Pendahuluan Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan merupakan metode administrasi produk biofarmasi melalui jaringan subkutan, contohnya vaksin campak, vaksin mumps, insulin, antibodi monoklonal, interferon, heparin, dan faktor pertumbuhan hematopoietik. Injeksi subkutan juga dapat digunakan untuk memberikan anestesi lokal serta obat-obatan pada perawatan paliatif, seperti morfin dan fentanyl.[1]
Pada prosedur injeksi subkutan, produk biofarmasi dalam bentuk cairan disuntikkan ke dalam lapisan lemak pada jaringan subkutan. Karena jaringan ini memiliki pembuluh darah yang sedikit, maka obat yang diberikan akan diabsorpsi secara pelan dan bertahap. Hal ini membuat obat-obat yang diberikan secara subkutan masuk ke dalam sirkulasi dengan dosis yang rendah secara kontinu, contohnya insulin.[2]
Injeksi subkutan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode injeksi yang lain, yaitu tidak diperlukannya keterampilan khusus untuk tindakan, lokasi penyuntikan yang bisa berpindah-pindah untuk obat dengan dosis multipel, efek nyeri yang lebih minimal, serta risiko infeksi yang lebih rendah daripada injeksi intravena atau intramuskular.[1]
Meskipun memiliki banyak keuntungan, injeksi subkutan juga masih memiliki beberapa kekurangan, terutama pada penyuntikkan berulang. Injeksi subkutan berpotensi menghasilkan tingkat absorpsi obat yang berbeda pada setiap waktu penyuntikkan pada satu pasien yang sama. Selain itu, pada penyuntikkan berulang, ada risiko timbulnya ketidaknyamanan, nyeri, serta kelainan kulit lokal pada area penyuntikkan.[2]