Pendahuluan Pulse Oximetry
Pemeriksaan pulse oximetry adalah tindakan medis yang bertujuan untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah, misalnya pada kasus sesak napas akibat asma dan penyakit paru obstruktif kronik. Pulse oximetry merupakan monitor non-invasif untuk mengukur saturasi oksigen pada darah dengan penyinaran cahaya pada gelombang spesifik melalui jaringan. Jaringan yang sering dipakai biasanya pada jari tangan atau kaki.[1,2]
Hemoglobin yang teroksigenasi dan yang mengalami deoksigenasi menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda (660 nm berbanding 940 nm). Dengan algoritma tersebut, pulse oximetry dapat menilai saturasi oksigen dalam darah.[1-3]
Penggunaan pulse oximetry di fasilitas kesehatan juga sangat luas karena sifatnya yang portabel sehingga dapat diterapkan di berbagai situasi, seperti di instalasi gawat darurat, ruang rawat inap, dan ambulans. Selain di rumah sakit, saat ini banyak juga merk komersial yang dapat dibeli langsung oleh masyarakat. Seringkali individu yang memiliki penyakit kronis, seperti penyakit paru obstruktif kronis dan individu yang menjalani terapi oksigen jangka panjang, memiliki alat ini untuk memantau secara mandiri saturasi oksigennya.[1,2]
Ketika saturasi oxyhemoglobin diukur dengan menggunakan pulse oximetry atau juga disebut sebagai SpO2, alat ini akan mengukur hemoglobin yang membawa oksigen berbanding hemoglobin yang tidak membawa oksigen. Baku emas terstandar untuk mengukur SpO2 adalah analisis gas darah atau arterial blood gas analysis (ABGA).[3]
Pulse oximetry memiliki beberapa keterbatasan. Pulse oximetry hanya dapat mendeteksi cahaya pada dua gelombang. Alat ini hanya dapat membedakan antara hemoglobin yang teroksigenasi dan hemoglobin yang tidak membawa oksigen. Sementara pada beberapa situasi klinis, peningkatan karboksihemoglobin dan methemoglobin diperlukan dan alat pulse oximetry tidak dapat mendeteksi hal ini.
Pada kondisi adanya peningkatan kadar karboksihemoglobin, pulse oximetry akan mengalami estimasi berlebih (overestimation) dari saturasi yang sebenarnya, karena karboksihemoglobin memiliki afinitas yang lebih tinggi dari oksigen. Pada kasus keracunan karbon monoksida, spektrum penyerapan karbon monoksida sangat mirip dengan hemoglobin sehingga dapat terjadi estimasi berlebih saturasi oksigen.[4]
Beberapa perusahaan sedang mengembangkan pulse oximetry yang memiliki teknologi untuk mengukur parameter tambahan seperti methemoglobin dan kadar karboksihemoglobin, total hemoglobin, bahkan jika kadar oksigen di atas 100%. Ke depannya, pulse oximetry akan berkembang menjadi alat yang dapat mendiagnosis lebih dari sekedar hipoksia saja.[1]
Penggunaan pulse oximetry banyak dipilih karena bersifat non-invasif dan juga mudah digunakan. Selain itu, biaya pembelian alat pulse oximetry pun tergolong murah. Mengingat standar yang berbeda-beda dan banyaknya jenis alat pulse oximetry yang beredar, pengetahuan terkait pulse oximetry dan saturasi oksigen sangatlah penting untuk dimiliki oleh tenaga medis agar dapat membuat keputusan terkait kondisi pasien.[1,2]