Komplikasi Pemasangan Kateter Interkostal
Komplikasi pemasangan kateter interkostal (chest tube) atau yang dikenal juga sebagai prosedur tube thoracostomy dapat dibedakan menjadi komplikasi early yang terjadi dalam waktu 24–48 jam setelah tindakan dan komplikasi late yang terjadi >48 jam setelah tindakan.[1-3,7]
Komplikasi Early
Komplikasi early dari pemasangan kateter interkostal adalah perdarahan, trauma, malposisi, sindrom Horner, sindrom Boerhaave, dan emfisema subkutis.
Perdarahan
Perdarahan pada pemasangan kateter interkostal dapat terjadi baik karena koagulopati maupun pecahnya pembuluh darah tertentu.
Trauma
Trauma organ intratoraks (paru, diafragma, jantung, mediastinum, atau esofagus) maupun trauma organ ekstratoraks (hepar, gaster, usus, dan limpa) pernah dilaporkan setelah pemasangan kateter interkostal.
Trauma langsung ke pembuluh darah interkostal juga pernah dilaporkan menyebabkan fistula arteriovena pada dinding dada antara arteri interkostalis dan vena di dekatnya. Adanya fistula ini ditandai dengan palpable thrill, massa berdenyut, dan bruit.[1-3]
Malposisi
Malposisi kateter interkostal di luar kavum pleura (di antara serat otot maupun di jaringan subkutan) pernah dilaporkan. Malposisi ini dapat menyebabkan sindrom Horner atau sindrom Boerhaave meskipun sangat jarang terjadi.[1-3]
Sindrom Horner
Sindrom ini ditandai dengan gejala miosis, ptosis, dan anhidrosis yang terjadi akibat trauma pada trunkus simpatetik karena kateter interkostal masuk terlalu dalam hingga ke apeks (di mana ada ganglion simpatetik). Selang kateter ini menyebabkan kompresi langsung ke ganglion tersebut dan menyebabkan inflamasi lokal, hematoma, serta fibrosis pada serabut saraf.[1,2]
Sindrom Boerhaave
Sindrom Boerhaave merupakan perforasi esofagus yang terjadi akibat peningkatan tekanan intraesofagus dan negatifnya tekanan intratoraks. Perforasi esofagus iatrogenik akibat pemasangan kateter interkostal pernah dilaporkan terjadi meskipun jarang.[1,2]
Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis umumnya ditemukan di area sekitar dinding dada, leher, dan wajah tetapi bisa meluas lebih jauh seiring dengan semakin banyaknya kebocoran udara ke jaringan subkutan. Faktor risiko hal ini meliputi penempatan kateter yang salah, adanya sumbatan pada kateter, serta adanya sentinel hole (lubang paling perifer pada selang kateter interkostal) yang keluar dari kavum pleura.[2]
Komplikasi Late
Komplikasi juga dapat terjadi >48 jam pascatindakan. Contoh komplikasi late adalah re-expansion pulmonary oedema (RPO), infeksi, dan empiema. RPO muncul bila paru yang awalnya kolaps berekspansi secara tiba-tiba. Gejala RPO meliputi sesak napas, takipnea, takikardia, batuk produktif, dan kolaps kardiorespiratori. Untuk menghindari hal ini, volume drainase pada 1 jam pertama setelah insersi kateter dibatasi <1,5 liter. Untuk komplikasi empiema, lamanya durasi pemasangan kateter menjadi salah satu faktor risiko.[2,7-9]