur laparoskopi adalah sayatan yang kecil dan pulihnya kemampuan beraktivitas lebih cepat. Namun, keterbatasannya adalah kebutuhan peralatan dan pelatihan tenaga ahli khusus, serta peningkatan risiko cedera usus, kandung kemih, atau pembuluh darah utama. Selain itu, penggunaan anestesi umum dapat meningkatkan risiko komplikasi terkait anestesi.[6,8]

Prosedur tubektomi dengan metode laparoskopi dilakukan dengan cara:

  1. Membuat sayatan kecil di dekat pusar (1–2 sayatan)
  2. Memasukkan jarum Veress ke dalam rongga perut melalui sayatan kemudian mendistensikan rongga peritoneum dengan 2–3 liter gas (karbon dioksida atau nitrat oksida) untuk meningkatkan visualisasi organ perut dan panggul
  3. Memasukkan alat laparoskopi ke dalam rongga perut
  4. Melakukan teknik tubektomi dengan elektrokoagulasi (unipolar atau bipolar), atau oklusi tuba dengan alat mekanis seperti klip/cincin, atau salpingektomi bilateral
  5. Setelah tuba falopi dipotong atau diikat menggunakan teknik yang dipilih maka alat laparoskopi dan alat lainnya dikeluarkan dari rongga perut
  6. Luka sayatan kemudian dijahit dan diberi perban untuk perawatan luka[6,8,16]

Minilaparotomi

Tubektomi dengan metode minilaparotomi biasanya dilakukan pada wanita dengan risiko komplikasi rendah. Tindakan ini pada umumnya dilakukan setelah persalinan pervaginam ketika involusi uterus telah signifikan.

Prosedur tubektomi dengan metode minilaparotomi dilakukan dengan cara:

  1. Membuat sayatan sepanjang 2–3 cm di perut terkait dengan lokasi fundus uterus. Sayatan yang lebih panjang dibutuhkan pada pasien yang mengalami obesitas atau pada pasien yang gagal menjalani prosedur laparoskopi. Sayatan dilakukan infraumbilikus untuk tindakan pascapersalinan dan suprapubis untuk prosedur elektif atau interval
  2. Elevator uterus dapat digunakan untuk meningkatkan lokasi uterus setingkat dengan lokasi sayatan
  3. Pastikan bahwa terdapat bagian tuba falopi yang cukup untuk dieksisi, terutama pada wanita dengan tubektomi yang gagal sebelumnya atau yang memiliki riwayat penyakit tuba
  4. Teknik tubektomi yang umum digunakan antara lain teknik Pomeroy (paling umum), teknik Pritchard, dan teknik Parkland
  5. Teknik Pomeroy dilakukan dengan cara menjepit isthmus tuba falopi dengan klem atraumatik lalu diangkat. Bagian loop diikat dengan benang absorbable lalu dipotong. Setelah jahitan diresorpsi, kedua ujung tuba akan terpisah dan mengalami pembentukan jaringan fibrotik
  6. Teknik Pritchard dilakukan dengan cara melewatkan benang absorbable dan jarum melalui bagian mesosalpinx avaskular (menghindari pembuluh darah). Benang lalu diikat pada bagian proksimal dan bagian distal dari loop tuba falopi. Kemudian, loop dipotong
  7. Teknik Parkland dilakukan dengan cara memisahkan segmen kecil tuba dari mesosalpinx, lalu diikat kedua ujungnya dan dipotong di antara kedua ujung. Tidak seperti teknik Pomeroy, teknik ini menggunakan metode pemisahan anatomis langsung dari ujung tuba falopi yang dipotong
  8. Luka operasi kemudian ditutup lapis demi lapis[6,8]

Follow Up

Follow up pascatubektomi baik dengan pendekatan minilaparotomi atau laparoskopi dilakukan 1–2 minggu pascaoperasi. Selama masa tersebut, pasien harus melaporkan kondisi demam (suhu tubuh >38 derajat Celsius), nyeri abdomen yang semakin lama semakin memberat, atau darah dan nanah dari lokasi luka operasi pada dokter.[6-8]

Semua pasien yang menjalani tubektomi juga harus mendapatkan penjelasan tentang tanda dan gejala kehamilan (misalnya amenore, perdarahan atau bercak vagina, nyeri perut) dan kehamilan ektopik. Dokter juga harus menganjurkan pasien dengan tanda dan gejala kehamilan untuk segera mencari pertolongan medis.[6-8]

Referensi

1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Female Sterilisation (Consent Advice No.3). 2016.
6. Moss C, Isley MM. Sterilization: A Review and Update. Obstet Gynecol Clin North Am. 2015 Dec;42(4):713-24. doi:10.1016/j.ogc.2015.07.003
7. Stuart GS, Ramesh SS. Interval Female Sterilization. Obstet Gynecol. 2018 Jan;131(1):117-124. doi:10.1097/AOG.0000000000002376
8. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice Bulletin No. 208 Summary: Benefits and Risks of Sterilization. Obstet Gynecol. 2019;133:592–4. doi:10.1097/AOG.0000000000003134
10. American College of Obstetricians and Gynecologists. Committee Opinion No. 695: Sterilization of Women: Ethical Issues and Considerations. Obstet Gynecol. 2017;129:e109–16. doi:10.1097/AOG.0000000000002023
12. Clark NV, Endicott SP, Jorgensen EM, et al. Review of Sterilization Techniques and Clinical Updates. J Minim Invasive Gynecol. 2018;25:1157–64. doi:10.1016/j.jmig.2017.09.012
13. Kasliwal A, Farquharson RG. Pregnancy testing prior to sterilisation. BJOG. 2000;107:1407–9. doi:10.1111/j.1471-0528.2000.tb11656.x
14. American Society of Anesthesiologists Task Force on Obstetric Anesthesia, Society for Obstetric Anesthesia and Perinatology. Practice Guidelines for Obstetric Anesthesia: An Updated Report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Obstetric Anesthesia and the Society for Obstetric Anesthesia and Perinatology. Anesthesiology. 2016;124:270–300. doi:10.1097/ALN.0000000000000935
15. March CM. Chapter 11: Female Tubal Sterilization. In: Shoupe D, ed. The Handbook of Contraception. 3rd ed. Springer International Publishing; 2020. doi:10.1007/978-3-030-46391-5_11
16. Beerthuizen R. State-of-the-art of non-hormonal methods of contraception: V. Female sterilisation. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2010 Apr;15(2):124-35. doi:10.3109/13625181003597037

Kontraindikasi Tubektomi
Komplikasi Tubektomi

Artikel Terkait

  • Penggunaan Kontrasepsi Hormonal pada Wanita Obesitas
    Penggunaan Kontrasepsi Hormonal pada Wanita Obesitas
  • Metode Kontrasepsi Darurat
    Metode Kontrasepsi Darurat
  • Peresepan Morning After Pill Secara Aman
    Peresepan Morning After Pill Secara Aman
  • Kontrasepsi Oral – Panduan e-Prescription Alomedika
    Kontrasepsi Oral – Panduan e-Prescription Alomedika
  • Kontrasepsi Darurat – Panduan e-Prescription Alomedika
    Kontrasepsi Darurat – Panduan e-Prescription Alomedika

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Nurul Falah
Dibalas 08 April 2021, 13:10
Bagaimana pertimbangan penentuan jenis tubektomi pada wanita yang ingin sterilisasi
Oleh: dr. Nurul Falah
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya, apa saja pertimbangan yang diperlukan sebelum memutuskan jenis tubektomi yang akan dijalani pasien yang ingin sterilisasi? Apakah...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.